DMCA.com Protection Status Selamat Datang Di Catatan dan Tugas kuliah S1/S2 Fak.Hukum: 10/18/16

Selasa, 18 Oktober 2016

ETIKA HUKUM


Secara umum dapat dikatakan bahwa etika hokum adalah etika tentang atau berkaitan dengan hokum. Etika adalah refleksi (renungan mendasar) tentang pembuatan bertanggung jawab, yang dimaksud disini adalah perbutan yang dilakukan manusia, dalam etika sebagai sebuah disiplin filsafat, direnungkan tentang bila suatu perbuatan dapat dikatakan bertanggung-jawab, yakni dapat dijelaskan mengapa hal itu telah atau harus dilakukan. Ini berarti bahwa pelaku harus mampu menjawab dan menjelaskan mengapa ia melakukan atau tidak melakukan perbuatan atau tindakan tertentu, dan apa patokan yang dijadikan dasar bagi pilihan tiindakan yang akan dilakukan. Patokan-patokan ini muncul dariadedidikirawan dalam nurani serta akal budi manusia, dan berinteraksi dengan kenyataan-kenyataan kemasyarakatan. Karena itu, etika dan produk renungnya dipengaruhi oleh agama, pandangan hidup. Kebudayaan, peradaban dan kenyataan-kenyataan kemasyarakatan. Dengan demikian wujud konkrit etika yakni kaidah-kaidah moral dan cara penerapannya (sikap batin dan perilaku warga masyarakat), hingga derajat tertentu terkait dan dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang berlangsung dalam ruang dan wktu.
Etika hokum adalah kajian kritis fundamental pada tataran analisismoral terhadap keberadaan aturan hokum atau tata hokum sebagai keseluruhan perkataan etika hokum sekurang-kurangnya menimbulkan asosiasi pada dua aspek. Yang pertama menunjuk pada tuntunan etis atau moral padaadedidikirawan kegiatan pengembannan hokum praktis. Yang kedua menunjuk pada tuntunan etis atau moral terhadap hokum itu sendiri, yakni berkaitan dengan muatan moral dari hokum.
Tuntunan-tuntunan etis atau moral pada kegiatan pengembanan hokum praktis mencakup pembentukan hokum, penerapan hokum dan penegakan hokum. Dalam konteks ini maka etika hokum mempersoalkan atau menunjuk pada pertanggung jawaban moral dalam melakukan tindakan pembentukan,penerapan dan penegakan hokum.ini menyangkut masalah pertanggungjawaban professional. Dengan kataadedidikirawan lain masaalah etika profesi dalam mengemban fungsi pembentukan ,penerapan penegakan hokum.
Salah satu tuntutan etis yang paling fundamental dalam menjalankan pengembanan hokum praktis adalah bahwa penyelenggaraan kegiatan tersebut (pembentukan, penerapan dan penegakan hokum)harus selalu mengacu pada cita hokum . Cita hokum ini berintikan finalitas hokum yang mencakup tujuan dan makna hokum, serta cara bagaimana tujuan dan makna hokum itu paling baik dapat diwujudkan. Finalitas hokum pada hakikatnya adalah kedamaian sejati dalam masyarakat yang berintikan terwujudnya ketertiban,kepastian,prediktabilitasdan keadilan. Hanya dalam kedamaian sejati saja, tiapadedidikirawan manusia individual akan dapat mengembangkan diri dalam keutuhannyatanpa harus bergantung pada kekuatan apappun, baik pisik, ekonomi finansial, politik maupun intelektual.Kedamaian sejati adalah suasana kehidupan yang didalamnya para warga masyarakat dapat merasakan ketentraman dalam batin .ketentraman batiniah ini aka nada jika para warga masyarakat merasa yakin bahwa :
a.       Kelangsungan hidup dan pelaksanaan hak tidak tergantung pada kekuatan fisik maupun non fisik
b.      Sepanjang tidak melanggar hak dan merugiakan orang lain, tanpa rasa khawatir para warga masyarakat secara bebas dapat menjalankan apa yang diyakininya sebagai benar, dan adedidikirawansecara bebas dapat mengembangkan potensi dan kesenangannya;
c.       Merasa selalu akan mendapat perlakuan wajar, berkemanusiaan adil daan beradab juga pada waktu ia telah melakukan kesalahan.
Nilai dasar yang melandasi dan menjiwai cita hokum adalah martabat manusia. Karena iitu semua asas hokum pada hakikatnya dapat dan harus dapat dikembalikan pada satu asas tunggal yakni asas penghormatan martabat manusia. Dengan mengacu pada cita hokum, makaadedidikirawan semua kegiatan penyelenggaraan pembentukan ,penerapan dan penegakan hokum pada analisis terakhir harus selalu mengacu pada penghormatan martabat manusia.
Dalam kenyataan kemasyarakatan sesungguhnya, cita hokum itu tidak dapat terwujud secara penuh. Cita hokum menyandang sifat sebagai utopia. Artinya bahwa cita hokum itu disatu pihak tidak dapat direalisasikan secara penuh didalam hokum, namun dilain pihak juga tidak dapat sama sekali tidak ada dalam hokum. Namun pada penyelenggara hokum di dalam masyarakat, cita hokum itu bagaimana pun mutlak diperlukan, yakni sebagai asas yang mempedomani. Sebagai asas yang mempedomani itu , cita hokum, disadari atau tidak, akan membimbing dan mengarahkan penyelenggara hokum. Citaadedidikirawan hokum inilah yang mempersatujan keseluruhan kaidah-kaidah hokum, sehingga tatanan hokum itu menjadi sebuah system. Jadu cita hokum itu adalaha juga sumber konsistensi dan koherensi dalam tatanan hokum.
