PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penanaman
modal asing merupakan suatu tindakan dari orang asing atau badan hukum asing
untuk melakukan investasi modal dengan motif untuk berbisnis dalam bentuk
apapun kewiayah suatu negara lain. Di indonesia, tentang penanaman modal asing
ini pada prinsipnya diatur dalam perundang-unndangan tentang penanaman modal
asing.[1]
Perkembangan
investasi dilingkungan bisnis suatu
perusahaan selalu ada keuntungan dan kerugian keuntungan dapat berupa laba
penambahan nilai investasi maka kerugian mengakibatkan kepailitan atau sengketa persuhaan
kemungkinan timbulnya sengketa suatu hal yang sulit untuk dihindari.oleh karena
itu dalam peta bisnis modern dewasa ini para pelaku bisnis sudah mulai mengantisipasi
atau paling tidak mencoba meminimalisasi terjadinya sengketa. Langkah yang di
tempuh adalah dengan melibatkan para penasihat hukum dalam membuat dan ataupun
menganalisis makalah adedidikirawankontrak yang akan ditandatangani oleh pelaku usaha.yang menjadi
soal adalah, bagaimana halnya kalau pada awal dibentuknya kontrak,para pihak
hanya mengandalkan saling percaya kemudian timbul sengketa, bagaimana cara
penyelsaian sengketa yang tengah di hadapi pebisnis.[2]
Secara konvensional atau tepatnya kebiasaan yang
berlaku dalam beberapa dekade yang lampau jika ada sengketa bisnis, pada
umumnya para pebisnis tersebut membawa kasusnya ke lembaga peradilan.
Penyelsaian sengketa bisnis melalui lembaga peradilan biasanya membutuhkan
waktu yang cukup lama berbeda dengan penyelsaian sengketa dengan alternatif.
B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah yang akan disajikan
penulis dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut :
1.
pelanggaran apa saja yang menjadi
permasalahan di bidang pasar modal di
hubungkandengan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal?
2.
bagaimana prosedur penyelsaian sengketa
alternatif antara pemerintah dengan
investor domestik dan investor asing dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal?
BAB II
PENYELSAIAN SENGKETA PENANAMAN
MODAL YANG TIMBUL ANTARA PEMERINTAH DENGAN INVESTOR DOMESTIK DAN INVESTOR ASING
DI HUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL
A.
PELANGGARAN
DI BIDANG PASAR MODAL
Pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal merupakan hal yang rawan dilakukan oleh
pihak-pihak yang terlibat di Pasar modal. Pelanggaran di bidang pasar modal
merupakan hal yang rawan dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibatmakalah adedidikirawan di Pasar
modal. Pelanggaran di bidang pasar modal merupakan pelanggaran yang sifatnya
teknis administratif ada tiga pola pelanggaran yang lazim terjadi yaitu:[3]
a.
Pelanggaran yang dilakukan secara
individual
b.
Pelanggaran yang dilakukan kelompok
c.
Pelanggaran yang dilakukan langsung atau
berdasarkan perintah atau pengaruh pihak lain
Pelaku
yang terlibat dalam pelanggaran di bidang pasar modal adalah pihak-pihak yang
berpendidikan cukup tinggi. Pihak-pihak yang berpotensi melakukan pelanggaran
adalah emiten atau perussahaan publik dan pihak-pihak yang mempunyai posisi
strategis didalam perusahaan seperti direksi, komisaris, dan pemegang saham
utama. Pihak lain yang berpootensi melakukan pelanggaran adalah para
fropesional di bidang pasar modal, seperti penasihat investasi, manajer
investasi akuntan, konsultan hukum, penilai, dan notaris.[4]
Sedangkan
dari sisi akibat yang ditimbulkan dari kasus pelanggaran di bidang pasar modal
dapat menimbulkan efek yang bersifat berantai dan meluas. Kerugian tidak hanya
terbatas dialami oleh invesstor atau pialang yang terlibat langsung dalam suatu
transaksi, melainkan dapat meluas dan
berlanjut ke perusahaan yang efeknya diperdagangkan. Jika pelanggaran tersebut
terus terjadi tanpa adanya penanggulangan secara hukum dan sarana, maka pasaar
modal bisa mendapatkan penilaiaan negatif. Akibatnya investor tidak mau masuk
dan yang sudah makalah adedidikirawandidaalam akan keluar. Tidaak samapi disitu, BAPEPAM sebagai
lembaga pengawas dianggap kurang credibel.[5]
Pelanggaran
di bidang pasar modal dapat di bagi ke dalam dua kelompok dilihat dari sifat
administratif. Mulai Pasal 25 sampai Pasal 89 UUPM berkaitan dengan kewaajiban
menyampaikan laporan atau dokumen tertentu kepada BAPEPAM dan atau masyarakat.
Menurut peraturan X.K.1 laporan yang dimaksud adalah laporan berkala atau
laporan yang bersifat insidentil makalah adedidikirawanyang berisikan informasi atau fakta material
yang penting dan relevan mengenai peristiwa atau kejadian yang dapat
mempengaruhi harga saham di bursa efek dan atau keputusan pemodal, calon
pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta
tersebut.[6]
Pelanggaran
jenis kedua adalah pelanggaran yang bersifat teknis yaitu menyangkut masalah
perizinan, persetujuan, dan pendaftaran di BAPEPAM. Namun, makalah adedidikirawanUUPM membagi
pelanggaran yang bersifat teknis ini kedalam dua jenis, yaitu pelanggaran dan
kejahatan. Yang termasuk kejahatan telah diseebutkan diatas. Sementara yang
termasuk dalam pelanggaran adalah :[7]
a.
Wakil penjamin emisi efek, wakil
perantara pedagang efek , atau wakiil manajer investasi yang melakukan kegiatan
dibidang pasar modal tetapi tidak
mempunyai izin dari BAPEPAM
b.
Manajer investasi atau pihak
terafliasinya menerima imbalan dalam bentuk apapun baik langsung maupun tidak
langsung, yang dapat mempengaruhi manajer investasimakalah adedidikirawan yang bersangkutan untuk
membeli atau menjual efek untuk reksadana
B. SANKSI UNDANG-UNDANG PASAR MODAL[8]
Ada
tiga macam sanksi yang diterapkan oleh UUPM, yaitu:
1. Sanksi Administratif
Sanksi
administratif adalah sanksi yang dikenakan BAPEPAM kepada pihak-pihak yang
dianggap melanggar peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal pihak
yang dapat dijatuhkan sanksi adalah :
a.
Pihak yang memperoleh izin dari BAPEPAM
b.
Pihak yang memperoleh persetujuan dari
BAPEPAM
c.
Pihak yang mellakukan pendaftaran kepada
BAPEPAM
Jenis
sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh BAPEPAM kepada pihak-pihak
tersebut diatas adalah:
a.
Peringatan tertulis
b.
Denda (kewajiban untuk membayar sejumlah
uang tertentu)
c.
Pembatasan kegiatan usaha
d.
Pembekuan kegiatan usaha
e.
Pencabutan izin usaha
f.
Pembatalan persetujuan
g.
Pembatalan pendaftaran
Untuk
sanksi denda UUPM Pasal 102 Ayat 3 menyatakan bahwa sanksi administratif diatur
oleh peraturan pemerintah, yaitu PP No. 45 Tahun 1995 besarnya jumlah sanksi
denda bervariasi yaitu:
a.
Denda Rp. 500.000 (lima ratus ribu
rupiah) per hari dengan maksimal Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
b.
Denda Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah)
per hari dengan maksimal Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah)
c.
Denda maksimal Rp. 500.000.000 (lima
ratus juta rupiah ) untuk pihak yang bukan perseorangan
d.
Denda maksimal Rp.100.000.000(seratus
juta rupiah) untuk orang perorangan.
