DMCA.com Protection Status Selamat Datang Di Catatan dan Tugas kuliah S1/S2 Fak.Hukum: 10/31/16

Senin, 31 Oktober 2016

PARADIGMA HUKUM INDONESIA DALAM KONSEP HUKUM

Part III
Struktur keberadaan manusia (eksistensi) dalam pandangan hidup pancasila adalah kebersamaan dengan sesamanya di dunia. Lingkunngan hidup manusia dalamnya manusia menjalani kehidupannya, mencakup alam semesta dengan segala isinya, termasuk sesame manusia dan kulturnya yang dialaminya. Struktur keberadaan yang demikian ituadedidikirawan menyebabkan dengan sendirinya kehidupan manusia selalu menghadirkan hokum didalamnya. Dengan kata lain, keberadaan hokum itu inhern dalam keberadaan manusia, karena struktur keberadaanya yang ada bersama dengan sesamanya di dunia, dan manusia itu berakal budi serta berhati nurani. Pemahaman akal budi dan penghayatan hati nurani terhadap struktur dan kenyataan keberadaannya memunculkan penghayatan tentang apa yang adil dan apa yang tidak adil(kesadaran hokum). Pada hakikatnya hokum adalah produk penilaian akaladedidikirawan budi yang berakar dalam hati nurani manusia manusia tentang keadilan berkenaan dengan perilaku manusia dan situasi kehidupan manusia.penghayatan tentang keadilan memunculkan penilaian bahwa dalam situasi kemasyarakatan tertentu orangadedidikirawan seyoyanya berprilaku dengan cara tertentu, artinya seharusnya melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, karena hal itu adil atau memenuhi rasa keadilan. Penilaian demikian itu disebut penilaian hhukum. Penilaian hokum ini terbentuk sebagai produk proses pemaknaan akal budi dab hati nurani terhadap hasil persepsi manusis tentang situasi kemasyarakatan tertentu dalam kerangka pandangan hidup, keyakinan keagaaman dan keyakinan etis dengan berbagai nilainya yang dianut. Jika seyogianya ini atau keharusan iniadedidikirawan dalam kesadaran manusia mengalami transformasi lewat proses dialektik interaksi social yang mengobyektifkannya menjadi pedoman dalam menetapkan keharusan berperilaku dengan cara tertentu di masa depan dan kepatuhannya tidak sepenuhnya diserahkan kepada keyakinan dan kemauan subyektif orang perorang, melainkan dapat dipaksakan oleh masyarakat(yangdiwakilkan kepada kekuasaan public) melalui prosedur tertentu, makaadedidikirawan seyogyianya atau keharusan itu menjadi kaidah hokum, yang bentuknya dapat tertulis atau tidak tertulis, sebagai demikian kaidah hokum menyandang kekuatan berlaku obyektif yang mengkaidahi perilaku orang. Karena situasi kemasyarakatan itu menjalani perkembangan, maka kaidah hokum (penilaian hokum ) itu pada dasarnya merupakan produk sejarah yang sekali terbentuk akan menjalani kehidupan mensejarahdan menyandang sifat kemasyarakatan, yang kemudian akan mempengaruhi perjalanan sejarah dan sifat kemasyarakatan dari massyarakat yang bersangkutan.
Kaidah hokum menetapkan bahwa jika terjadi peristiwa atau situasi tertentu maka subyek tertentu dalam hubungan dengan subyek yang lain tertentuatau masyarakat sebagai keseluruhan harus berperilaku dengan cara tertentu, karena hal itu, adil dan langsung berkaitan dengan terwujudnya ketertiban dalam masyarakat yang diperlukan tiap orang untuk dapat menjalani kehidupannya secaraadedidikirawan wajar sesuai dengan martabat dan harkatnya sebagai manusia, tanpa harus mengandalkan kekuatan. Ini berarti bahwa kaidah hokum itu menetapkan hubungan yang memaksa antara syarat dan apa yang seharusnya terjadi jika syarat itu terpenuhi. Karena itu, hokum dan kaidah –kaidahnya termasuk dalam dunia das sollen , dan tidaak termasuk namun bersumber danadedidikirawan mengarah balik pada dunia das sein  hanya dalam bentuk kaidah hokum saja hokum itu dapat menjadi obyek oengetahuan manusia dan dengan itu menjadi obyek ilmu khususnya ilmu hokum.
Sebagai keharusan tentang cara berperilaku, hokum dan kaidah-kaidahnya menghendaki perwujudan dan kepatuhan dalam kenyataan kemasyarakatan namun relasi dan kepatuhan dalam kenyataan kemasyarakatn hanya mungkin terjadi dan secara rasional hanya dapat serta layak diharapkan,jika hokum tidak bermuatan kontradiksi dan kaidah-kaidahnya tidak saling bertentangan. Ini berarti keberadaan hokum dan kaidah-kaidahnya tidak dapat lain kecuali mewujudkan diri sebagai suatu kesatuan yang koheren bersistem. Untuk itu hokum menciptakan asas-asas yangadedidikirawan mencegah timbulnya kontradiksi di dalam dirinya sendiri. Hal ini hanya mungkin terjadi jika kesdaran hokum yang telah memunculkan juga system. Kebersisteman dalam kesadaran dalam kesadaran hokum itu adalah tuntutan logical dari hakikat dan tujuan keberadaan hokum itu sendiri, kebersisteman ini dimungkinkan terjadi oleh bekkerjanya fungsi logical dalam kehidupan rohani atau kejiwaan manusia, yang memungkinkan manusia meresepsi dan menata keberadaannya sendiri danadedidikirawan dunia sekelilingnya sehingga menjadi dapat dimengerti bermakna dan mengarahkan atau mempodami perilakunya. Karena hokum terbentuk oleh dan didalam sejarah serta menjalan I proses menyejarah maka system hokum yang terbentuk didalamnya itu dengan sendirinya merupakan system terbuka yang menyandang sifat dinamis.
Dalam masyarakat majemuk implmentasi dan kepatuhan pada hokum memerlukan pemositivan dan berbagai lembaga yang dibentuk atau terbentuk untuk itu. Keseluruhan kaidah hokum positif dan asas yang melandasinya, oranata hokum kelembagaan hokum dan proses pembentuakan kaidah hokum serta implementasinya disebut tatanan hokum. Subsistem tata hukumnya (keseluruhan kaidah hokum positif serta asas-asas yang melandasi dan mempersatukannya),walaupun termasuk dalam duniaadedidikirawan das sollen, namun berakar dan ditimbulkan secara dialektis dari dalam serta diarahkan untuk menata kenyataan kemasyarakatan yang berada dalam dunia das sein atau dunia eempiris. Karena itu, tata hokum itu terbentuk sebagai hasil produk interaksi dialektik antara das sein dan das sollen yang menghendaki realisasi dalam dunia das sein sehingga daapatadedidikirawan dikatakan bahwa tata hukuum itu adalah hokum dalam dunia das sollen-sein (das sollen yang bertumpu dan ditimbulkan secara dialektik oleh das sein serta terarah balik pada das sein tersebut), yang menjadi obyek studi ilmu hokum. Perilaku hokum dan proses hokum yang mengacu dan diberi bentuk olehadedidikirawan kaidah hokum (adanya ) kaidah hokum dari dunia das sollen berlangsung dalam dunia das sein (dunia empiris), dank arena itu dapat dikatakan merupakan hokum dalam dunia das sein-sollen yang menjadi obyek studi ilmu-ilmu social.
Pengertian hokum sebagai obyek limu hokum menunjuk pada tatanan hokum yang mencakup keseluruhan tata hokum yang terdiri atas asas-asas, kaidah-kaidah dan pranata-pranata hokum yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, serta keseluruhan lembaga-lembaga dan proses-proses yang diperlukan untuk mewujudkan hokum itu dalam kenyataan. Unsur tataadedidikirawan hukumnya tersusun secara hirarkis dalam suatu system aturan hokum karena bekerjanya lex superiori derogate legi inferiori, lex posteriori derogate legi priori, asas lex specialis derogate legi generali, dan asas non retroaktif. Asas-asas ini yang mengungkapkan fungsi logical akal budi manusia, sesungguhnya inheren dalam hokum sertaadedidikirawan dalam pengertian dan keberadaan tatanan hokum itu sendiri yang terbawa oleh hakikat dan tujuannya sendiri (menjamin stabilitas dan prediktibilitas demi kepastian dan keadilan) niscaya harus mewujudkan kesatuan bersistem.
Hhukum terbentuk dan berkembang sebagai produk yang sekaligus mempengaruhi,d an karena itu mencerminnkan, dinamika proses interaksi yang berlangsung terus menerus antara berbagai kenyataan kemasyarakatan (aspirasi manusia, keyakinan keagamaan, social, ekonomi, politik, moral, kkondisi kebudayaan danadedidikirawan peradaban dalam batas-batas alamiah) satu dengan yang lainnya yang berkonnfrontasi dengan kesadaran dan penghayatan manusia terhadap kenyataan kemasyarakatan itu berakar dalam pandangan hidup yang dianut serta kepentingan dan kebutuhan nyata manusia. Karena itu, juga terbawa oleh hakikatnya iniadedidikirawan, hokum dan tatanan hokum yang bersifat dinamis. Dalam masyarakat yang teratur yang sudah terorganisasikan secara politik dalam bentuk Negara, proses pembentukan hokum itu berlangsung melalui proses politik yang menghasilkan perundang-undangan, proses peradilan yang menghasilkan yurisprudensi, putusan birokrasi pemerintahan yang menghasilkan ketetapan perilaku hokum masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang memunculkan hokum tidak tertulis, dan pengembanan ilmu hokum (pembentukan doktrin). Corak hokum yang berlaku dalam suatu Negara ditentukan oleh factor kesadaran hokum yang hidup dalam masyarakat dan factor politik hokum.
Hokum mengemban fungsi ekspresif, yakni mengungkapkan pandangan hidup, nilai-nilai budaya dan keadilan. Disamping itu hokum juga mengemban fungsi instrumental, yakni sarana untuk menciptakan dan memelihara ketertiban, stabilitas dan prediktibilitas, sarana untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan mewujudkan keadilan, sarana pendidikan dan pengadaban masyarakat, sarana mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat danadedidikirawan sarana untuk pembeharuan masyarakat (mendorong mengkanalisasi dan mengarahkan perubahan masyarakat). Dalam masyarakat pasca colonial yang sedang menjalani perubahan social yang fundamental dan mencakup seluruh bidang kehidupan secara simultan, maka perundang-undangan memegang peranan dominan dalam pembangunan tata hokum adedidikirawannasional serta menalankan fungsi hokum sebagai srana pendidikan dan perubahan masyarakat. Yurisprudensi berperan untuk mendukung dengan menjabarkan ketentuan perundang-undangan dalam putusan konkretnya. Dalam kaitan ini maka ilmu hokum yang adekuat sangat dibutuhkan sebagai sarana intelektual untuk membantu proses pembentukan hokum melalui perundang-undaangan dan yurisprudensi serta membantu penyelenggaraan hokum menjalankan fungsi hokum sebagai sarana pendidikan dan pembaharuan masyarakat