BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang Masalah
Perbandingan sistem
hukum pidana di indonesia dengan saudi arabia sangat berbeda di
indonesia terjadi Pluralisme hukum yang di sebabkan
karena adanya ber bagai jenis suku,
adat kebudayaaan ,dan bahasa kondisi pluralisme hukum yang ada di
Indonesia menyebabkan banyak permasalahan ketika hukum dalam kelompok
masyarakat diterapkan dalam hal tertentu atau saat terjadi konflik,
sehingga ada kebingungan hukum yang manakah yang berlaku untuk individu
tertentu dan bagaimana seseorang dapat menentukan hukum mana yang
berlaku padanya. Kendala besar dalam menghadapi pluralisme hukum adalah
kepastian hukum untuk menegakan keadilan [1]
Dengan demikian sistem hukum di indonesia masih
menganut pluralisme hukum dan yang lebih dominan menganut
mazhab legisme[2]
dalam penemuan hukum pidana Indonesia.
Sedangkan
sistem hukum pidana saudi arabia adalah hukum pidana islam tradisional
sebagaimana terdapat dalam alquran, hadis ,kitab-kitab piqih materinya
mencakup hudud qisas/diyat dan ta’zir dan pidana rajam
sudah diganti dengan eksekusi pidana mati.[3]
1.2. Tujuan
Dalam karya tulis ini
permasalahan yang akan di bahas yaitu mengenai hal-hal sebagai berikut :
1.sistem
peradilan pidana di Indonesia :
1.a)dasar-dasar hukum pidana indonesia
1.b)acara persidangan pidana
1.c)proses
pelaksanan sanksi pidana
2. sistem peradilan
pidana di saudi arabia
2.a)
dasar-dasar hukum pidana saudi arabia
2.b)
acara persidangan saudi arabia
2.c)
proses sanksi pidana
1.3. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan disajikan penulis
dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut:
- sebutkan yang menjadi dasar sistem hukum indonesia dengan arab saudi?
- bagaimana proses beracara dalam persidangan di negara indonesia dengan arab saudi ?
- jelaskan proses pelaksanaan sanksi pidana di negara indonesia dan negara saudi arabia ?
1.4. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan
yang digunakan penulis dalam penyusunan karyatulis ini adalah :
Bab
I Pendahuluan, yang terdiri dari: latar belakang masalah ,tujuan,
dan rumusan masalah
Bab II pembahasan , yang akan dibahas
mengenai :
1.sistem peradilan pidana di Indonesia :
1.a)dasar-dasar hukum pidana di indonesia
1.b)acara persidangan pidana di
indonesia
1.c)macam-macam sanksi
hukuman pidana di indonesia
2. sistem peradilan
pidana di saudi arabia
2.a)
dasar-dasar hukum pidana di saudi arabia
2.b)
acara persidangan di saudi arabia
2.c)
macam-macam sanksi hukuman pidana di saudi arabia
Bab
III Penutup, dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai
kesimpulan.
Bab IV Daftar Pustaka
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHLUAN
1.1 latar belakang
masalah
1
1.2 tujuan
1
1.3 rumusan
masalah
2
1.4 sistematika penulisan
2
DAFTAR ISI
4
BAB II PEMBAHASAN
1.sistem peradilan pidana di Indonesia
5
1.a)dasar-dasar hukum pidana di indonesia
5
1.b)acara persidangan pidana di
indonesia
6
1.c)macam-macam sanksi
hukuman pidana di indonesia
9
2. sistem peradilan pidana
di saudi arabia
12
2.a) dasar-dasar hukum pidana di saudi arabia
12
2.b) acara persidangan di saudi arabia
16
2.c) macam-macam sanksi
hukuman pidana di saudi arabia 18
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan
19
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
20
BAB II
PEMBAHASAN
1.SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA
1.a Dasar-dasar Hukum Pidana
Di Indonesia
Sistem peradilan
Indonesia berdasarkan sistem-sistem, undang-undang dan lembaga-lembaga
yang diwarisi dari negara Belanda yang pernah menjajah bangsa Indonesia
selama kurang lebih tiga ratus tahun.
Seperti
dikatakan oleh Andi Hamzah :[4]
Misalnya
Indonesia dan Malaysia dua bangsa serumpun, tetapi dipisahkan dalam
sistem hukumnya oleh masing-masing penjajah, yaitu Belanda dan Inggris.