2. Sanksi Perdata
Sanksi
perdata lebih banyak didasarkan pada UUPT
dan emiten atau perusahaan publik harus tunduk pula. UUPT dan UUPM
menyediakan ketentuan yang memungkinkan pemegang saham untuk melakukan gugatan
secara perdata kepada setiap pengelola atau komisaris perusahaan yang tindakan
atau keputusannya meenyebabkan kerugian pada perusahaan.
a.
Gugatan berdasarkan perbuatan melawan
hukum (KUHPerdata Pasal 1365).
UUPM
Pasal 111 menyatakan bahwa setiap pihak secara sendiri-sendiri atau bersama
dengan pihak lain mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pihak yang bertanggung
jawab atas pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang pasarmakalah adedidikirawan modal.
Pasal ini bersemangat sama dengan KUHPerdata Pasal 1365 mengenai perbuatan
melawan hukum . dengan adanya UUPM Pasal 111 ini diharapkan setiap pihak yang
mengelola perseroan dan yang melakukan kegiatan di bidang pasar modal melakukan
tugasnya secara profesinal dan bertanggung jawab sehingga kehati-hatian tidak
diabaikan.
b.
Gugatan berdasarkan adanya tindakan
wanprestasi atas suatu perjanjian.
Gugatan
berdasarkan wanprestasi mensyaratkan adanya pelanggaran terhadap Pasal-Pasal
perjanjian yang pernah dibuat oleh para pihak (baik secara lisan maupun
tulisan). Adapun yang dimaksud dengan wanprestasi adalah :
a.
Tidak melakukan apa yang disanggupi
akaan dilakukannya
b.
Melaksankan apa yang dijanjikannya,
tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
c.
Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi
terlambat
d.
Melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukan
Gugatan
berdasarkan UUPT Pasal 85 ayat 2 untuk direksi dan 98 ayat untuk komisaris
perseroan terbuka.
Dalam
beberapa kasus, pelanggaran dapat saja dilakukan oleh pengelola perseroan,
yaitu direksi dan komisaris. UUPT menganut sistem pertanggungjawaban pada
perseroan karena ia merupakan badan hukum, tetapi kalau kerugian tersebut
disebabkan oleh pengurus perseroan, maka pertanggungjawaban tidak dapat
dialihkan kepada perseroan,makalah adedidikirawan direksi, komisaris, harus bertanggungjawab. BAPEPAM
menjatuhkan sanksi makalah adedidikirawankepada direksi dan komisaris dalam hal terbukti bertanggung
jawab atas pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.
Dengan sanksi tersebut, diharapkan kontrol pemegang saham atas pengurus
perseroan di dalam menjalankan tugasnya.
3. Sanksi Pidana
UUPM
(Pasal 103-110) mengancam setiap pihak yang terbukti melakukan tindak pidana di
bidang pasar modal diancam hukuman pidana penjara bervariasi antara satu sampai
sepuluh tahun.
C.
PENGERTIAN
DAN POLA PENYELSAIAN SENGKETA
Istilah penyelsaian
sengketa berasal dari bahsa inggris, yatiu dispute
resolution. Richard L. Abel mengartikan sengketa (dispute) sebagai:[9]
“pernyataan publik
mengenai tuntutan yang tidak selaras (inconsisten
claim) terhadap sesuatu yang bernilai (dalam Friedman, 2001).
Definisi lain
dikemukakan oleh Neder dan Todd. Ia mengatakan sengketa sebagai :[10]
“Keadaan dimana konflik
tersebut dinyatakan dimuka atau dengan melibatkan pihak ketiga. Selanjutnya, ia
mengemukakan istilah prakonflik dan konflik, prakonflik makalah adedidikirawanadalah keadaan yang
mendasari rasa tidak puas seseorang. Konflik itu sendiri adalah keadaan dimana
para pihak menyadari atau mengetahui tentang adanya perasaan tidak puas
tersebut (Kriekhoff, 2001).[11]
Seteven Rosenberg esq,
mengartikan konflik sebagai prilaku bersaing antara dua orang atau kelompok.
Konflik terjadi ketika dua orang atau lebih belomba untuk mencapai tujuan yang
sama atau memperoleh sumber yang jumlahnya terbatas.[12]
D.
POLA
PENYELSAIAN SENGKETA
Penyelsaian sengketa
merupakan suatu bentuk atau kerangka untuk mengakhiri pertikaian atau sengketa
yang terjadi anatara para pihak. makalah adedidikirawanPola penyelsaian sengkata dapat dibagi menjadi
dua macam, yaitu melalui : (1) pengadilan dan (2) alternatif penyelsaian
sengketa (ADR).[13]
1. Litigasi
Penyelsaian sengketa
melalui pengadilan (litigasi) adalah suatu pola penyelssaian sengketa yang
terjadi antara para pihak yang bersengketa, dimana dalam penyelsaian sengketa
itu diselsaikan oleh pengadilan. Putusannya bersifat mengikat.makalah adedidikirawan Penggunaan
sistem litigasi mempunyai keuntungan dan kekurangan dalam penyelsaian sengketa.
Keuntungannya, yaitu sebagai berikut:[14]
1.
Dalam mengammbil alih keputusan dari
para pihak, litigasi sekurang-kerungnya dalam batas tertentu menjamin bahwa
kekuasaan tidak dapat memengaruhi hasil dan dapat menjamin ketentraman sosial.
2.
Litigasi sangat baik untuk menemukan
kesalahan-kesalahanmakalah adedidikirawan dan masalah-masalah dalam posisi pihak lawan.
3.
Litigasi memberikan suatu standar bagi
prosedur yang adil dan memberikan peluang yanng luas kepada para pihak untuk
didengar keterangannya sebelum mengambil keputusan.
4.
Litigasi membawa nilai-nilai masyarakat
untuk penyelsaian sengketa pribadi.
5.
Dalam sistem litigasi para hakim
menerapkan nilai-nilai masyarakat yang terkandung dalam hukum untuk
menyelsaikan sengketa.
Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa llitigasi tidak hanya menyelsaikan sengketa tetapi juga
menjamin suatu bentuk ketertiban umum, yang tertuang dalam undang-undang secara
ekplisit maupun implisit. Namun litigasi setidak-tidaknya sebagaimana yang
terdapat di Amerika Serikat, memiliki banyak kekurangan (drawbaccks) (Gray Goodpaster, dkk., 1995:6), kekurangan litigasi,
yaitu:[15]
1.
Memaksa para pihak pada posisi ekstern,
2.
Memerlukan pembelaan (advocasy) atas setiap maksud yang dapat
memengaruhi putusan.
3.
Benar-benar mengangkat seluruh persoalan
dalam suatu perkara, apakah persoalan mmateri(substantive) atau prosedur, untuk persamaan kepentingan dan
mendorong para pihak melakukan penyelidikan fakta yang eksterm dan sering kali
marginal.
4.
Menyita waktu dan meningkatkan biaya
keuangan.
5.
Fakta-fakta yang dapat dibuktikan
membuat kerangka persoalan, para pihak tidak selalu mampu mengungkapkan
khekawatiran mereka yang sebenarnya.
6.
Tidak mengupayakan untuk memperbaiki
atau memulihkkan hubungan para pihak yang bersengketa dan
7.
Tidak cocok untuk sengketa yang bersifat
polisentris, yaitu sengketa yang melibatkan banyak pihak, banyak persoalan dan
beberapa kemungkinan.
Maarc Glanter
menggambarkan suatu kecemasan akibat beban perkara yang semakin menumpuk di
pengadilan Amerika Serikat ia mengatakan sebagai berikut:[16]
Rupanya, masyarakat yng
brsengketa cenderung untuk segera mengajukan perkaranya ke pengadilan formal.