Karena itu, kegiatan pembentukan penerapan dan penegakan hokum seyogyianya harus selalu mengacu atau berpedoman pada cita hokum yang dianut, apalagi dalam masyarakat yang tengah menjalani perubahan-perubahan akbar dan dilanda krisis mendasar. Dalam maysarakat yang tengah dilanda perubahan dan krisiskemasyarkatan, maka gambaran tentang cita hokum ini dapat menjadi kabur, sehubungan dengan itu maka perhatian khusus dan studi tenyang cita hokum iniadedidikirawan sangat penting, agar pengacuan secara sadar terhadapnya dapat membantu pembangunan hokum yang mampu mendorong mengarahkan dan menkanalisasi perubahan-perubahan kemasyrakatan yang tidak terelakan itu, kearah tatanan kemasyarakatan yang lebih baik.
Di proyeksikan pada kenyataan konkret di Indonesia dewasa ini, sulit disangkal bahwa masyarakat Indonesia tengah dilanda krisis. Hal ini tercermin pada pengebaian etika profesi . Sejarah sudah menunjukan bahwa tiap masyarakat yang mengalami krisis mendasar, maka kehidupan hukumnya sebagaimana yang terwujud dan teramati dalam penyelenggaraan pengembanan hokum praktis dalam kenyataan kemasyarakatan juga dengan cepat akan mengalami kemrosotan. Hal inilah yangadedidikirawan tampaknya juga sedang terjadi di Indonesia, yang memperlihatkan gejala-gejala kemerosotan kehidupan hokum yang cukup jelas.     
Yang kedua berkaitan dengan muatan moral dalam hokum itu sendiri. Tentang hal ini, menurut lon Fuller perlu dibedakan dua aspek, yakni aspek eksternal dan aspek internal. Aspek eksternalnya menunjuk pada tuntunan moral terhadap hokum yang harus dipenuhi agar hokum berfungsi dengan baik dan adedidikirawan adil.titi tolaknya adalah asas tunggal pengakuan dan penghormatan atas martabat manusia, yang merupakan induk dari asas-asas hokum lainnya. Asas ini mengimplikasikan hak tiap manusia individual untuk manjadi dirinya sndiri secara utuh. Hak ini adalah hak yang sangat fundamental.
Hak untuk menjadi diri sendiri lebih jauh mengimplikasikan sejumlah hak fundamental berikut ini:
a.       Hak untuk memiliki sarana-sarana yang paling mutlak diperlukan untuk hidup secara wajar sesuai dengan harkat martabat manusia;
b.      Hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan putusan politik;
c.       Hak atas keamanan milik adedidikirawan;
d.      Hak atas perllindungan terhadap kejahatan dan tindakan kekerasan lain;
e.      Hak atas kebebasan berkeyakinan.
Berdasarkan hak-hak fundamental tersebut tadi, maka tuntunan moral terhadap hokum mencakup:
a.       Hokum harus mempertahankan standar hidup manusiawi;
b.      Hokum harus menyelenggarakan ketertiban dan keamanan;
c.       Hokum harus melindungi yang lemah dan adedidikirawan;
d.      Hokum harus menciptakan kondisi yang perlu bagi kehidupan manusia yang adil.
Apa yang dimaksud Lon Fuller tentang aspek eksternal moralitas hokum dapat dipandang sebagai penjabaran lebih lanjut atau eksplisit dari cita hokum yang di atas dikemukakan secara umum. Aspek internal moralitas hokum menunjuk pada aturan-aturan teknikal dari perwujudan hokum dalam aturan-aturan atau kaidah-kaidah hokum sebagai wahana yang memungkinkan aspek eksternal moralitas hokum dapat diwujudkan. Asas-asas yang merupakan penjabaran dari aspek internal moralitas hokum iniadedidikirawan dapat juga dipandang sebagai landasan dan syarat-syarat legitimasi bagi implementasi asas legalitas. Lon Fuller mengemukakan delapan asas yang merupakan penjabaran dari aspek internal moralitas hokum, yakni:
a.       Hokum dipersentasikan dalam aturan-aturan umum;
b.      Hukkum harus dipublikasikan

c.       Hokum harus non retroaktif;
d.      Hokum harus dirumuskan secara jelas;
e.      Hokum harus tidak mengandung pertentangan (harus konsisten);
f.        Hokum harus tidak menuntut atau mewajibkan sesuatu yangadedidikirawan mustahil;
g.       Hokum harus relative konstan;
h.      Pemerintah sejauh mungkin berpegang teguh pada aturan-aturan hokum (yang diciptakannya sendiri atau yang diakuinya)
Sesungguhnya delapan asas ini yang dikemukakan oleh Lon fuller tersebut tadi pada dasarnya tidak berbeda daru asas-asas sebuah Negara hokum dan pemerintahan  yang baik, yang sudah dikenal. Asas asas tersebut adalah syarat-syarat minimal untukadedidikirawan menjamin terwujudnya kepastian hokum dan prediktabilitas di dalam masyarakat