Akibatnya, meskipun kita telah mempunyai KUHAP hasil ciptaan bangsa
Indonesia sendiri, namun sistem dan asasnya tetap bertumpu pada sistem
Eropa Kontinental (Belanda), sedangkan Malaysia, Brunei, Singapura
bertumpu kepada sistem Anglo Saxon.
Walaupun
bertumpu pada sistem Belanda, hukum pidana Indonesia dapat dipisahkan
dalam dua kategori, yaitu hukum pidana acara dan hukum pidana materiil.
Hukum pidana acara dapat disebut dalam Bahasa Inggris sebagai
“procedural law” dan hukum pidana materiil sebagai “substantive law”.
Kedua kategori tersebut dapat kita temui dalam Kitab masing-masing
yaitu, KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dan KUHP (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana).
1.b acara persidangan pidana di indonesia[5]
1.b.a)
Penyelidikan
Merupakan suatu rangkaian tindakan
penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebai
tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya penyidikan lebih
lanjut.
1.b.b)penyidikan
Suatu
rangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan barang
bukti, dengan bukti tersebut membuat terang tentang kejahatan atau
pelanggaran yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
1.b.c)
penuntutan
Tindakan JPU untuk melimpahkan perkara
pidana ke PN yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
hukum acara pidana dengan permintaan supaya diperiksa oleh hakim di
sidang pengadilan.
1.b.d). Sidang pengadilan :
1.b.d.1).
Dakwaan
Surat dari Penuntut Umum yang menunjuk atau
membawa suatu perkara pidana ke pengadilan apabila cukup alas an untuk
mengadakan penuntutan terhadap tersangka yang memuat peristiwa-peristiwa
dan keterangan-keterangan mengenai Locus serta Tempus dimana perbuatan
tersebut dilakukan, dan keadaan-keadaan terdakwa melakukan perbuatan
tersebut, terutama keadaan yang meringankan dan memberatkan kesalahan
terdakwa
1.b.d.2) Ekspesi /tangkisan /keberatan
Alat
pembelaan dengan tujuan utama untuk menghindarkan diadakannya putusan
tentang pokok perkara, karena apabila eksepsi ini diterima oleh PN, maka
pokok perkara tidak perlu diperiksa dan diputus.
1.b.d.3)keterangan
saksi dan keterangan ahli
- Keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan di muka persidangan mengenai apa yang saksi lihat dan dengar sendiri
- Keterangan (saksi) ahli / Espertise adalah keterangan pihak ketiga yang objektif untuk memperjelas dan member kejernihan dari perkara yang disidangkan serta untuk menambah pengetahuan hakim dalam penyeesaian perkara. Keterangan ahli diberikan sesuai dengan keahlian dari ahli tersebut
- Seluruh keterangan saksi dan keterangan (saksi0 ahli di muka persidangan berada di bawah sumpah (alat bukti yang sah)
Keterangan terdakwa adalah apa yang
terdakwa nyatakan dalam persidangan tentang perbuatan yang ia lakukan
atau yang ia alami dan ia ketahui sendiri
1.b.d.4)
Requisitoir /tuntutan jaksa
Tuntutan JPU sebagai
kesimpulan pemeriksaan dimuka persidangan yang diajukan setelah smua
saksi dan ahli-ahli didengar serta surat-surat yang berguna sebagai alat
bukti dibacakan dan dijelaskan kepada terdakwa.
1.b.d.5)
pledoi /pembelaan jaksa
Setelah JPU membacakan
requisitoirnya maka terdakwa / penasehat hukumnya mengajukan pledoinya.