Kecenderungan demikian itu menunjukan makalah adedidikirawansebagai legal centralism; keadilan merupakan suatau produk yang
didistribusikan secara eksklusif oleh negara. Dalam rangkaian ini, Galanter
berpendapat bahwa pengadilan harus dikaji dalam kaitannya dengan penataaan
sistem normatif lainnya. Selanjutnya Glanter mengemukakan , bahwa pengadilan
harus dilihat sebagai bagian dari sistem hukum karena, keadiilan tidak hanya ditemukan
di pengadilan makalah adedidikirawanresmi atau forum-forum yang disponsori oleh negara, melainkkan
juga dalam institusi-institusi sosial primer, seperti keluarga, lingkungan
tempat tinggal, hubungan kekerabatan, hubunngan-hubungan bisnis, dan lain
sebagainya, sebagai pranata-pranata sosial dari sistem norma dan
aturan-aturan lokal sesuai tradisi yang
dipertahankan oleh masyarakat setempat
Proses litigasi
mensyaratkan pembatasan sengketa dan perssoalan-persoalan sehingga para hakim
atau para hakim atau para pengambil keputusan lainnya dapat lebih siap membuat
keeputusan
2. Penyelsaian sengketa melalui
alterrnatif penyelsaian sengketa (ADR)[17]
Lembaga penyelsaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelsaian diluar pengadilan dengan cara konsulttasi, mediasi, konsiliasi,
atau penilaian ahli (Pasal 1 ayat 10) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Pilihan Penyelsaian Sengketa)
Apabiila mengacu pada
ketentuan Pasal 1 Ayat (10) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999, cara
penyeelsaian sengketa melalui ADR dibagi menjadi lima cara :[18]
1.
Konsultasi
2.
Negoisasi
3.
Mediasi
4.
Konsiliasi
5.
Penilaian ahli.
Persoalannya kini
adalah mengapa para pihak menggunakan cara ADR dalam menyelsaikan sengketa yang
muncul diantara mereka. Dalam studi Macaulay, menunjukan hal-hal berikut ini:[19]
Kemampuan prosedur nonlitigasi penyelsaian
sengketa bisnis di AS beranggapan bahwa dari pada menyelsaikan sengketa secara
kaku sesuai kontrak yang dibuat pengacara masing-masing, mereka cenderung
melakukan negoisasi ulang guna makalah adedidikirawanpenyelsaian dan melahirkan
kesepakatan-kesepakatan baru. Studi ini memberikaan penjelasan bahwa pada negra
yang sudah legal minded seperti AS
misalnya, juga menunjukan bahwa penyelsaian sengketa melalui mekanisme
nonlitigasi lebih disukai dari pada menggunakan hukum formal. Hal yang sama
terjadi diinggris ,Korea, Ethopia, Meksico, dan New Guinea (dalam Abdulah,
2001).
Kecenderungan
menghindari konflik, lebih-lebih melalui pengadilan, dapat dilihat di Jepang,
dimana sistem litigasi dipandang tidak cocok untuk menyelsaikan sengketa makalah adedidikirawan.
litigasi telah dinilai salah secara moral sehingga menyebabkan adanya jarak
aantara hukum negara dengan kenyataan sosial yang berlaku. Takeyoshi Kawashima
menunjukan lataar belakang kulturnya pada dua ciri tradisional masyarakat
Jepang, yaitu sebagai berikut:[20]
Pertama, status sosial
dibedakan berdasarkan sikap hormaat dan otoritas dalam komunitas desa dan
keluarga, dan sifat hirarkis ini berlaku juga dalam hubungan kontraktual.
Misalnya, dari kontrak bangunan muncul sebuah hubungan dalam mana kontraktor
menghormati pemilik sebagai pelindung, dalam sewa menyewa muncul hubungan dimana pihak penyewamakalah adedidikirawan menghormati yang
menyewakan, dan dalam jual-beli muncul hubungan dimana pihak penjual
menghormati pembeeli. Sifat hirarkis ini mencerminkan yang satu dengan yang
lain tidak saling menghormati pembeli. Sifat hirarkis ini mencerrminkan yang
satu dengan yang lain tidak slaing mendominasi, namun saling melindungi.
Kedua dalam
kelompok-kelompok tradisional, hubungan antara orang-orang yang sama
statusnyajuga sangat khusus, dan dalam waktu sama kabur secara fungsional.
Misalnya hubungan antara anggota-anggota komunitas yang sama status sosialnya
dianggap bersifat paling utama, peranan sosial mereka dirumuskan secara umum
dan sangat fleksibel sehingga selalumakalah adedidikirawan dapat diubah bila keadaan menghendaki .
sesuai dengan taraf saling ketergantungan atau keutamaan mereka, perumusan
masing-masing dikondisikan oleh peranan yang lain. Dalam kedua ciri tersebut,
rumusan peranan dengan standar objektif-universal tidak berlaku (dalam Peter
dan Siswanto 1998).
Dengan mengacu kepda
konsensus dan kecenderungan menghindari konflik dalam masyarakat Jepang,
menyebabkan litigasi menjadi tidak cocok untuk menyelsaikan sengketa, bahkan
dipandang membahayakan hubungan harmoni. Litigasi dinilai telah gagal
mengintegrasikan rakyat dengan norma-norma lokalmereka, telah mengangkat
popularitas dan fungsimakalah adedidikirawan mediasi (chotei),
maupun perbaikan hubungan atau konsiliasi
(kankai) sebagai pranata penyelsaian sengketa diluar pengadilan dalam
praktik kontrak di Jeepang.[21]
Apabiila kita
perhatikan pendapat dan pandangan diatas, jelaslah bahwa lembaga yang sering
digunakan oleh masyarakat, baik masyarakat bisnis yang t`erdapat di Amerika
Serikat maupun Jepang merupakan lembaga nonlitigasi (diluar Pengadilan).[22]
Di dalam literatur juga
disebutkan dua pola penyelsaian sengketa, yaitu sebagai berikut:[23]
1.
The
binding adjudicative procedure, yaitu suatu proseedur
didalam penyelsaian sengketa dimana hakim dalam memutuskan perkara mengikatmakalah adedidikirawan
para pihak. Bentuk penyelsaian sengketa ini dapat dibagi menjadi lima macam,
yaitu: (1) litigasi, (2)arbitrasi, (3) mediasi-arbitrasi, (4) hakim partikelir.
2.
The
non binding adjudicative procedure, yaitu suatu prooses
penyelsaian sengketa , dimana hakim atau orang yang ditunjuk dalam memutuskan
perkara tidak mengikat para pihak. Penyelsaian sengketa dengan cara ini dibagi
menjadi enam macam, yaitu:makalah adedidikirawan (1) konsiliasi; (2) mediasi; (3)minitrial (4) summary jury
triial (5) neutral expert fact-findin; dan (6) early expert neutral evalutiion (Rudjiono ,1996;3).
Kedua
penyelsaian sengketa itu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaannya
terletak pada kekuatan mengikat dari putusan yang dihasilkan oleh institusi
tersebut. Pada the binding adjudicative
procedur, putusan yang dihasilkan oleh institusi yang makalah adedidikirawan memutuskan perkara
mengikat para pihak, sedangkan dalam the
non binding adjudicative procedure, putusan yang dihasilkan tidak mengikat
para pihak. Artinya dengan adanya putusan itu para pihak dapat menyetujui atau
menolak isi putusan tersebut. Persamaan kedua pola penyelsaian sengketa
tersebut adalah sama-sama memberikan putusan atau pemecahan dalam suatu kasus.[24]
Apakah
pola penyelsaian sengketa yang disajikan diatas daapat diterapkan dalam
sengketa yang timbul dalam penanaman modal? Apakah itu berkaitan dengna
investasi domestik maupun investasi asing? Kajian tentang pola penyelsaian
sengketa dalam bidang investasi disajikan pada subab berikut ini.[25]
E. PENYELSAIAN SENGKETA PENANAMAN
MODAL YANG TIMBUL ANTARA PEMERINTAH DENGAN INVESTOR DOMESTIK.
Pada
prinsiipnya, investor yang menanamkan investasinya di indonesia mengharapkan investasi
yang ditanamkannya dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya dan tidak menimbulkan
gangguan, baik dari pihak pemerintah sendiri maupun dari masyarakat sekitarnya.
