DMCA.com Protection Status Selamat Datang Di Catatan dan Tugas kuliah S1/S2 Fak.Hukum: Oktober 2016

Senin, 31 Oktober 2016

PARADIGMA HUKUM INDONESIA DALAM KONSEP HUKUM

Part III
Struktur keberadaan manusia (eksistensi) dalam pandangan hidup pancasila adalah kebersamaan dengan sesamanya di dunia. Lingkunngan hidup manusia dalamnya manusia menjalani kehidupannya, mencakup alam semesta dengan segala isinya, termasuk sesame manusia dan kulturnya yang dialaminya. Struktur keberadaan yang demikian ituadedidikirawan menyebabkan dengan sendirinya kehidupan manusia selalu menghadirkan hokum didalamnya. Dengan kata lain, keberadaan hokum itu inhern dalam keberadaan manusia, karena struktur keberadaanya yang ada bersama dengan sesamanya di dunia, dan manusia itu berakal budi serta berhati nurani. Pemahaman akal budi dan penghayatan hati nurani terhadap struktur dan kenyataan keberadaannya memunculkan penghayatan tentang apa yang adil dan apa yang tidak adil(kesadaran hokum). Pada hakikatnya hokum adalah produk penilaian akaladedidikirawan budi yang berakar dalam hati nurani manusia manusia tentang keadilan berkenaan dengan perilaku manusia dan situasi kehidupan manusia.penghayatan tentang keadilan memunculkan penilaian bahwa dalam situasi kemasyarakatan tertentu orangadedidikirawan seyoyanya berprilaku dengan cara tertentu, artinya seharusnya melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, karena hal itu adil atau memenuhi rasa keadilan. Penilaian demikian itu disebut penilaian hhukum. Penilaian hokum ini terbentuk sebagai produk proses pemaknaan akal budi dab hati nurani terhadap hasil persepsi manusis tentang situasi kemasyarakatan tertentu dalam kerangka pandangan hidup, keyakinan keagaaman dan keyakinan etis dengan berbagai nilainya yang dianut. Jika seyogianya ini atau keharusan iniadedidikirawan dalam kesadaran manusia mengalami transformasi lewat proses dialektik interaksi social yang mengobyektifkannya menjadi pedoman dalam menetapkan keharusan berperilaku dengan cara tertentu di masa depan dan kepatuhannya tidak sepenuhnya diserahkan kepada keyakinan dan kemauan subyektif orang perorang, melainkan dapat dipaksakan oleh masyarakat(yangdiwakilkan kepada kekuasaan public) melalui prosedur tertentu, makaadedidikirawan seyogyianya atau keharusan itu menjadi kaidah hokum, yang bentuknya dapat tertulis atau tidak tertulis, sebagai demikian kaidah hokum menyandang kekuatan berlaku obyektif yang mengkaidahi perilaku orang. Karena situasi kemasyarakatan itu menjalani perkembangan, maka kaidah hokum (penilaian hokum ) itu pada dasarnya merupakan produk sejarah yang sekali terbentuk akan menjalani kehidupan mensejarahdan menyandang sifat kemasyarakatan, yang kemudian akan mempengaruhi perjalanan sejarah dan sifat kemasyarakatan dari massyarakat yang bersangkutan.
Kaidah hokum menetapkan bahwa jika terjadi peristiwa atau situasi tertentu maka subyek tertentu dalam hubungan dengan subyek yang lain tertentuatau masyarakat sebagai keseluruhan harus berperilaku dengan cara tertentu, karena hal itu, adil dan langsung berkaitan dengan terwujudnya ketertiban dalam masyarakat yang diperlukan tiap orang untuk dapat menjalani kehidupannya secaraadedidikirawan wajar sesuai dengan martabat dan harkatnya sebagai manusia, tanpa harus mengandalkan kekuatan. Ini berarti bahwa kaidah hokum itu menetapkan hubungan yang memaksa antara syarat dan apa yang seharusnya terjadi jika syarat itu terpenuhi. Karena itu, hokum dan kaidah –kaidahnya termasuk dalam dunia das sollen , dan tidaak termasuk namun bersumber danadedidikirawan mengarah balik pada dunia das sein  hanya dalam bentuk kaidah hokum saja hokum itu dapat menjadi obyek oengetahuan manusia dan dengan itu menjadi obyek ilmu khususnya ilmu hokum.