1.b.d.6)
REPLIK JAKSA DAN DUPLIK TERDAKWA / PENASEHAT HUKUM
1.b.d.6.a)REPLIK JPU
- Setelah pembelaan/pledoi penasehat hukum dibacakan, maka JPU diberikan kesempatan oleh hakim untuk mengajukan replik secara tertulis
- Replik tersebut diserahkan kepada Hakim Ketua sidang dan turunannya kepada pihak-pihak yang berkepntingan
1.b.d.6.b) DUPLIK TERDAKWA /
PENASEHAT HUKUM
- Duplik ini diajukan secara tertulis dan dibacakan oleh pansehat hukum dipersidangan terhadap replik JPU
- Duplik tersebut diserahkan kepada Hakim Ketua sidang dan turunannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan
1.b.d.7 PUTUSAN MAJELIS HAKIM
Menurut KUHAP ada 3
(tiga) macam putusan pengadilan, yaitu :
- Putusan yang mengandung pembebasan terdakwa (vrijspraak)
- Putusan yang mengandung pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onstlag van rechtvervolging)
- Putusan yang mengandung penghukuman terdakwa
1.b.e) UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
1.b.e.a) Upaya Hukum :
Hak terdakwa atau
penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan tingkat pertama
1.b.e.b) Latar belakang daripada upaya hukum
:
Karena putusan itu tidak luput dari kekeliruan atau
kekhilafan, bahkan tidak mustahil memihak, oleh karena itu demi
kebenaran dan keadilan setiap putusan hakim dimungkinkan untuk diperiksa
ulang agar kekeliruan putusan tersebut dapat diperbaiki
1.b.e.c) UPAYA
HUKUM BIASA :
1.b.e.c.1) Naik Banding
(revisi) ke Pengadilan Tinggi (PT)
Upaya
hukum terhadap Pengadilan Tingkat ke 2 9dua)/Pengadilan Tinggi (PT)
yang mengulangi pemeriksaan baik mengenai fakta-faktanya maupun mengenai
penerapan hukum atau undang-undangnya.
1.b.e.c.2) Kasasi
(Pembatalan) ke Mahkamah Agung (MA)
Upaya
hukum yang dilakukan ke Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi atas
putusan-putusan pengadilan lain.
1.b.e.d) UPAYA HUKUM
LUAR BIASA
1.b.e.d.1) Kasasi
Demi Kepentingan Hukum, yaitu
Terhadap semua putusan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan selain MA,
dapat diajukan Kasasi oleh Jaksa Agung.
1.b.e.d.2)Peninjauan
Kembali (PK) Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap
terhadap
putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali putusan
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli
warisnya dapat mengajukan PK ke MA.
1.c)Macam-Macam
sanksi/Hukuman pidana di indonesia
Mengenai
hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah
bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana,
dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat
dijatuhkan, yaitu sebagai berikut :
1.c.a)Hukuman-Hukuman Pokok[6]
- Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih di berlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
- Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan kedalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
- Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran. Biasanya terhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda. Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan diluar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan dimana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
- Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan
- Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-asalan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
1.c.b
Hukuman Tambahan
Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan
secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman
tambahan tersebut antara lain :
- Pencabutan hak-hak tertentu.
Hal ini diatur dalam pasal 35 KUHP yang
berbunyi:
Hak si
bersalah, yang boleh dicabut dalam putusan hakim dalam hal yang
ditentukan dalam kitab undang-undang ini atau dalam undang-undang umum
lainnya, ialah
- Menjabat segala jabatan atau jabatan tertentu;
- Masuk balai tentara;
- Memilih dan boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan karena undang-undang umum;
- Menjadi penasehat atau wali, atau wali pengawas atau pengampu atau pengampu pengawas atas orang lain yang bukan ankanya sendiri;
- Kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampuan atas anaknya sendiri;
- Melakukan pekerjaan tertentu;
Hakim
berkuasa memecat seorang pegawai negeri dari jabatannya apabila dalam
undang-undang umum ada ditunjuk pembesar lain yang semata-mata berkuasa
melakukan pemecatan itu.
- Penyitaan barang-barang tertentu.
Karena suatu putusan
perkara mengenai diri terpidana, maka barang yang dirampas itu adalah
barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang dirampas itu
adalah barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang digunakan
untuk melaksanakan kejahatannya. Hal ini diatur dalam pasal 39 KUHP
yang berbunyi:
(1) Barang kepunyaan si terhukum yang diperolehnya dengan
kejahatan atau dengan sengaja telah dipakainya untuk melakukan
kejahatan, boleh dirampas.
(2) Dalam hal
menjatuhkan hukuman karena melakukan kejahatan tidak dengan sengaja atau
karena melakujkan pelanggran dapat juga dijatuhkan perampasan, tetapi
dalam hal-hal yang telah ditentukan oleh undang-undang.
(3) Hukuman perampasan itu dapat juga
dijatuhkan atsa orang yang bersalah yang oleh hakim diserahkan kepada
pemerintah, tetapi hanyalah atas barang yang telah disita.
- Pengumuman keputusan hakim.
Hukuman tambahan ini
dimaksudkan untuk mengumuman kepada khalayak ramai (umum) agar dengan
demikian masyarakat umum lebih berhati-hati terhadap si terhukum.
