Part III
Struktur keberadaan manusia
(eksistensi) dalam pandangan hidup pancasila adalah kebersamaan dengan
sesamanya di dunia. Lingkunngan hidup manusia dalamnya manusia menjalani
kehidupannya, mencakup alam semesta dengan segala isinya, termasuk sesame
manusia dan kulturnya yang dialaminya. Struktur keberadaan yang demikian ituadedidikirawan
menyebabkan dengan sendirinya kehidupan manusia selalu menghadirkan hokum
didalamnya. Dengan kata lain, keberadaan hokum itu inhern dalam keberadaan
manusia, karena struktur keberadaanya yang ada bersama dengan sesamanya di
dunia, dan manusia itu berakal budi serta berhati nurani. Pemahaman akal budi
dan penghayatan hati nurani terhadap struktur dan kenyataan keberadaannya
memunculkan penghayatan tentang apa yang adil dan apa yang tidak adil(kesadaran
hokum). Pada hakikatnya hokum adalah produk penilaian akaladedidikirawan budi
yang berakar dalam hati nurani manusia manusia tentang keadilan berkenaan
dengan perilaku manusia dan situasi kehidupan manusia.penghayatan tentang
keadilan memunculkan penilaian bahwa dalam situasi kemasyarakatan tertentu
orangadedidikirawan seyoyanya berprilaku dengan cara tertentu, artinya
seharusnya melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, karena hal itu
adil atau memenuhi rasa keadilan. Penilaian demikian itu disebut penilaian
hhukum. Penilaian hokum ini terbentuk sebagai produk proses pemaknaan akal budi
dab hati nurani terhadap hasil persepsi manusis tentang situasi kemasyarakatan
tertentu dalam kerangka pandangan hidup, keyakinan keagaaman dan keyakinan etis
dengan berbagai nilainya yang dianut. Jika seyogianya ini atau keharusan iniadedidikirawan
dalam kesadaran manusia mengalami transformasi lewat proses dialektik interaksi
social yang mengobyektifkannya menjadi pedoman dalam menetapkan keharusan
berperilaku dengan cara tertentu di masa depan dan kepatuhannya tidak
sepenuhnya diserahkan kepada keyakinan dan kemauan subyektif orang perorang,
melainkan dapat dipaksakan oleh masyarakat(yangdiwakilkan kepada kekuasaan
public) melalui prosedur tertentu, makaadedidikirawan seyogyianya atau
keharusan itu menjadi kaidah hokum, yang bentuknya dapat tertulis atau tidak
tertulis, sebagai demikian kaidah hokum menyandang kekuatan berlaku obyektif
yang mengkaidahi perilaku orang. Karena situasi kemasyarakatan itu menjalani
perkembangan, maka kaidah hokum (penilaian hokum ) itu pada dasarnya merupakan
produk sejarah yang sekali terbentuk akan menjalani kehidupan mensejarahdan
menyandang sifat kemasyarakatan, yang kemudian akan mempengaruhi perjalanan
sejarah dan sifat kemasyarakatan dari massyarakat yang bersangkutan.
Kaidah hokum menetapkan bahwa
jika terjadi peristiwa atau situasi tertentu maka subyek tertentu dalam
hubungan dengan subyek yang lain tertentuatau masyarakat sebagai keseluruhan
harus berperilaku dengan cara tertentu, karena hal itu, adil dan langsung
berkaitan dengan terwujudnya ketertiban dalam masyarakat yang diperlukan tiap
orang untuk dapat menjalani kehidupannya secaraadedidikirawan wajar sesuai
dengan martabat dan harkatnya sebagai manusia, tanpa harus mengandalkan
kekuatan. Ini berarti bahwa kaidah hokum itu menetapkan hubungan yang memaksa
antara syarat dan apa yang seharusnya terjadi jika syarat itu terpenuhi. Karena
itu, hokum dan kaidah –kaidahnya termasuk dalam dunia das sollen , dan tidaak termasuk namun bersumber danadedidikirawan
mengarah balik pada dunia das sein hanya dalam bentuk kaidah hokum saja hokum itu
dapat menjadi obyek oengetahuan manusia dan dengan itu menjadi obyek ilmu
khususnya ilmu hokum.
Sebagai keharusan tentang cara
berperilaku, hokum dan kaidah-kaidahnya menghendaki perwujudan dan kepatuhan
dalam kenyataan kemasyarakatan namun relasi dan kepatuhan dalam kenyataan
kemasyarakatn hanya mungkin terjadi dan secara rasional hanya dapat serta layak
diharapkan,jika hokum tidak bermuatan kontradiksi dan kaidah-kaidahnya tidak
saling bertentangan. Ini berarti keberadaan hokum dan kaidah-kaidahnya tidak
dapat lain kecuali mewujudkan diri sebagai suatu kesatuan yang koheren
bersistem. Untuk itu hokum menciptakan asas-asas yangadedidikirawan mencegah
timbulnya kontradiksi di dalam dirinya sendiri. Hal ini hanya mungkin terjadi
jika kesdaran hokum yang telah memunculkan juga system. Kebersisteman dalam
kesadaran dalam kesadaran hokum itu adalah tuntutan logical dari hakikat dan
tujuan keberadaan hokum itu sendiri, kebersisteman ini dimungkinkan terjadi
oleh bekkerjanya fungsi logical dalam kehidupan rohani atau kejiwaan manusia,
yang memungkinkan manusia meresepsi dan menata keberadaannya sendiri danadedidikirawan
dunia sekelilingnya sehingga menjadi dapat dimengerti bermakna dan mengarahkan
atau mempodami perilakunya. Karena hokum terbentuk oleh dan didalam sejarah
serta menjalan I proses menyejarah maka system hokum yang terbentuk didalamnya
itu dengan sendirinya merupakan system terbuka yang menyandang sifat dinamis.
Dalam masyarakat majemuk
implmentasi dan kepatuhan pada hokum memerlukan pemositivan dan berbagai
lembaga yang dibentuk atau terbentuk untuk itu. Keseluruhan kaidah hokum
positif dan asas yang melandasinya, oranata hokum kelembagaan hokum dan proses
pembentuakan kaidah hokum serta implementasinya disebut tatanan hokum.
Subsistem tata hukumnya (keseluruhan kaidah hokum positif serta asas-asas yang
melandasi dan mempersatukannya),walaupun termasuk dalam duniaadedidikirawan das
sollen, namun berakar dan ditimbulkan secara dialektis dari dalam serta
diarahkan untuk menata kenyataan kemasyarakatan yang berada dalam dunia das
sein atau dunia eempiris. Karena itu, tata hokum itu terbentuk sebagai hasil
produk interaksi dialektik antara das sein dan das sollen yang menghendaki
realisasi dalam dunia das sein sehingga daapatadedidikirawan dikatakan bahwa
tata hukuum itu adalah hokum dalam dunia das sollen-sein (das sollen yang
bertumpu dan ditimbulkan secara dialektik oleh das sein serta terarah balik
pada das sein tersebut), yang menjadi obyek studi ilmu hokum. Perilaku hokum dan
proses hokum yang mengacu dan diberi bentuk olehadedidikirawan kaidah hokum (adanya
) kaidah hokum dari dunia das sollen berlangsung dalam dunia das sein (dunia
empiris), dank arena itu dapat dikatakan merupakan hokum dalam dunia das
sein-sollen yang menjadi obyek studi ilmu-ilmu social.
Pengertian hokum sebagai obyek
limu hokum menunjuk pada tatanan hokum yang mencakup keseluruhan tata hokum yang
terdiri atas asas-asas, kaidah-kaidah dan pranata-pranata hokum yang mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat, serta keseluruhan lembaga-lembaga dan
proses-proses yang diperlukan untuk mewujudkan hokum itu dalam kenyataan. Unsur
tataadedidikirawan hukumnya tersusun secara hirarkis dalam suatu system aturan hokum
karena bekerjanya lex superiori derogate legi
inferiori, lex posteriori derogate legi priori, asas lex specialis derogate legi
generali, dan asas non retroaktif. Asas-asas ini yang mengungkapkan fungsi logical
akal budi manusia, sesungguhnya inheren dalam hokum sertaadedidikirawan dalam
pengertian dan keberadaan tatanan hokum itu sendiri yang terbawa oleh hakikat
dan tujuannya sendiri (menjamin stabilitas dan prediktibilitas demi kepastian
dan keadilan) niscaya harus mewujudkan kesatuan bersistem.
Hhukum terbentuk dan berkembang
sebagai produk yang sekaligus mempengaruhi,d an karena itu mencerminnkan,
dinamika proses interaksi yang berlangsung terus menerus antara berbagai
kenyataan kemasyarakatan (aspirasi manusia, keyakinan keagamaan, social,
ekonomi, politik, moral, kkondisi kebudayaan danadedidikirawan peradaban dalam
batas-batas alamiah) satu dengan yang lainnya yang berkonnfrontasi dengan
kesadaran dan penghayatan manusia terhadap kenyataan kemasyarakatan itu berakar
dalam pandangan hidup yang dianut serta kepentingan dan kebutuhan nyata
manusia. Karena itu, juga terbawa oleh hakikatnya iniadedidikirawan, hokum dan
tatanan hokum yang bersifat dinamis. Dalam masyarakat yang teratur yang sudah
terorganisasikan secara politik dalam bentuk Negara, proses pembentukan hokum itu
berlangsung melalui proses politik yang menghasilkan perundang-undangan, proses
peradilan yang menghasilkan yurisprudensi, putusan birokrasi pemerintahan yang
menghasilkan ketetapan perilaku hokum masyarakat dalam kehidupan sehari-hari
yang memunculkan hokum tidak tertulis, dan pengembanan ilmu hokum (pembentukan
doktrin). Corak hokum yang berlaku dalam suatu Negara ditentukan oleh factor kesadaran
hokum yang hidup dalam masyarakat dan factor politik hokum.
Hokum mengemban fungsi ekspresif,
yakni mengungkapkan pandangan hidup, nilai-nilai budaya dan keadilan. Disamping
itu hokum juga mengemban fungsi instrumental, yakni sarana untuk menciptakan
dan memelihara ketertiban, stabilitas dan prediktibilitas, sarana untuk
melestarikan nilai-nilai budaya dan mewujudkan keadilan, sarana pendidikan dan
pengadaban masyarakat, sarana mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat danadedidikirawan sarana untuk pembeharuan masyarakat (mendorong
mengkanalisasi dan mengarahkan perubahan masyarakat). Dalam masyarakat pasca colonial
yang sedang menjalani perubahan social yang fundamental dan mencakup seluruh
bidang kehidupan secara simultan, maka perundang-undangan memegang peranan
dominan dalam pembangunan tata hokum adedidikirawannasional serta menalankan
fungsi hokum sebagai srana pendidikan dan perubahan masyarakat. Yurisprudensi berperan
untuk mendukung dengan menjabarkan ketentuan perundang-undangan dalam putusan
konkretnya. Dalam kaitan ini maka ilmu hokum yang adekuat sangat dibutuhkan
sebagai sarana intelektual untuk membantu proses pembentukan hokum melalui
perundang-undaangan dan yurisprudensi serta membantu penyelenggaraan hokum menjalankan
fungsi hokum sebagai sarana pendidikan dan pembaharuan masyarakat