Sebagai keharusan tentang cara berperilaku, hokum dan kaidah-kaidahnya menghendaki perwujudan dan kepatuhan dalam kenyataan kemasyarakatan namun relasi dan kepatuhan dalam kenyataan kemasyarakatn hanya mungkin terjadi dan secara rasional hanya dapat serta layak diharapkan,jika hokum tidak bermuatan kontradiksi dan kaidah-kaidahnya tidak saling bertentangan. Ini berarti keberadaan hokum dan kaidah-kaidahnya tidak dapat lain kecuali mewujudkan diri sebagai suatu kesatuan yang koheren bersistem. Untuk itu hokum menciptakan asas-asas yangadedidikirawan mencegah timbulnya kontradiksi di dalam dirinya sendiri. Hal ini hanya mungkin terjadi jika kesdaran hokum yang telah memunculkan juga system. Kebersisteman dalam kesadaran dalam kesadaran hokum itu adalah tuntutan logical dari hakikat dan tujuan keberadaan hokum itu sendiri, kebersisteman ini dimungkinkan terjadi oleh bekkerjanya fungsi logical dalam kehidupan rohani atau kejiwaan manusia, yang memungkinkan manusia meresepsi dan menata keberadaannya sendiri danadedidikirawan dunia sekelilingnya sehingga menjadi dapat dimengerti bermakna dan mengarahkan atau mempodami perilakunya. Karena hokum terbentuk oleh dan didalam sejarah serta menjalan I proses menyejarah maka system hokum yang terbentuk didalamnya itu dengan sendirinya merupakan system terbuka yang menyandang sifat dinamis.
Dalam masyarakat majemuk implmentasi dan kepatuhan pada hokum memerlukan pemositivan dan berbagai lembaga yang dibentuk atau terbentuk untuk itu. Keseluruhan kaidah hokum positif dan asas yang melandasinya, oranata hokum kelembagaan hokum dan proses pembentuakan kaidah hokum serta implementasinya disebut tatanan hokum. Subsistem tata hukumnya (keseluruhan kaidah hokum positif serta asas-asas yang melandasi dan mempersatukannya),walaupun termasuk dalam duniaadedidikirawan das sollen, namun berakar dan ditimbulkan secara dialektis dari dalam serta diarahkan untuk menata kenyataan kemasyarakatan yang berada dalam dunia das sein atau dunia eempiris. Karena itu, tata hokum itu terbentuk sebagai hasil produk interaksi dialektik antara das sein dan das sollen yang menghendaki realisasi dalam dunia das sein sehingga daapatadedidikirawan dikatakan bahwa tata hukuum itu adalah hokum dalam dunia das sollen-sein (das sollen yang bertumpu dan ditimbulkan secara dialektik oleh das sein serta terarah balik pada das sein tersebut), yang menjadi obyek studi ilmu hokum. Perilaku hokum dan proses hokum yang mengacu dan diberi bentuk olehadedidikirawan kaidah hokum (adanya ) kaidah hokum dari dunia das sollen berlangsung dalam dunia das sein (dunia empiris), dank arena itu dapat dikatakan merupakan hokum dalam dunia das sein-sollen yang menjadi obyek studi ilmu-ilmu social.