Biasanya ditentukan oleh hakim dalam surat kabar yang mana, atau berapa
kali, yang semuanya atas biaya si terhuku. Jadi cara-cara menjalankan
pengumuman putusan hakim dimuat dalam putusan (Pasal 43 KUHP).
2. SISTEM PERADILAN SAUDI
ARABAIA
2.a)Dasar-dasar Hukum saudi
arabia
Syariat Islam adalah hukum dan aturan
Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik Muslim
mahupun bukan Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, Syariat Islam juga
berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebahagian
penganut Islam, Syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna
seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
Terkait
dengan susunan tertib Syari'at, Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36
mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan
suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan
lain. Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat
suatu perkara yang Allah dan RasulNya belum menetapkan
ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri
ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al
Maidah QS 5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan
ketentuannya sudah dimaafkan Allah.
Dengan
demikian perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya
kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa
yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara'
dan perkara yang masuk dalam kategori Furu' Syara'.
- Asas Syara'
Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al
Quran atau Al Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok
Syari'at Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama Syara' dan Al
Hadits itu Asas Kedua Syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat
umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi
Muhammad saw hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat.
Keadaan
darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang
memungkinkan umat Islam tidak mentaati syari'at Islam,
ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri
secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya
atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan
keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir
maka segera kembali kepada ketentuan syari'at yang berlaku.
Hukum syara’ adalah “maa tsabata bi
khithaabillahil muwajjahi ilaal ‘ibaadi ‘alaa sabiilith thalabi awit
takhyiiri awil wadh’i”. Maksudnya, sesuatu yang telah ditetapkan oleh
titah Allah yang ditujukan kepada manusia, yang penetapannya dengan cara
tuntutan (thalab), bukan pilihan (takhyir), atau wadha’. Contoh hukum
syara’, dari beberapa firman Allah dalam Al-Quran
1) Firman Allah swt.,
“Tegakkahlah shalat dan berikanlah zakat!” [QS. Al-Muzzamil (73): 20].
Ayat ini menetapkan suatu tuntutan berbuat, dengan cara tuntutan
keharusan yang menunjukkan hukum wajib melakukan shalat dan zakat.
2) Firman
Allah swt., “Dan janganlah kamu mendekati zina!” [QS. Al-Isra' (17):
32]. Ayat ini menetapkan suatu tuntutan meninggalkan, dengan cara
keharusan yang menunjukkan hukum haram berbuat zina.
3) Firman
Allah swt., “Dan apabila kamu telah bertahallul (bercukur), maka
berburulah.” [QS. Al-Maidah (5): 2]. Ayat ini menunjukkan suatu hukum
syara’ boleh berburu sesudah tahallul (lepas dari ihram dalam
haji). Orang mukallaf boleh memilih antara berbuat berburu atau tidak.
Wadha’ adalah sesuatu yang diletakkan menjadi
sebab atau menjadi syarat, atau menjadi pencegah terhadap yang lain.
Misalnya,
a) Perintah
Allah swt. “Pencuri lelaki dan wanita, potonglah tangan keduanya.” [QS.
Al-Maidah (5): 38]. Ayat ini menunjukkan bahwa pencurian adalah
dijadikan sebab terhadap hukum potong tangan.
b) Bersabda Rasulullah
saw., “Allah swt. tidak menerima shalat yang tidak dengan bersuci.”
Hadits ini menunjukkan bahwa bersuci adalah dijadikan syarat untuk
shalat
c) Sabda
Rasulullah saw., “Pembunuh tidak bisa mewarisi sesuatu.” Hadits ini
menunjukkan bahwa pembunuhan adalah pencegah seorang pembunuh mewarisi
harta benda si terbunuh.
Dari
keterangan-keterangan di atas, kita paham bahwa hukum syara’ dibagi
menjadi dua, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i.
1) Hukum taklifi
adalah sesuatu yang menunjukkan tuntutan
untuk berbuat, atau tuntutan untuk meninggalkan, atau boleh pilih antara
berbuat dan meninggalkan. Contoh:
b) Hukum
yang menunjukkan tuntutan untuk berbuat: “Ambilah sedekah dari sebagian
harta mereka!” [QS. At-Taubah (9): 103], “Mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup
mengadakan perjalanan kepadanya.” [QS. Al-Imran (3): 97].
c) Hukum
yang menunjukkan tuntutan untuk meninggalkan: “Janganlah di antara kamu
mengolok-olok kaum yang lain.” [QS. Al-Hujurat (49): 11], “Diharamkan
bagimu memakan bangkai, darah, dan daging babi.” [QS. Al-Maidah (5): 3].
d) hukum
yang menunjukkan boleh pilih (mudah): “Apabila telah ditunaikan shalat,
maka bertebaranlah kamu di muka bumi.” [QS. Al-Jumu'ah (62): 10], “Dan
apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu
mengqashar shalat.” [QS. An-Nisa' (4): 101].