Semaikin baik dan aman dalam menjalankan usahanya para investor, maka makalah adedidikirawansemakin
besar keuntungannya yang akan diperolehnya di kemudian hari. Tujuan utama para
investor menanamkan investasinya adalah untuk mendapatkan keuntungan yang akan
diperrolehnya dikemudian hari. Tujuan para investor menanamkan investasinya
adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-sebesarnya.[26]
Walaupun
para investor telah menjalankan usahanya dengan baik, tidak tertutup
kemungkinan usaha yang dijalankannya menimbulkan persoalan dengan pihak
pemerintah maupaun masyarakat sekitarnya. Misalnya, pemerintah Indonesia telah
mencabut izin investasi dari investor, sementara izin investasinya belum habis
jangka waktunya. Persoalannya, kini bagaimana cara penyelsaian sengketa yang
timbul antara investor dengan pihak pemerintah indonesia atau masyarakat
sekitarnya.[27]
Investasi
dari aspek pembiayaan dibagi menjadi dua macam yaitu, inveesstasi yang
bersumber dari modal dalam negeri (PMDN) dan investasi yang bersumber dari
modal asing (PMA) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan luar
negeri.[28]
Apabila
kita perhatikan jenis investasi diatas, jelaslah bahwa investor yang menanamkan
modalnya di indonesia dibagi menjadi dua maccam, yaitu investor domestik dan
investor asing.[29]
Pertanyaan
kini adalah hukum dan cara apakah yang digunakan oleh para investor dalam menyelsaikan
sengketa yang muncul antara investor dengan pihak pemerintah indonesia.[30]
Apabila
sengketa yang terjadi antara investor domestik dengan pihak pemerintah
Indonesia dan masyarakat seekitarnya, hukum yang digunakaan adalah hukum
indonesia. Ada dua cara yang ditempuh oleh investor domestik untuk menyelsaikan
sengketa yang timbul antara pemerintah indonesia dengan investor domestik,
yaitu:[31]
1. Peenyelsaian
sengketa melalui nonlitigasi atau lazim disebut alternative dispute resolution (ADR).
2. Litigasi.
Ada lima cara penyelsaian sengketa melalui
ADR, yaitu :[32]
1. Konsultasi
2. Negoisasi
3. Mediasi
4. Konsiliasi
5. Penilaian
ahli
Apabila
kelima cara itu tidak dapat diselsaikan oleh kedua belah pihak, salah satu
pihak yang dirugikan dapat mengajukan persoalan itu kepengadilan. Prosedur yang
harus ditempuh adalah pihak investor domestik tersebut mengajukan gugatan ke
pengadilan di wilayah ttempat perbuatan hukum dan tempat sengketa terjadi.
Pengadilanlah yang akan memutuskan perkara tersebut.[33]
Dalam
pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal antara
pemerintah dengan investor domestik. Dalam ketentuan itu, diitentukan empat
cara dalam penyelsaian sengketa dalam penanaman modal. Keempat cara itu, antara
lain:[34]
1. Musyawarah
dan mufakat
2. Arbitrase
3. Alternatif
penyelsaian sengketa
4. Pengadiilan
Penyelsaian
dengan musyawarah dan mufakat merupakan cara untuk mengakhiri sengketa yang
timbul antara pemerintah dengan investor domestik, dimana didalam penyelsaian
itu dilakukan pembahsan bersama dengan maksud untuk mencapai keputusan dan
kesepaktan atas penyelsaian sengketa secara bersama-sama.[35]
Penyelsaian
sengketa melalui lembaga arbitrase merupakan cara untuk mengakhiri sengketa
dalam penanaman modal antara pemerintah indonesiamakalah adedidikirawan dengan investor domestik,
dimana dalam penyelsaian sengketa itu menggunakan jasa arbiter atau majelis
arbiter. Arbiter atau majelis arbiterlah makalah adedidikirawanyang menyelsaikan sengketa penanaman
modal tersebut.[36]
Alternatif
penyelsaian sengketa adalah lembaga penyelsaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati antar pemerintah indonesia dengan investor
domestik, yakni penyelsaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi,
negoisasi, mediasi, konsiliasi, atau penilain ahli. Ada lima cara penyelsaian
sengketa melalui alternatif penyelsaian sengketa, yaitu:[37]
1. Konsultasi
2. Negoisasi
3. Mediasi
4. Konsiliasi
5. Penilaina
ahli
Penyelsaian
sengketa dengan cara konsultasi merupkan cara untuk mengakhiri perselisihan
yang timbul antara pemerintah indonesia dengan investor domestik, dimana
keduabelah pihak mengadakan tukar pikiran atau konsultasi untuk menyelsaikan
sengketa dalam penanaman modal. Penyelsaian sengketa dengan cara negoisasi,
merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara pemerintah
indonesia dengan investor domestik, dimana keduabelah pihak mengadakan
perundingan untuk menyelsaikan sengketa dalam penanaman modal diantara
keduanya.[38]
Penyelsaian
sengketa dengan cara mediasi merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang
timbul antara pemerintah indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah
pihak menyepakati untuk menggunakan jasa mediator untuk menyelsaikan sengketa
dalam penanaman modal. Penyelsaian sengketa dengan cara konsiliasi merupakan
cara mengakhiri perselisihan yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan
investor domestik, dimana keduabelah pihak menyepakati makalah adedidikirawanuntuk menggunakan jasa
konsiliatoruntuk menyelsaikan sengketa dalam penanaman modal.[39]
Penyelsaian
sengketa melalui pengadilan meruupakan cara untuk mengakhiri sengketa yang
timbul antara pemerintah indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah
pihak menyepakati untuk menggunakan penilai ahli untuk menyelsaikan sengketa
dalam penanaman modal.[40]
Penyelsaian
sengketa melalui pengadilan merupakan cara untuk mengakhiri sengketa yang
timbul antara pemerintah dengan investor domestik, dimana penyelsaian ini
dilakukan dimukadan dihadapan pengadilan. Dan pengadilanlah yang nantinya akan
memutuskan tentang perselisihan tersebut. Ada tiga tingkatan pengadilan yang
harus diikuti oleh salah satu pihak, apakah pemerintah indonesia atau investor
domestik, yaitu pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan mahkamah agung .
penyelsaian melalui pengadilan memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar.[41]
F.
PENYELSAIAN
SENGKETA PENANAMAN MODAL YANG TIMBUL ANTARA PEMERINTAH DENGAN INVESTOR ASING.
Dalam
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing telah
ditentukan pola penyelsaian sengketa yang terjadi antara Pemerintah Indonesia
dengan investor asing yang berkaitan dengan tindakan nasionalisasi oleh
pemerintah, yaitu melalui lembaga arbitrase, timbulnya sengketa ini adalah
karena kedua belah pihak tidak tercapai persetujuan mengenai jumlah, macam dan
cara pembyaran kompensasi terhadap tindakan pemerintah dalam melakukan
nasionalisasi . Oleeh karena itu, setiap tindakan nasionalisasi akan
menimbulkan kewajiban dari pemerintah untuk memberikan kompensasi / ganti rugi
yang jumlah, macam dan cara pembayarannya disetujui oleh kedua belah pihak
sesuai dengan asas-asas hukum internasional yang berlaku.[42]
Lembaga
arbitrase baru digunakan apabila tidak tercapai kesepkatan tentang besarnya
kompensasi ganti rugi badan arbitrase terdiri dari tiga orang yang dipilih makalah adedidikirawanoleh
ppemerintah dan pemilik modal masing-masing satu orang, dan orang ketiga
sebagai pemilik modal masing-masing satu orang , dan orang ketiga sebagai
ketuanya yang dipilih bersama-sama oleh pemerintah dan pemilik modal. Keputusan
arbitrase ini mmengikat kedua belah pihak.[43]
Pasal
32 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman
modal telah diatur cara penyelsaian sengketa yang timbul dalam penanaman modal
antara pemerintah dengan investor asing. Dalam ketentuan itu, ditentukan dua cara
dalam penyelsaian sengketa antara pemerintah indonesia dengan investor asing.
Kedua cara itu adalh:[44]
1. Musyawarah
dan mufakat, dan
2. Arbittrase
internasional.
Penyelsaian
sengketa melalui arbitrase internasional
merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara pemerintah
indonesia dengan investor asing, dimana
kedua belah pihak sepakat menggunakan lemabaga arbitrase atau arbiter perorangan makalah adedidikirawandiluar wilayah huukum
Republik Indonesia. Sifatnya internasional. Biasanya lembaga arbitrase yang dipilih
adalah arbitrase internasiional yang berkedudukan di Paris.[45]
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1968 tentang persetujuan atas konvensi tentang penyelsaian
perselisihan antar neggara dan warga negara asing mengenai penanaman modal,
telah ditentukan pola penyelsaian sengketa yang terjadi antar negara dengen
warga negara asing. Didalam undang-undang itu ditentukan bahwa ketentuan yang
digunakan untuk penyelsaian sengketa antara negara dengan warga negara asing
adalah international Centre for the
settlement of Invesment Dispute(ICSID).[46]
International Centre of the
settlement of investment Dispute(ICSID) lahir dari Convention on the settlement of invesment
dispute betwen states and nations of other states yang merupakan badan yang
sengaja didirikanmakalah adedidikirawan bank dunia. Lemabaga ini ditetapkan tanggal 14 Oktober 1966
di Amerika Serikat. Kantor pusatnya berada di makalah adedidikirawanWashington, Amerika Serikat.[47]
Tujjuan
dan wewenang ICSID adalah menyelsaikan persengketaan yang timbul dibidang
investasi antara suatu negara dengan negara asing diantara sesama negara
peserta konvensi.[48]
International centre for the
settelement of invesment dispute (ICSID) terdiridari 9
bab (chapter) dan 75 Pasal (artikel). Hal-hal yang diatur
dalam ICSID ini, meliputi:[49]
1. Chapter 1 international centre for
the setttlement of invesment dispute(ICSID) (artikel 1
sampai dengan artikel 24)
2. Chapter
II Jurisdiction the centre (artikel
25 smpai dengan artikel 27)
3. Chapter
III Concilition (artikel 28 sampai
dengan artikel 35)
4. Chapter
IV Arbitration (artikel 36 sampai
dengan artikel 55)
5. Chapter
V Replacement and disqualification of conciliators
and arbitrator (Artikel 56 sampai dengan artikel 58)
6. Chapter
Vi Cost of Procedings (artikel 59
samapai dengan artikel 63)
7. Chapter
VII disputes betwen contracting states ( artikel 64)
8. Chapter
VIII Amandement (artikel 65 samapi
dengan artikel 66)
9. Chapter
IX Final Provisions (artikel 67 sampai dengan artikel 75).
Ada
dua pola penyelsaian sengketa yang diatur dalam ICSID, yaitu :[50]
1. Penyelsaian
sengketa melalui kkonsiliasi, dan
2. Penyelsaian
sengketa menggunkan arbitrase
1.
Penyelsaian
Melalui Konsiliasi
Konsiliasi
adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk
mencapai persetujuan dan menyelsaikan perselisihan tersebut (H.salim HS, 2005;
308), sementara itu, menurut Oppenehim, konsiliasi adalah :[51]
Suatu
proses penyelsaian sengketa dengan menyerahkannya kepada suatu komisi
orang-orang yang bertugas menguraikan menjelskan fakta-fakta dan (biasanya
telah mendengar para pihak dan mengupayakan agar mereka mencpai suatu
kesepakatan ),makalah adedidikirawan membuat usulan-usulan suatu penyelsaian, namun keputusan
tersebut tidak mengikat(dalam Haula Adlof dan A Chenderawulan 1995: 186).[52]
Penyelsaian
sengketa melalui konsiiliasi diatur dalam artkel 28 sampai dengan artikel 35
ICSID. Hal-hal yang diatur dalam artikel tersebut, meliputi :[53]
1. Komisi
konsiliasi
2. Anggota
komisi
3. Pengajuan
konsiliasi
4. Jenis
perselisihan
5. Permohonan
konsiliasi
6. Penunjukan,
jumlah dan penunjukan jumlah konsiliator
7. Proses
penyelsaian konsiliasi
8. Penyelsaian
konsiliasi
Kedelapan
hal itu disajikan berikut ini:[54]
1. Komisi
konsiliasi
Komisi
konsiiliasi diatur dalam artikel 29 ICSID. Komisi konsiliasi berada dibawah
pengawasan Dewan Administratif yang diketuai oleh presiden Bank dunia. Badan
komisi konsiliasi(pendamai), yang merupakan salah satu lembaga yang berada
dibawah ICSID,makalah adedidikirawan disamping badan arbitrase. Komisi konsiliasi ini mempunyai
kewenangan khusus untuk menyelsaikan persengketaan melalui jalan damai.[55]
2. Anggota
komisi
Anggota
komisi konsiliasi ditentukan dalam artikel 29 ayat (1) ICSID. Anggota yang
duduk dalam komisi konsiliasi disebut dengan konsiliator. Jumlah anggota
konsiliator boleh terdiri dari satu orang yang disebut konsiiliator tunggal (soleconciliator), tetapi boleh juga
terdiri dari beberapa orang asalkan jumlahnyaganjil (any uneven number).[56]
3. Pengajuan
konsiliasi
Pengajuan
konsiliasi ditentukan dalam artikel 28 ayat (2) ICSID. Agar permohonan
dapatdiminta kepada ICSID untuk diselsaikan oleh comission atau komisi pendamai, harus berdasarkan kesepakatan para
pihak. Tanpa adanya kesepaktan dalam perjanjian yang menyatakan perselisihan
yang tejadi diantara mereka akan diselsaikan melalui perdamaian menurut
tatacara yang makalah adedidikirawandiatur dalam ICSID, permohonan yang demikian akan ditolak atas
alasan tidak termasuk yuridiksinya. Kesepakatan tentang konsiliasi dapat
dicantumkan bersamaan dengan perjanjian pokok dalam bentuk pactum de compromintendo.[57]
4. Jenis
Perselisihan
Pada
dasarnya, tidak semua jenis perselisihan dapat diselsaikan melalui komisi
ICSID. Jenis perselisihan yang dapat diajukan kepada komisi ICSID hanya
persengketaan yang timbul dari perjanjian penanaman modal atau joint venture antara warga negara dengan
warga negara asing. Jenis perselisihan joint
venture tersebut bisa menyangkut bidang keuangan, perdagangan, atau alih
teknologi. Hal ini sesuai dengan ketentuan artikel 25 tentang yuridiksi dari
ICSID.[58]
5. Permohonan
Konsiliasi
Permohonan
untuk mengajukan konsiliasi telah ditentukan dalam artikel 28 ICSID. Dalam
ketentuan itu ditentukan bahwa permohonan konsiliasi diajukan oleh satu pihak
kepada sekertaris Jendral ICSID, dengan ketentuan :[59]
a. Permohonan
dalam bentuk tertulis (in writing)
b. Mencantumkan
identitas para pihak
c. Melampirkan
kesepakatan tentang penyelsaian melalui komisi menurut ketentuan ICSID.
Sekretaris
Jendral meneliti tentang permohonan salah satu pihak tersebbut. Berdasarkan
hasil penelitiannya, perselisihan yang diajukan oleh salah satu pihak tersebut
termasuuk bidang yurisdiksi. Maka permohonan konsiliasi didaftarkan. Akan
tetapi, apabila tidak termasuk yuridiksinya, pendaftaran ataupun penolakan
pendaftaran (artikel 28 ayat (3) ICSID). Segera setelah sekretaris jendaral
menerima permohonan konsiliasi, dia harus menyampaikan salinan permohonan
kepada pihak lawan.makalah adedidikirawan Tujuannya adalah agar pihak lawan tahu tentang adanya
permohonan konsiliasi dari pihak pemohon. Demikian juga halnya dengan
pendaftaran dan penolakan pendaftaran harus diberi tahu oleh sekretaris jendral
kepada para pihak . hal itu dijelaskan dalam Pasal 28 ayat 3 ICSID yang berbunyi he shall forwith notify of registration or resfusal to regiter.[60]
6. Pembentukan,
Jumlah dan Penunjukan Konsiliator
Dalam
Pasal 29 ICSID telah ditentukan tentang pembentukan, jumlah dan penunjukan
konsiliator. Setelah permohonan didaftar, ICSID segara membentuk komisi
konsiliasi atau The Concilation Commision.
Agar komisi bisa berdiri , dibarengi dengan makalah adedidikirawanpenunjukan anggota konsiliator yang
akan bertindak dan beerfungsi menyelsaikan perdamaian yang diminta. Berdasarkan
Pasal 29 ayat (2) huruf a ICSID, ditentukan jumlah konsiliator jumlah
konsiliator ditentukan diantranya:[61]
a. Boleh
terdiri dari seorang saja, yang akan bertindak sebagai konsiliator tunggal (a sole conciliator).
b. Namun
juga terdiri dari beberapa orang asal jumlahnya tetap ganjil (any uneven number)
Penunjukan
anggota konsiliator dilaksanakan ICSID. Akan tetapi boleh juga, penunjukan
menurut tata cara yang disepakati para pihak. Namun demikian, apabila para
pihak tidak setuju mengenai jumlah dan tata cara penunjukan anggota
konsiliator, komisi konsiliator harus :[62]
a. Terdiri
dari tiga orang anggota
b. Masing-masing
pihak menunjukan seorang konsiliator dan
c. Sedang
anggota konsiliator ketiga yang akan bertindak sebagai ketua, ditunjuk
berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.
Seandainya
komisi konsiliasi belum juga terbentuk dalam jangka waktu 90 hari dari tanggal
pemberitahuan pendaftaran permohonan, salah satu pihak dapat mengajukan
permintaan kepada the chairmant of
administrative council agar menunjukmakalah adedidikirawan anggota konsiliator. Penunjukan
dilakkukan oleh chairman, setelah lebih dahulu mengadakan konsultasi dengan
kedua belah pihak. Dalam pasal 14 ayat 1 ICSID telah ditentukan syarat menjadi
konsiliator syarat tersebut antara lain :[63]
1. Memiliki
integritas moral yang tinggi.
2. Dikenal
sebagai orang yang memiliki kompetisi dibidang hukum, perdagangan, industri, keuangan
dan
3. Orangnya
benar-benar dapat memberikan pertimbangan yang bebas (independent judment), dan tidak bersikap parsial atau memihak
Syarat-syarat
tersebut terutama harus dipenuhi apabila anggota konsiliator yang ditunjuk dari
luar anggota ICSID.
7. Proses
Penyelsaian Konsiliasi
Proses
penyelsaian konsiliasi telah ditentukan dalam Pasal 32 ayat 1 ICSID. Dalam
ketentuan itu ditentukan bhwa komisi konsiliasi hanya akan mengadili
(menyelsaikan) perrselisihan sepanjang hal itu meliputi kompetisinya sehingga salah
satu pihak diberikan hak untuk mengajukan eksepsi atau bantahan tentang
yuridiksi substansi eksepsinya adalah berkaitan dengan ketidakwenangan dari
ICSID . apabila ada eksepsi yang demikian, komisi harus mempertimbangkan,makalah adedidikirawan
apakah hal itu akan diputus melalui putusan sela atau akan diselsaikan bersama
dengan pokok sengketa. Tatacara proses penyelsaian konsiliasi dilakukan menurut
ketentuan aturan konsiliasi yang diatur dalam ICSID.namun, apabila ada
permasalahan yang menyangkut sengketa, tetapi tidak diatur didalamnya, cara
penyelsaian dapat dilakukan dengan tata cara yang disetujui oleh para pihak.[64]
8. Penyelsaian
Konsiliasi
Dalam
Pasal 34 ICSID telah ditentukan empat tahap dalam proses penyelsaian konsiliasi
yang dilakukan oleh komisi keempat tahap itu disajikan berikut ini:[65]
a. Tahap
Penjernihan Perselisihan
Cara
yang pertama dilakukan oleh komisi adalah menjernihkan (menjadi bersih) pokok
sengketa diantara kedua belah pihak (to
clarify the issues in disputes betwen the parties). Ada dua cra yang
dilakukan, yaitu:[66]
1) Melalui
konsultasi secara terpisah diantara para pihak atau
2) Melalui
konsultasi terbuka berhadapan kedua belah pihak dalam suatu pertemuan yang
ditentukan
b. Menemukan
Kesepakatan
Tahap
kedua yang dilakukan pleh komisi konsiliasi adalah mencoba menemukan dan
membawa para pihak kearah perumusan penyelsaian perdamaian yang dapat diterima
dan disetujui kedua belah pihak.disini diperlukan kejelian dan kesaksamaan
menampung keinginan para pihak agaar dapat menyusun rumusan yang memenuhi dapat
disetujui para pihak secara timbal balik. Sedapat mungkin komisi konsiliasi
menyusun rumusan yang saling menguntungkan yang dapat mendekatkan mereka
menerima dan menyetujui usaha konsiliasi. Usaha mencoba menemukan persetujuan
konsiliasi yang dapat diterima secara timbal balik oleh para pihak, bisa juga
dilakukan oleh komisi konsiliasi dengan cara menyampaikan rekomendasi atau
berupa anjuran untuk menerima rumusan perdamaian yang disusun komisi untuk itu,
dalam rekomendasi, komisi memberi dasar-dasar yang cukup dan masukmakalah adedidikirawan akal
dihubungkan dengan hukum yang berlaku dalam kasus perselisihan yang
bersangkutan. Usaha konsiliasi merupakan usaha yang berat, sebab harus berusaha
dan mampu menghasilkan perdamaian yang dapat disetujui kedua belah pihak. Salah
satu faktor yang paling penting peranannya menemukan dan menghasilkan
perdamaian makalah adedidikirawanyang dapat disetujui kedua belah pihak. Peran aktif dan kerja sama
para pihak yang dilandasi itikad baik dari kedua belah pihak sangat menentukan.
Tanpa hal itu, sangat sulit bagi komisi menunaikan fungsi konsiliasi yang
disetujui kedua belah pihak.[67]
c. Membuat
nota laporan persetujuan
Tahap
ketiga yang dilakukan komisi adalah membuat nota laporan persetujuan para
pihak. Tahap ini baru dilakukan apabila para pihak menyetujui perumusan
penyelsaian konsiliasi yang ditawarkan oleh komisi. Nota laporan (report noting) berisi tentang:[68]
a. Pokok
perselisihan
b. Mmencatat
atau merekam dalam laporan tentang isi persetujuan yang dicapai kedua belah
pihak
Nota
laporan ini sekaligus menjadi hasiil konsiliasi. Nota laporan dapat disamakan
dengan putusan atau ketetapan the
concilition commision.hal yang dimuat dalam nota laporan mengikat dan harus
ditaati kedua belah pihak sebab apa yang tercantum dalam nota laporan merupakan
persetujuan atau agreement kedua
belah pihak.[69]
d.
Nota Laporan Kegagalan Mencapai Perdamaian
pada
prinsipnya proses konsiliasi merupakan proses untuk mencapai perdamian dari
kedua belah pihak . anmun apabila upaya perdamaian tidak tercapai gagal, komisi
konsiliasi harus menutup penyelsaian (shall
close the procceding). Agar tindakan Penutupan atau pengakhiran proses
konsiliasi memenuhi syarat formal, komisi konsiliasi membuat nota laporan. isi
nota laporan adalah penegasan bahwa para pihak gagal mencapai persetujuan
konsiliasi. Penutupan danmakalah adedidikirawan pembuatan nota laporan kegagalan harus dikeleuarkan
komisi apabila salah satu pihak tidak mau datang atau tidak mau ikut
berpartisipasi dalam proses penyelsaian
konsiliasi.[70]
2.