Pengertian hokum sebagai obyek limu hokum menunjuk pada tatanan hokum yang mencakup keseluruhan tata hokum yang terdiri atas asas-asas, kaidah-kaidah dan pranata-pranata hokum yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, serta keseluruhan lembaga-lembaga dan proses-proses yang diperlukan untuk mewujudkan hokum itu dalam kenyataan. Unsur tataadedidikirawan hukumnya tersusun secara hirarkis dalam suatu system aturan hokum karena bekerjanya lex superiori derogate legi inferiori, lex posteriori derogate legi priori, asas lex specialis derogate legi generali, dan asas non retroaktif. Asas-asas ini yang mengungkapkan fungsi logical akal budi manusia, sesungguhnya inheren dalam hokum sertaadedidikirawan dalam pengertian dan keberadaan tatanan hokum itu sendiri yang terbawa oleh hakikat dan tujuannya sendiri (menjamin stabilitas dan prediktibilitas demi kepastian dan keadilan) niscaya harus mewujudkan kesatuan bersistem.
Hhukum terbentuk dan berkembang sebagai produk yang sekaligus mempengaruhi,d an karena itu mencerminnkan, dinamika proses interaksi yang berlangsung terus menerus antara berbagai kenyataan kemasyarakatan (aspirasi manusia, keyakinan keagamaan, social, ekonomi, politik, moral, kkondisi kebudayaan danadedidikirawan peradaban dalam batas-batas alamiah) satu dengan yang lainnya yang berkonnfrontasi dengan kesadaran dan penghayatan manusia terhadap kenyataan kemasyarakatan itu berakar dalam pandangan hidup yang dianut serta kepentingan dan kebutuhan nyata manusia. Karena itu, juga terbawa oleh hakikatnya iniadedidikirawan, hokum dan tatanan hokum yang bersifat dinamis. Dalam masyarakat yang teratur yang sudah terorganisasikan secara politik dalam bentuk Negara, proses pembentukan hokum itu berlangsung melalui proses politik yang menghasilkan perundang-undangan, proses peradilan yang menghasilkan yurisprudensi, putusan birokrasi pemerintahan yang menghasilkan ketetapan perilaku hokum masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang memunculkan hokum tidak tertulis, dan pengembanan ilmu hokum (pembentukan doktrin). Corak hokum yang berlaku dalam suatu Negara ditentukan oleh factor kesadaran hokum yang hidup dalam masyarakat dan factor politik hokum.
Hokum mengemban fungsi ekspresif, yakni mengungkapkan pandangan hidup, nilai-nilai budaya dan keadilan. Disamping itu hokum juga mengemban fungsi instrumental, yakni sarana untuk menciptakan dan memelihara ketertiban, stabilitas dan prediktibilitas, sarana untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan mewujudkan keadilan, sarana pendidikan dan pengadaban masyarakat, sarana mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat danadedidikirawan sarana untuk pembeharuan masyarakat (mendorong mengkanalisasi dan mengarahkan perubahan masyarakat). Dalam masyarakat pasca colonial yang sedang menjalani perubahan social yang fundamental dan mencakup seluruh bidang kehidupan secara simultan, maka perundang-undangan memegang peranan dominan dalam pembangunan tata hokum adedidikirawannasional serta menalankan fungsi hokum sebagai srana pendidikan dan perubahan masyarakat. Yurisprudensi berperan untuk mendukung dengan menjabarkan ketentuan perundang-undangan dalam putusan konkretnya. Dalam kaitan ini maka ilmu hokum yang adekuat sangat dibutuhkan sebagai sarana intelektual untuk membantu proses pembentukan hokum melalui perundang-undaangan dan yurisprudensi serta membantu penyelenggaraan hokum menjalankan fungsi hokum sebagai sarana pendidikan dan pembaharuan masyarakat   


Sabtu, 29 Oktober 2016

PARADIGMA HUKUM INDONESIA DALAM CITA HUKUM PANCASILA

Part II