Hukum taklifi
terbagi menjadi dua, yaitu ;
a) Azimah adalah suatu
hukum asal yang tidak pernah berubah karena suatu sebab dan
uzur. Seperti shalatnya orang yang ada di rumah, bukan musafir.
b) Rukhshah
adalah suatu hukum asal yang menjadi berubah karena suatu halangan
(uzur). Seperti shalatnya orang musafir.
Sumber-sumber Hukum islam :
a) Al-Qur'an
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman (Saba' QS 34:28). Sebagai sumber Ajaran Islam juga disebut sumber pertama atau Asas Pertama Syara'.Al-Quran merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang pernah diturunkan ke dunia Dalam upaya memahami isi Al Quran dari waktu ke waktu telah berkembang tafsiran tentang isi-isi Al-Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan.
b) Al Hadist
Al –hadist adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an.
c) Ijtihad
Ijtihad
adalah sebuah usaha untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur'an
dan Hadis. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad telah wafat sehingga
tidak bisa langsung menanyakan pada beliau tentang suatu hukum namun
hal-hal ibadah tidak bisa diijtihadkan. Beberapa macam ijtihad
antara lain
- Furu' Syara'
Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam
Al Quran dan Al Hadist. Kedudukannya sebaga Cabang
Syari'at Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak
mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat
menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah
kekuasaanya.
Perkara
atau masalah yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai
perkara ijtihadiyah
2.b)
acara persidangan di saudi arabia[7]
Dalam peradilan Hukum Islam, hanya ada satu hakim
yangbertanggung jawab terhadap berbagai kasus pengadilan. Dia memiliki
otoritas untuk menjatuhkan keputusan berdasarkan Al-Qur`an dan
As-Sunnah. Keputusan-keputusan lain mungkin hanya bersifat menyarankan
atau membantu jika diperlukan (yang dilakukan oleh hakim ketua).
Tidak ada sistem dewan juri dalam Islam. Nasib
seorang tidak diserahkan kepada tindakan dan prasangka ke-12 orang yang
bisa saja keliru karena bukan saksi dalam kasus tersebut dan bahkan
mungkin pelaku kriminal itu sendiri.Hukuman-hukuman dalam Islam hanya
bisa dilakukan apabila perbuatantersebut terbukti 100% secara pasti dan
kondisi yang relevan dapatditemukan (misal ada 4 saksi untuk membuktikan
perzinahan) jika masih adakeraguan tentang peristiwa-peristiwa tersebut
maka seluruh kasus akan
dibuang.
dibuang.
Ada 3 macam hakim dalam Islam, yaitu:
1. Qodli ‘Aam: bertanggung jawab
untuk menyelesaikan perselisihan ditengah-tengah
masyarakat, misalnya masalah sehari-hari yang terjadi didarat, tabrakan mobil, kecelakaan-
kecelakaan, dsb.
masyarakat, misalnya masalah sehari-hari yang terjadi didarat, tabrakan mobil, kecelakaan-
kecelakaan, dsb.
2. Qodli
Muhtasib: bertanggung jawab menyelesaikan perselisihan yang timbul
diantara
ummat dan beberapa orang, yang menggangu masyarakat luas, misalnya berteriak dijalanan,mencuri di pasar, dsb.
ummat dan beberapa orang, yang menggangu masyarakat luas, misalnya berteriak dijalanan,mencuri di pasar, dsb.
3. Qodli Madzaalim: yang mengurusi
permasalahan antara masyarakat dengan pejabat negara. Dia dapat memecat
para penguasa atau pegawai pemerintah termasuk khalifah.
Khalifah kedua yaitu Umar Ibnu Al Khattab (Amir kaum
muslimin antara tahun 634-644 M) adalah orang pertama yang membuat
penjara dan rumah tahanan di Mekkah. Dibawah
sistem peradilan (Islam), setiap orang, muslim atau non muslim, laki-laki atau perempuan, terdakwa dan orang yang dituduh memiliki hak menunjuk seorang wakil (proxy).
sistem peradilan (Islam), setiap orang, muslim atau non muslim, laki-laki atau perempuan, terdakwa dan orang yang dituduh memiliki hak menunjuk seorang wakil (proxy).