Penyelsaian
Sengketa Menggunkan Arbitrase
Penyelsaian
dengn menggunakan arbitrase diatur dalam artikel 36 sampai denagn artikel 55
ICSID. Sementara itu, tatacara pengajuan permohonan samapai dengan pengambilan
putusan disajikan berikut ini.[71]
1) Tata
cara pengajuan permohonan arbitrase
Dalam
artikel 36 ICSID telah ditentukan tata cara pengajuan permohonan penyelsaian
sengketa kepada Centre, melalui forum arbitrase (Arbitral tribunal) dalam makalah adedidikirawanketentuan itu ditentukan tata cara sebagai
berikut:[72]
a) Pengajuan
perm ohonan disampaikan kepada sekretaris jendral dewan administrative centre
b) Permohonan
diajukan secara tertulis
c) Permohonan
membuat penjelsan tentang:
(1)
Pokok-pokok perselisihan
(2)
Identitas para pihak
(3) Mengenai
adanya persetujuan mereka untuk mengajukan persilisihan yang timbul menurut
ketentuan centre
Setelah
menerima permohonan tersebut, sekretaris jendral mendaftar permohonan, kecuali
dia menemukan dalam penjelasan permohonan bahwa perselisihan yang timbul
nyata-nyata berada diluar yuridiksi centre dalam hal perselisihan yang berada
diluar yuridiksi centre, skretaris jendral menolak untuk mendaftar . untuk itu,
sekretaris jendral membuat dan menyampaikan penolakan dalam bentuk
pemberitahuan atau notice kepada para pihak. Dalam permohonan memenuhi syarat,
dan permohonan telah di makalah adedidikirawandaftar, maka sekretaris jendral menyampaikan
pemberitahuan kepada para pihak dan salinan permohonan kepada pihak lain.[73]
2) Pembentukan
tribunal arbitrase
Apabila
sekretaris jendral telah menerima dan mendaftar permohonan perselisihan yang
diajuukan slah stu pihak, centre harus segera mungkin membentukmakalah adedidikirawan mahkamah
arbitrase (tribunal arbitral). Menurut
artikel 37 ayat (2) ICSID telah ditentukan pembentukan mahkamh arbitrase yang
dilakukan cenntre. Mahkamh arbitrase ;[74]
a) Bolehhanya
terdiri dari seorang arbiter (arbitrator) saja
b) Tetapi
boleh juga arbiternya terdiri dari beberapa orang yang jumlahnya ganjil (any uneven number of arbitrator).
Jika
para pihak menyetujui jumah arbiter yang ditunjuk atau mereka tidak dapat
menerima tata cara penunjukan yang dilakukan centre, cara lain penunjukan
arbiter merujuk kepada ketentuan artikel 37 ayat (2) huruf b ICSID, dengan
acuan penerapan :[75]
a) Anggota
harus terdiri dari tiga orang arbiter
b) Masing-masing
menunjuk seorang arbiter dan
c) Anggota
yang ketiga ini langsung mutlak menjadi kketua (Presiden) dari tribunal
arbitrase yang bersangkutan.
Para
pihak dapat menyetujui arbiter yang ditunujuk centre sebaliknya dapat menolak
apabila arbiter yang ditunjuk tidak mereka setujui, atau apabiila metode dan
tata cara penunjukan mereka anggap kurang sesuai. Dalam hal yang demikian,
pengangkatan anggota arbiter sepenuhnya menjadi hak dan kewenaangan para pihak
untuk mengangkat masing-masing aeorang arbiter. Sementara itu, pengangkatan
atau penunjukan arbiter ketiga harus atas persetujuan bersama dari semua pihak.
Dan anggota yang ketiga ini langsung akan bertindak sebagai ketua (presiden). Selanjutnya
menurut artikel 38 ICSID, apabila dalam tempo 90 hari dari tanggal
pemberitahuan pendaftaranmakalah adedidikirawan permohonan tribunal arbbitrase belum dibentuk, ketua
dewan administratif centre (chairman of
the administrative council) berwenang menunjjuk seorang atau beberapa
aorang arbiter . kewenangan yang demikian ada pada diri ketua dewan
administratif apabila telah ada permohonan dari salah satu pihak. Disamping
itu, kewenangan penujukan arbiter yang seperti itu tidak boleh diambil dari
negara peserta konvensi yang sedang berselisih. Satu hal lagi yang perllu
diketahui dalam komposisi anggota arbiter, yaitu mayoritas anggota arbitrase
harus ditunjuk daari luar negara peserta konvensi yang sedang berselisih. Hal
itu ditegaskan dalam artikel 39 konvensi. Namun demikian, kettentuan ini dapat
dikesampingkan apabila para pihak menyetujui bahwa arbiter tunggal ditunjuk
dari salah satu negara para pihak atau mereka setuju mayoritas anggota arbiter
dapat ditunjuk dari salah satu negara para pihak.[76]
3) Kewenangan
dan fungsi tribunal arbitrase
Arbitrase
centre merupakan mahkamah yang bersifat internasional. Kewenangan dari
arbitrase centre adalah untuk mengadili atau memutus perselisihan sesuai dengan
kompetensinya(artikel 40 ICSID). Berarti seelama apa yang disengketakan para
pihak masdih termasuk bidanng yuridiksi yang ditentukan Pasal 32 dan artikel 25
ICSID para anggota arbiter sepenuhnya berwenang untuk memutus perselisihan
.Dalam hal ada bantahan (objection) dari
salah satu pihak yang makalah adedidikirawanmenyatakan apa yang dipersilisihkan adalah diluar
yuridiksi centre atau berdasar alasan lain yang memperlihatkan apa yang
diperselisihkan di luar kewenangan tribunal arbitrase yang dibentuk, tribunal
yang bersangkuatan lebih dahulu mempertimbangkan dan memutus tentang hal
tersebut dalam bentuk putusan pendahuluan (priminalary).
Akan tetapi, bisa juga hal itu dipertimbangkan dan diputus bersamaan dengan
pokok persengketaaan apabila tata carayang demikian lebih bermanfaat .[77]
Sehubungan
kewenangan dan fungsi memutus perselisihan, lebih lanjut diuraikan dalam
hal-hal dibawah ini
a) Memutus
sengketa menurut hukum
Menurut
artikel 42 konvensi, arbitrase centre terkait pada ketentuan hukum (rules of law) dalam memutus perselisihan
yang terjadi. Prinsip ini merupakan patokan utama yang acuan penerapannya dapat
dijabarkan secra ringkas, sebagai berikut:[78]
(1) Centre
harus memutus berdasarkan hukum yang telah disepakati para pihak dalam
perjanjian.
(2) Dalam
perjanjian tidak menentukan tata hukum mana yang akan diterapkan, centre menerapkan
tata hukum dari negara peserta yang sedang berselisih.makalah adedidikirawan Dalam menerapkan tata
hukum yang demikian, harus senantiasa berpedoman pada ketentuan dan asas hukum
internasional.
(3) Centre
dilarang menerapkan hukum yang tidak dikenal oleh para pihak-pihak yang
berselisih
(4) Akan
tetapi centre dapat memutus perselisihan berdasar kepatutan atau ex aequo et bono, jika hal itu
disepakati para pihak dalam perjanjian.
b) Putusan
Provisi
Dalam
artikel 47 ICSID telah ditentukan kewenangan dari centre. Kewenangan ituadalah
menjatuhkan:[79]
(1) Putusan
penduhuluan atau
(2) Putusan
provisi maupun
(3) Tindakan
sementara
Penjatuhan
putusan itu didasarkan pada pertimbangan untuk
melindungi dan menghormati hak dan kepentingan salah satu pihak. Dalam
tindakan atau putusan seementara, dapat dimasukan penyitaan barang-barang yang disengketakan, agarmakalah adedidikirawan gugatannya tidak
mengalami illusior dikemudian hari . bisa juga pelarangan
penjualan atau pemindahan barang, asalkan itu merupakan objek yang langsung
terlibat dalam persetujuan. [80]
4) Putusan
Arbitrase Centre
Tujuan
utama arbitrase centre ialah memutus perselisihan yang timbul apabila
perselisihan itu telah diajukan kepadannya dalam artikel 48 ICSID telah
ditentuukan tata cara pengambilan keputusan. Tata cara pengambilan keputusan
oleh arbitrase centre, disajikan berikut ini:[81]
a) Putusan
diambil berdasar suara mayoritas anggota rbiter
b) Putusan
arbiter yang sah ialah :
(1)
Dituangkan dalam putusan tertulis dan
(2)
Ditandatangani oleh anggota arbiter yang
menyetujui putusan.
c) Putusan
memuat segala segi permasalahan serta alasan-alasan yang menyangkut dasar
pertimbangan putusan .
d) Setiap
anggota arbiter dibenarkan mencantumkan pendapat pribadi (individual opinion) dalam putusan, meskipun pendapat tersebut
berbeda dan menyimpang dari pendapat mayoritas anggota bahkan, boleh juga
sorang anggota mencantumkan suatu pernyataan mengapa dia berbeda pendapat
dengan mayoritas anggota arbiter.
e) Centre
tidak boleh membubilikasi putusan, tanpa persetujuan para pihak.
Selanjutanya,
sekretaris jendral harus segera mengirimkan salinan putusan kepada para pihak.
Putusan dianggap memiliki daya mengikat atau binding makalah adedidikirawanterhitung dari tanggal pengiriman salinan. Selama jangka
waktu 45 hari dari tanggal dimaksud, para pihak dapat mengajukan pertanyaan
yang berkenaan dengan kesalahan pengetikan, perhitungan atau kekeliruan lain
yang sejenis.[82]
Walaupun
putusan itu telah diputuskan oleh centre, namun para pihak atau salah satu
pihak diperkenankan melakukan :[83]
a) Iinterpretasi
putusan
b) Revisi
putusan
c) Pembatalan
putusan
Ketiga
hal itu dijelaskan berikut ini:[84]
a) Interpretasi
putusan
Adakalanya
keputusan centre menimbulkan perselisihan di antara para pihak, baik mengenai
makna maupun mengenai jangkauan putusan. Dalam hal yang seperti itu, pasal 50
ICSID memberi hak kepada setiap pihak untuk mengajukan pendapat tentang
penafsiran yang menyangkut pelaksanaan putusan. Pengajuan interpretasi atas
putusan diajuukan kepada sekretaris jendral. Untuk menyelsaikan perbedaan
penafsiran yang diajukan, diserahkan kepada tribunal arbitrase yang semula
memutusnya . dalam hal tribunal arbitrse semula tidak mungkin lagi
menyelsaikan, misalnyamakalah adedidikirawan karena salah seorang anggota arbiter meninggal, dapat
dibentuk tribunal arbitrse baru, yang secara khusus diserahi tugas untuk
mengambil desis (keputusan) atas perbedaan penafsiran dimaksud. Dan dalam hal
ada perselisihan penafsiran atas putusan, pelaksanaan eksekusi lebih baik
ditangguhkan.
b) Revisi
atas putusan
Pada
prinsipnya, setiap putusan yang dijatuhkan oleh centre dapat direvisi atau
diubah. Dalam artikel 51 ICSID telah ditentukan bahwa setiap pihak
diperkenankan untuk mengajukan permintaan revisi atas putusan yang dijatuhkan.
Pengajuan permintaan revisi dibuat secara tertulis yang diajukan kepada
sekretaris jendral.
Pengajuan
permintaan revisi didasarkan atas alasan ditemukanmakalah adedidikirawan fakta-fakta yang bersifat
sangat menentukan mempengaruhi putusan. Pengajuan revisi dalam tempo 90 hari
dari tanggal pengiriman salinan putusan. Penilaian atas permohonan makalah adedidikirawanrevisi
dapatdiselsaikan oleh tribunal arbitrase semula. Jika hal itu tidak mungkin
dibentuk tribunal arbitrse baru yang secara khusus menilai dan memutus
permohonan revisi. Apabila dianggap penting, selama permasalahan revisi belum
diselsaikan pelaksanaan putusan ditangguhkan.
c)pembatalan
Putusan
pada
prinsipnya keputusan oleh centre dapat diajukan pembatalan oleh salah satu
pihak. Permohonan pembatalan putusan diajuukan dalam bentuk tertulis, dan
ditujukan pada sekretaris jendaral.
Setiap
permohonan pembatalan putusan harus didasarkan atas alasan yang dapat digunakan
oleh para pihak adalah sebagai berikut:
(1) Pembentukan
tribunal arbitrase yang memutus tidak tepat
(2) Tribunal
arbitrase yang memutus melampaui batas kewenangan atau manisfestly exeeded its powers
(3) Adakecurangan
atau coruption dari sementara anggota
arbiter
(4) Ada
penyimpangan yang sangat serius dari fundamentum atau aturan acara
(5) Putuusan
gagal mencantumkan alasan-alasan yang menjadi dasr putusan
Permohonan
pembatalan putusan diajukan dalam tenggang waktu 120 hari dari tanggasl
pengiriman salinan putusan kecuali jika pembatalan didasarkan atas alasan
kecurangan tenggang waktunya 120 hari dari tanggal kecurangan ditemukan tata
cara pembatalan putusan telah ditentukan dalam artikel 52 ayat (3) ICSID. Tata
cara itu adalah sebagai berikut:
(1) Ketua
dewan adminstratif (chairman of the
administratif council) dalam hal ini presiden bank dunia menunjuk anggota
arbiter untuk duduk dalam komite ad hocmakalah adedidikirawan yang terdiri dari tiga orang.
(2) Penunjukan
anggota arbiter yang akan duduk dalam komite ad hoc tidak boleh di ambil dri
anggota arbiter yang semula menjatuhkan putusan permohonan pembatalan.
Selama
permohonan berjalan,makalah adedidikirawan pelaksaanan putusan dapat ditangguhkan jika putusan
dibatalkan atas permintaan salah satu pihak, perselisihan semula akan diputus
oleh tribunal arbittrase baru yang dibentuk untuk itu
Aturan
arbitrase yang dapat dipilih oleh para pihak untuk menyelsaikan sengketa
penanaman investasi asing adalah:
(1) ICC
(international chamber of commerce)Rules
(2) UNCITRAL
(united nation commision on international
trde law)
(3) Konvensi
New York
(4) Konvensi
Washington
SIMPULAN DAN
SARAN
Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Pelanggaran
Di Bidang Pasar Modal mencakup:
a. Pelanggaran
yang dilakukan secara individual
b. Pelanggaran
yang dilakukan kelompok
c. Pelanggaran
yang dilakukan langsung atau berdasarkan perintah atau pengaruh pihak lain
2. Dalam
pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal antara
pemerintah dengan investor domestik. Dalam ketentuan itu, makalah adedidikirawandiitentukan empat
cara dalam penyelsaian sengketa dalam penanaman modal. Keempat cara itu, antara
lain:
1. Musyawarah
dan mufakat
2. Arbitrase
3. Alternatif
penyelsaian sengketa
4. Pengadiilan
3. Pasal
32 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman
modal telah diatur cara penyelsaian sengketa yang timbul dalammakalah adedidikirawan penanaman modal
antara pemerintah dengan investor asing. Dalam ketentuan itu, ditentukan dua
cara dalam penyelsaian sengketa antara pemerintah indonesia dengan investor
asing. Kedua cara itu adalah:
1. Musyawarah
dan mufakat, dan
2. Arbittrase
internasional.
Saran
***********************************************************************************
PENYELSAIAN SENGKETA PMA DI HUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO 30 TAHUN1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELSAIAN SENGKETA