Tatanan hokum yang beroperasi dalam suatu masyarakat pada dasarnya merupakan pengejawantaan cita hokum yang dianut dalam masyarakat yang bersangkutan kedalam berbagai perangkat aturan hokum positif , lembaga hokum dan proses (prilaku birokrasi dan warga masyarakat). Yangadedidikirawan dimaksud denggan cita hokum adalah gagasan karsa cipta dan pikiran berkenaan dengan hokum atau persepsi tentang makna hokum, yang dalam intinya terdiri atas tiga unsu keadilan, kehasilgunaan, danadedidikirawan kepastian hokum. Cita hokum itu terbentuk dalam pikiran sanubari manusia sebagao produk berpadunya pandangan hidup keyakinan keagamaan dan kenyataan kemassyarakatan yang diproyeksikan pada proses pengkaidahan perilaku warga masyarakat yang mewujudkan tiga unsur cita hokum tersebut. Dalam dinamika kehidupan kemaysarajatan, citaadedidikirawan hokum itu akan mempengaruhi dan berfungsi sebagai asas umum yang mempedomani norma kritik kaidah evaluasi dan factor yang memotivasi dalam penyelenggaraan hokum. Dirumuskan dan dipahaminya cita hokum akan memudahkan penjabarannya ke dalam berbagai perangkat aturan kewenangan danadedidikirawan aturan perilaku dan memudahkan terjaganya konsistensi dalam penyelenggaraan hokum. Dengan demikian seyogyyanya tata huukum itu merupakan sebuah eksemplar ratifikasi cita hokum kedalam berbagai asas dan kaidah hokum yang tertata dalamadedidikirawan sebuah system. Sejalan dengan itu ilmu hokum mempelajari tatanan hokum sebagai sarana intelektual untuk memahami daan menyelenggarakan tatanan hokum tersebut dalam pengembanannya seyogyanya pula bertumpu dan mengacu pada cita hokum.
Cita hokum bangsa Indonesia berakar dalam Pancasila yang oleh para bapak pendiri NKRI ditetapkan sebagai landasan kefilsafatan dalam menata kerangka dan struktur dasar organisasi Negara sebagaimana dirumuskan dalam UUD 1945. Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia yang mengungkapkan pandangan bangsa Indonesia tentang hubungan antara manusia danadedidikirawan tuhan, manusia dan sesame manusia , serta manusia dan alam semesta, yang berintikan keyakinan tentang tempat manusia individual di dalam masyarakat dan alam semesta. Dalam dinamika kehidupan pandangan hidup yang dianut akan memberikan koherensi dan arah pada pikiran danadedidikirawan tindakan.  cita hokum pancasila yang berakar dalam pandangan hidup Pancasila dengan sendiri akan mencerminkan tujuan bernegara dan nilai-nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan batang tubuh serta penjelasan UUD1945.
Pandangan hidup Pancasila bertolak dari keyakinan bahwa alam semesta dengan segala isinya, termasuk manusia, yang sebagai suatu keseluruhan terjalin secara harmonis, diciptakan oleh Tuhan. Kehadiran manusia di dunoa dikodratkan dalam kebersamaan dengan sesamanya, namun tiapadedidikirawan manusia memiliki kepribadian yang unik yang membedakan satu dengan yang lain. Keseluruhan pribadi manusia dengan keunikannya masing-masing mewujudkan satu-kesatuan yakni kemanusiaan. Jadi, kesatuan dalam perbedaan. Sebaliknya, dalam kebersamaan kesatuan ituadedidikirawan tiap manusia individual warga kesatuan itu memperlihatkan kodrat kepribadian yang unik, yang berarti terdapatnya perbedaan di dalam kesatuan kemanusiaan. Jdi perbedaan dalam kesatuan. Kodrat kepribadian iini tidak dapat disangkal tanpa meniadakan kodrat kemanusiaannya. Tiap manusia danadedidikirawan masyarakat harus mengakui menerima memelihara dan melindungi kepribadian tiap manusia warga masyarakat. Namun hal itu tiadak berarti bahwa kepentingan tiapadedidikirawan manusia individual secara tersendiri harus didahulukan dari masyarakat. Sebab, terbawa oleh kkodrat kebersamaan dengan sesamanya itu, tiap manusia individual hanya dapat mewujudkan kemunasiannya di dalam masyarakat, dalam kebersamaan dengan sesame manusia. Jadi dalam kehadiran dan kehidupannya, manusia itu tidak terlepas dari ketergantungan pada kebersamaan dengan sesamanya dalam masyarakat. Kebbehagiaan dan upaya untuk mewujudkannya tidak terisolasi dariadedidikirawan kebahafiaan masyarakat sebagai keseluruhan. Selain itu, manusia juga tidak terlepas dari ketergantungan pada lingkungan alam semesta dan tuhan. Kebersamaan dengan sesamanya serta ketergantungan pada alam dan tuhan adalah struktrur dasar yang hakiki dari keberadaan manusia. Struktur dasar kebersaman dengan sesamanya dan keterikatan pada alam dan tuhan ini dirumuskan dalam bentuk sila-sila dari pancasila.
Pandangan hidup pancasila dirumuskan dalam kesatuan lima sila yang masing-masing mengungkapkan nilai fundamental dan sekaligus menjadi lima asas operasional dalam menjalani kehidupan, termasuk dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara dan pengembanan hokum prkatis, kesatuan lima nilai fundamental itu bersama-bersama dengan berbagai nilai yang dijabarkan atau diderivasi berdasarkannya, mewujudkan sebuah system nilai dan dijewantahkan keadedidikirawan dalam berbagai asas hokum dan kaidah hokum yang keseluruhannya mewujudkan sebuah system hokum. Tiap kaidah hokum mencerminkan atau dijiwai sebuah nilai, dan tata hokum mencerminkan atau bermuatan system nilai. Dalam esensinya, system-sistem nilai itu dapat dibedakan kedalam nilai dasar sebagai landasan dan acuan untuk mencapai atauadedidikirawan memperjuangkan sesuatu, dan nilai tujuan sebagai sesuatu yang harus dan layak untuk diperjuangkan atau diwujudkan. Sebagai system nilai pancasila merupakan nilai dasar dan sekaligus juga merupakan nilai tujuan. Keseluruhan nilai-nilai dalam system nilai pancasila itu dipersatukan oleh asas kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan yang menjiwai struktur dasar keberadaan manusia dalam kebersamaan itu. Asas yang mempersatukan itu dalam lambing Negara RI dirumuskan dalam ungkapan Bhineka Tunggal Ika. Jadi Bhineka Tunggal Ikaadedidikirawan mengungkapkan titij tolak cara pandang bangsa Indonesia tentang tempat manusia individual didalam masyarakat dan dalam alam semesta Dalam ungkapan tersebut terkandung pengakuan serta pernghormatan terhadap martabat manusia individual, kekhasan kelompok-kelompok etnis kedaerahan yang ada danadedidikirawan keyakinan keagamaan dalam kesatuan berbangsa dan bernegara. Dalam kerangka pandangan tentang cara keberadaan manusia yang dikemukakan tadi maka cita hokum pancasila berintikan, ketuhanan yang maha esa, penghormatan atan martabat manusia, wawasan kebangsaan dan wawasan nusantara, persamaan dan kelayakan, keadilan social, moral dan budi pekerti yang luhur, Partisipasi dan transparasi dalam proses pengambilan keputusan publik   


Kamis, 27 Oktober 2016

PARADIGMA ILMU HUKUM INDONESIA

Part. I

Proklamasi Kemerdekaan dan pembentukan Negara Republik Indonesia yang dituangkan krdalam UUD 1945 membawa perubahan besar dalam semua aspek kehidupan kemasyarakatan diwilayah yang sebelumnya dinamakan Hindia Belanda termasuk pada penyelenggara hukumnya. Dengan itu secara implisit sudah terjadi perubahan dalam isi cita-cita hokum sebagai asas-dasar yang mempedomani dalam penyelenggaraan hokum di Indonesia. Juga pengembanan ilmu Hukum di Indonesia, sebagaiadedidikirawan pendamping ilmiah yang membantu dan membimbing pada penyelenggaraan hokum yang kini sudah menjadi ilmu hokum Indonesia, harus disesuaikan pada perubahan yang sudah terjadi. Ini berarti diperlukan perubahan paradigm dalam pengembanan ilmu hokum, yang sesungguhnya secara implisit sudah timbul dengan terjadinya perubahan dalam isi cita hokum tersebut. Agar dapat digunakan secara sadaradedidikirawan dalam mengartikulasikannya ke dalam pembentukan konsep-konsep yuridis dan teori-teori hokum untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat pada penyelenggaraan hokum yang fungsional maka paradigm ilmu hokum Indonesia perlu dieksplistkan. Ini adalah tugas teori hokum dan filsafat hokum Indonesia.beberapa penstudi ilmu hokum sudah melakukan upaya perintisan kearah itu, antara adedidikirawanlain, Satjipto Rahardjo. Di bawah ini diajukan beberapa butir pokok pikiran sebagai bahan telaah guna dipertimbangkan kemungkinannya untuk dikembangkan dalam rangka ikut berpartisipasi pada upaya mengeksplisitkan paradigm ilmu hokum Indonesiasebagai landasan atau kerangka umum pengembangan ilmu hokum.Yaitu Cita Hukum Pancasila, Konsepsi Hukum Indonesia, dan Tujuan Hukum Indonesia  


Selasa, 18 Oktober 2016

ETIKA HUKUM


Secara umum dapat dikatakan bahwa etika hokum adalah etika tentang atau berkaitan dengan hokum. Etika adalah refleksi (renungan mendasar) tentang pembuatan bertanggung jawab, yang dimaksud disini adalah perbutan yang dilakukan manusia, dalam etika sebagai sebuah disiplin filsafat, direnungkan tentang bila suatu perbuatan dapat dikatakan bertanggung-jawab, yakni dapat dijelaskan mengapa hal itu telah atau harus dilakukan. Ini berarti bahwa pelaku harus mampu menjawab dan menjelaskan mengapa ia melakukan atau tidak melakukan perbuatan atau tindakan tertentu, dan apa patokan yang dijadikan dasar bagi pilihan tiindakan yang akan dilakukan. Patokan-patokan ini muncul dariadedidikirawan dalam nurani serta akal budi manusia, dan berinteraksi dengan kenyataan-kenyataan kemasyarakatan. Karena itu, etika dan produk renungnya dipengaruhi oleh agama, pandangan hidup. Kebudayaan, peradaban dan kenyataan-kenyataan kemasyarakatan. Dengan demikian wujud konkrit etika yakni kaidah-kaidah moral dan cara penerapannya (sikap batin dan perilaku warga masyarakat), hingga derajat tertentu terkait dan dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang berlangsung dalam ruang dan wktu.
Etika hokum adalah kajian kritis fundamental pada tataran analisismoral terhadap keberadaan aturan hokum atau tata hokum sebagai keseluruhan perkataan etika hokum sekurang-kurangnya menimbulkan asosiasi pada dua aspek. Yang pertama menunjuk pada tuntunan etis atau moral padaadedidikirawan kegiatan pengembannan hokum praktis. Yang kedua menunjuk pada tuntunan etis atau moral terhadap hokum itu sendiri, yakni berkaitan dengan muatan moral dari hokum.
Tuntunan-tuntunan etis atau moral pada kegiatan pengembanan hokum praktis mencakup pembentukan hokum, penerapan hokum dan penegakan hokum. Dalam konteks ini maka etika hokum mempersoalkan atau menunjuk pada pertanggung jawaban moral dalam melakukan tindakan pembentukan,penerapan dan penegakan hokum.ini menyangkut masalah pertanggungjawaban professional. Dengan kataadedidikirawan lain masaalah etika profesi dalam mengemban fungsi pembentukan ,penerapan penegakan hokum.
Salah satu tuntutan etis yang paling fundamental dalam menjalankan pengembanan hokum praktis adalah bahwa penyelenggaraan kegiatan tersebut (pembentukan, penerapan dan penegakan hokum)harus selalu mengacu pada cita hokum . Cita hokum ini berintikan finalitas hokum yang mencakup tujuan dan makna hokum, serta cara bagaimana tujuan dan makna hokum itu paling baik dapat diwujudkan. Finalitas hokum pada hakikatnya adalah kedamaian sejati dalam masyarakat yang berintikan terwujudnya ketertiban,kepastian,prediktabilitasdan keadilan. Hanya dalam kedamaian sejati saja, tiapadedidikirawan manusia individual akan dapat mengembangkan diri dalam keutuhannyatanpa harus bergantung pada kekuatan apappun, baik pisik, ekonomi finansial, politik maupun intelektual.Kedamaian sejati adalah suasana kehidupan yang didalamnya para warga masyarakat dapat merasakan ketentraman dalam batin .ketentraman batiniah ini aka nada jika para warga masyarakat merasa yakin bahwa :
a.       Kelangsungan hidup dan pelaksanaan hak tidak tergantung pada kekuatan fisik maupun non fisik
b.      Sepanjang tidak melanggar hak dan merugiakan orang lain, tanpa rasa khawatir para warga masyarakat secara bebas dapat menjalankan apa yang diyakininya sebagai benar, dan adedidikirawansecara bebas dapat mengembangkan potensi dan kesenangannya;
c.       Merasa selalu akan mendapat perlakuan wajar, berkemanusiaan adil daan beradab juga pada waktu ia telah melakukan kesalahan.
Nilai dasar yang melandasi dan menjiwai cita hokum adalah martabat manusia. Karena iitu semua asas hokum pada hakikatnya dapat dan harus dapat dikembalikan pada satu asas tunggal yakni asas penghormatan martabat manusia. Dengan mengacu pada cita hokum, makaadedidikirawan semua kegiatan penyelenggaraan pembentukan ,penerapan dan penegakan hokum pada analisis terakhir harus selalu mengacu pada penghormatan martabat manusia.
Dalam kenyataan kemasyarakatan sesungguhnya, cita hokum itu tidak dapat terwujud secara penuh. Cita hokum menyandang sifat sebagai utopia. Artinya bahwa cita hokum itu disatu pihak tidak dapat direalisasikan secara penuh didalam hokum, namun dilain pihak juga tidak dapat sama sekali tidak ada dalam hokum. Namun pada penyelenggara hokum di dalam masyarakat, cita hokum itu bagaimana pun mutlak diperlukan, yakni sebagai asas yang mempedomani. Sebagai asas yang mempedomani itu , cita hokum, disadari atau tidak, akan membimbing dan mengarahkan penyelenggara hokum. Citaadedidikirawan hokum inilah yang mempersatujan keseluruhan kaidah-kaidah hokum, sehingga tatanan hokum itu menjadi sebuah system. Jadu cita hokum itu adalaha juga sumber konsistensi dan koherensi dalam tatanan hokum.
Karena itu, kegiatan pembentukan penerapan dan penegakan hokum seyogyianya harus selalu mengacu atau berpedoman pada cita hokum yang dianut, apalagi dalam masyarakat yang tengah menjalani perubahan-perubahan akbar dan dilanda krisis mendasar. Dalam maysarakat yang tengah dilanda perubahan dan krisiskemasyarkatan, maka gambaran tentang cita hokum ini dapat menjadi kabur, sehubungan dengan itu maka perhatian khusus dan studi tenyang cita hokum iniadedidikirawan sangat penting, agar pengacuan secara sadar terhadapnya dapat membantu pembangunan hokum yang mampu mendorong mengarahkan dan menkanalisasi perubahan-perubahan kemasyrakatan yang tidak terelakan itu, kearah tatanan kemasyarakatan yang lebih baik.
Di proyeksikan pada kenyataan konkret di Indonesia dewasa ini, sulit disangkal bahwa masyarakat Indonesia tengah dilanda krisis. Hal ini tercermin pada pengebaian etika profesi . Sejarah sudah menunjukan bahwa tiap masyarakat yang mengalami krisis mendasar, maka kehidupan hukumnya sebagaimana yang terwujud dan teramati dalam penyelenggaraan pengembanan hokum praktis dalam kenyataan kemasyarakatan juga dengan cepat akan mengalami kemrosotan. Hal inilah yangadedidikirawan tampaknya juga sedang terjadi di Indonesia, yang memperlihatkan gejala-gejala kemerosotan kehidupan hokum yang cukup jelas.     
Yang kedua berkaitan dengan muatan moral dalam hokum itu sendiri. Tentang hal ini, menurut lon Fuller perlu dibedakan dua aspek, yakni aspek eksternal dan aspek internal. Aspek eksternalnya menunjuk pada tuntunan moral terhadap hokum yang harus dipenuhi agar hokum berfungsi dengan baik dan adedidikirawan adil.titi tolaknya adalah asas tunggal pengakuan dan penghormatan atas martabat manusia, yang merupakan induk dari asas-asas hokum lainnya. Asas ini mengimplikasikan hak tiap manusia individual untuk manjadi dirinya sndiri secara utuh. Hak ini adalah hak yang sangat fundamental.
Hak untuk menjadi diri sendiri lebih jauh mengimplikasikan sejumlah hak fundamental berikut ini:
a.       Hak untuk memiliki sarana-sarana yang paling mutlak diperlukan untuk hidup secara wajar sesuai dengan harkat martabat manusia;
b.      Hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan putusan politik;
c.       Hak atas keamanan milik adedidikirawan;
d.      Hak atas perllindungan terhadap kejahatan dan tindakan kekerasan lain;
e.      Hak atas kebebasan berkeyakinan.
Berdasarkan hak-hak fundamental tersebut tadi, maka tuntunan moral terhadap hokum mencakup:
a.       Hokum harus mempertahankan standar hidup manusiawi;
b.      Hokum harus menyelenggarakan ketertiban dan keamanan;
c.       Hokum harus melindungi yang lemah dan adedidikirawan;
d.      Hokum harus menciptakan kondisi yang perlu bagi kehidupan manusia yang adil.
Apa yang dimaksud Lon Fuller tentang aspek eksternal moralitas hokum dapat dipandang sebagai penjabaran lebih lanjut atau eksplisit dari cita hokum yang di atas dikemukakan secara umum. Aspek internal moralitas hokum menunjuk pada aturan-aturan teknikal dari perwujudan hokum dalam aturan-aturan atau kaidah-kaidah hokum sebagai wahana yang memungkinkan aspek eksternal moralitas hokum dapat diwujudkan. Asas-asas yang merupakan penjabaran dari aspek internal moralitas hokum iniadedidikirawan dapat juga dipandang sebagai landasan dan syarat-syarat legitimasi bagi implementasi asas legalitas. Lon Fuller mengemukakan delapan asas yang merupakan penjabaran dari aspek internal moralitas hokum, yakni:
a.       Hokum dipersentasikan dalam aturan-aturan umum;
b.      Hukkum harus dipublikasikan

c.       Hokum harus non retroaktif;
d.      Hokum harus dirumuskan secara jelas;
e.      Hokum harus tidak mengandung pertentangan (harus konsisten);
f.        Hokum harus tidak menuntut atau mewajibkan sesuatu yangadedidikirawan mustahil;
g.       Hokum harus relative konstan;
h.      Pemerintah sejauh mungkin berpegang teguh pada aturan-aturan hokum (yang diciptakannya sendiri atau yang diakuinya)
Sesungguhnya delapan asas ini yang dikemukakan oleh Lon fuller tersebut tadi pada dasarnya tidak berbeda daru asas-asas sebuah Negara hokum dan pemerintahan  yang baik, yang sudah dikenal. Asas asas tersebut adalah syarat-syarat minimal untukadedidikirawan menjamin terwujudnya kepastian hokum dan prediktabilitas di dalam masyarakat