Tidak
ada perbedaan antara pengadilan perdata dengan kriminal seperti yang
kita lihat sekarang di negeri-negeri Islam seperti di Pakistan dimana
sebagian hokum Islam dan sebagian hokum kufur keduanya diterapkan.
Negara Islam hanya akan menggunakan sumber-sumber hukum Islam yakni,
Al-Qur`an dan As-Sunnah (dan segala sesuatu yang berasal dari keduanya)
sebagai rujukannya. Hukuman-hukuman Islami akan dilaksanakan tanpa
penundaan dan keraguan.
Tidak seorangpun akan di
hukum kecuali oleh peraturan pengadilan. Selain itu, sarana (alat-alat)
penyiksaan tidak diperbolehkan.Dibawah sistem Islam, seseorang yang
dirugikan dalam suatu kejahatan mempunyai hak untuk memaafkan terdakwa
atau menuntut ganti rugi (misal qishas) untuk suatu tindak kejahatan.
Khusus untuk hukum hudud, merupakan hakAllah.Hukum potong tangan dalam
Islam hanya akan diterapkan
apabila memenuhi 7 persyaratan, yaitu:
apabila memenuhi 7 persyaratan, yaitu:
1. Ada saksi (yang tidak kontradiksi atau
salah dalam kesaksiannya)
2. Nilai
barang yang dicuri harus mencapai 0,25 dinar atau senilai 4,25 gr emas.
3. Bukan berupa makanan (jika
pencuri itu lapar)
4. Barang
yang dicuri tidak berasal dari keluarga pencuri tersebut.
5. Barangnya halal secara alami
(misal: bukan alkohol)
6. Dipastikan
dicuri dari tempat yang aman (terkunci)
7. Tidak diragukan dari segi barangnya
(artinya pencuri tersebut tidak berhak mengambil misalnya uang dari
harta milik umum).
Di sepanjang 1300 tahun aturan
Islam diterapkan, hanya ada sekitar 200 orang yang tangannya dipotong
karena mencuri namun kejadin-kejadian pencurian sangat jarang terjadi.
Setiap orang berhak menempatkan pemimpinnya di
pengadilan, berbicara mengkritiknya jika pengadilan telah melakukan
sejumlah pelanggaran terhadapnya. Sebagaimana ketika seorang wanita pada
masa khalifah Umar Ibnu Al Khattab mengoreksi kesalahan yang dilakukan
Umar tentang nilai mahar .
Kehormatan seorang warga
negara dipercayakan kepada Majlis Ummah. Hukuman atas tuduhan kepada
muslim lain yang belum tentu berdosa dengan tanpa menghadirkan 4 orang
saksi yang memperkuat pernyataan tersebut adalah berupa 80 kali
cambukan.
2.c) macam-macam sanksi
hukuman pidana di saudi arabia
Ada 4
kategori hukuman dalam sistem peradilan Islam, yaitu:
1) Hudud. Hak Allah
SWT, seperti perbuatan zina (100 cambukan), murtad (hukuman mati).
2) Al Jinayat. Hak individu, dia
boleh memaafkan tindak kejahatan seperti pembunuhan,
kejahatan fisik.
kejahatan fisik.
3) At
Ta’zir. Hak masyarakat, perkara-perkara yang mempengaruhi kehidupan
masyarakat umum sehari-hari seperti pengotoran lingkungan, mencuri di
pasar.
4) Al-Mukhalafat.
Hak negara, perkara-perkara yang mempengaruhi kelancaran tugas negara
misal melanggar batas kecepatan.
BAB III
PENUTUP
Dari paparan di atas dapat
disimpulkan di antaranya :
- bahwa sistem hukum pidana di inronesia berasal dari KUHP yang berasal dari belanda sedangkan negara saudi arabia berasal dari ijtihad hadis dan al quran
- sistem peradilan indonesia mengenal adanya upaya hukum dan saudi arabia tidak ada
- sanksi pelaku dalam tindak pidana di indonesia fleksibel dan mampu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Karena tidak mengenal sakralitas apapun, hukum modern bisa dibuat dan dirubah sesuai dengan keperluan.sedangkan sistem hukum pidana di saudi arabia tidak sesuai dengan sumbernya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar