BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Perkawinan
merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan
tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi juga menyangkut
urusan keluarga dan masyarakat. Pada umumnya perkawinan dianggap sebagai
sesuatu yang suci dan karenanya setiap agama selalu menghubungkan kaedah-kaedah
perkawinan dengan kedah-kaedah agama.
Manusia
dalam menempuh pergaulan hidup dalam masyarakat, ternyata tidak dapat terlepas
dari adanya saling ketergantungan antara manusia dengan yang lainnya. Hal itu
dikarenakan, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai mahluk sosial, yang suka
berkelompok atau berteman dengan manusia lainnya. Hidup bersama merupakan salah
satu sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik kebutuhan yang
bersifat jasmani maupun yang bersifat rohani. Demikian pula bagi seorang
laki-laki ataupun seorang perempuan yang telah mencapai usia tertentu, maka ia
tidak akan lepas dari permasalahan tersebut. Ia ingin memenuhi kebutuhan hidupnya,
dengan melaluinya bersama dengan orang lain yang bisa dijadikan curahan hati
penyejuk jiwa, tempat berbagi suka dan duka
Hidup
bersama antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami istri dan
telah memenuhi ketentuan hukumnya, ini yang lazimnya disebut sebagai sebuah
perkawinan. Perkawinan (pernikahan) pada hakekatnya, adalah merupakan ikatan
lahir dan batin antara seorang laki-laki dan
perempuan untuk membentuk suatu keluarga yang kekal dan bahagia.
Perkawinan campuran telah, merambah seluruh pelosok Tanah Air dan
kelas masyarakat. Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan, dan transportasi
telah menggugurkan stigma bahwa kawin campur adalah perkawinan antara
ekspatriat kaya dan orang Indonesia.[1]
Menurut survei yang dilakukan oleh Mixed Couple Club, jalur perkenalan
yang membawa pasangan berbeda kewarganegaraan menikah antara lain adalah
perkenalan melalui nternet, kemudian bekas teman kerja/bisnis,makalah adedidikirawan berkenalan saat
berlibur, bekas teman sekolah/kuliah, dan sahabat pena. Perkawinan campuran
juga terjadi pada tenaga kerja Indonesia, dengan tenaga kerja dari negara lain.[2]
Dengan banyak terjadinya perkawinan campuran di Indonesia, sudah seharusnya
perlindungan hukum dalam perkawinan campuran ini diakomodir dengan baik dalam
perundang-undangan di Indonesia. Berbagai masalah yang dihadapi Negara
Indonesia ternyata membawa imbas kepada perubahan dalam berbagai hal.
Diantaranya adalah adanya perubahan UU No 62 Tahun 1958 menjadi UU
No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan. Perubahan tersebut juga mendasari
adanya perubahan aturan dalam Keimigrasian Indonesia. Fenomena ini merupakan
fenomena yang harus disikapi bersama oleh banyak kalangan. Perubahan ini tentu
akan membawa dampak positif atau negatif terhadap setiap Warga Negara Indonesia
yang melakukan perkawinan dengan Warga Negara Asing. Kedua sisi ini tentu
selalu berdampingan. Untuk menghindari hal itu, agar semua komponen aktif
mengamati bahkan menilai perubahan makalah adedidikirawan yang terjadi. Karena bagaimanapun baiknya,
UU kalau memang belum diketahui dan dipahami seluruh warga negara, maka akan
membawa dampak tersendiri, terutama pada hubungan antara Indonesia umumnya
dengan Negara lain. Kalau ditinjau dari hubungan antar wilayah, tentu
bervariatif. Karena bagaimana pun juga, setiap wilayah akan memberikan
tanggapan berbeda dengan pemberlakukan UU No.12 Tahun 2006. Ini memang
memerlukan pengkajian secara mendalam. Dalam konsep sosialisasi, terdapat
beberapa komponen yang mengalami reaksi terhadap perubahan pemberlakuan UU
tersebut.
Pertama, adalah masyarakat sendiri, di mana aturan yang terlalu ketat akan
mempengaruhi sistem kependudukan di wilayah tersebut. Warganegara Indonesia
yang sudah melakukan perkawinan campuran dengan Warga Negara Asing. Dengan
terjadinya perubahan ini, maka secara pribadi mereka tentu akan kembali
melakukan koordinasi dengan negara asalnya. Dan ada kemungkinan, penerimaan
mereka pun akan semakin kurang bersahabat. Langkah yang harus diambil, adalah
lebih cepat melakukanmakalah adedidikirawan koordinasi dengan negara sahabat serta negara yang
kebanyakan warga negaranya telah membaur menjadi warga negara Indonesia atau
masih belum masuk menjadi WNI. Ini merupakan suatu tantangan untuk melaksanakan
misinya merubah aturan lama.
Hal ini juga akan mengakibatkan semakin banyaknya warga negara
Indonesia yang memegang kewarganegaraan ganda. Dan tidak tertutup kemungkinan
mereka akan lebih mudah melakukan kejahatan dan melarikan diri ke negara milik
salah satu pasangan.Selain itu proses penanganan keimigrasian pun akan semakin
kurang efektif.
Karena semakin ketat aturannya, biasanya diikuti oleh birokrasi
yang semakin panjang. Dan ini akan menyebabkan keresahan bagi mereka yang
memiliki kewarganegaraan ganda. Kita jadi teringat dengan kasus salah seorang
anggota kepolisian RI yang memiliki kewarganegaraan Ganda. makalah adedidikirawanSaat itu pula ia
beralih kewarganegaraan menjadi WNA. Karena alasannya sangat simpel. Ia
mendapat fasilitas lengkap di negara tersebut. Ini sungguh memprihatinkan.
Kedua, Berkaitan dengan status dan kedudukan hukum anak dari hasil
perkawinan campuran, mengingat dengan diberlakukannya Undang-undang No.12 tahun
2006 tentu saja membawa konsekuensi-konsekuansi yang berbeda dengan
Undang-Undang yang terdahulu, di mana seorang anak sudah terlanjur dilahirkan
dari suatu perkawinan campuran.[3]
Dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan campuran
didefinisikan dalam Pasal 57 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan:
”Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini
ialah, perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tundukmakalah adedidikirawan pada hukum yang berlainan,
karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan asing
dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.”
Selama hampir setengah abad, pengaturan kewarganegaraan dalam
perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing,
mengacu pada UU Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958. Seiring berjalannya waktu, UU
ini dinilai tidak sanggupmakalah adedidikirawan lagi mengakomodir kepentingan para pihak dalam
perkawinan campuran, terutama perlindungan untuk istri dan anak.
Barulah pada 11 Juli 2006, DPR mengesahkan Undang-Undang
Kewarganegaraan yang baru. Lahirnya Undang-Undang ini disambut gembira oleh
sekelompok kaum ibu yang menikah dengan Warga Negara Asing, walaupun pro dan
kontra masih saja timbul, namun secara garis besar Undang-undang baru yang
memperbolehkan dwi kewarganegaraan terbatas ini sudah memberikan perubahan makalah adedidikirawanbaru
dalam mengatasi persoalan-persoalan yang lahir dari perkawinan campuran.
Persoalan yang rentan dan sering timbul dalam perkawinan campuran,
adalah masalah kewarganegaraan anak. UU kewarganegaraan yang lama menganut
prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan
campuran hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut
ditentukan bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan
ini menimbulkan persoalan apabila di
kemudian hari makalah adedidikirawanperkawinan orang tua pecah, tentu ibu akan kesulitan
mendapat pengasuhan anaknya yang Warga Negara Asing.
Anak, adalah subjek hukum yang belum cakap melakukan perbuatan
hukum sendiri sehingga harus dibantu oleh orang tua atau walinya yang memiliki
kecakapan. Pengaturan status hukum anak hasil perkawinan campuran dalam UU
Kewarganegaraan yang baru, memberi perubahan yang positif, terutama dalam
hubungan anak dengan ibunya, karena UUmakalah adedidikirawan baru ini mengizinkan kewarganegaraan
ganda terbatas untuk anak hasil perkawinan campuran.
UU Kewarganegaraan yang baru ini menuai pujian dan juga kritik,
termasuk terkait dengan status anak. Penulis juga menganalisis sejumlah potensi
masalah yang bisa timbul dari kewarganegaraan ganda pada anak. Seiring
berkembangnya zaman dan sistem hukum, UU Kewarganegaraan yang baru ini
penerapannya semoga dapat terus dikritisi oleh para ahli hukum perdata
makalah adedidikirawaninternasional, terutama untuk mengantisipasi potensi masalah.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Dengan lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru, sangat menarik untuk
dikaji bagaimana pengaruh lahirnya UU ini terhadap status hukum anak dari
perkawinan campuran. Secara garis makalah adedidikirawanbesar perumusan masalah adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana status dan kedudukan anak hasil perkawinan campuran
ditinjau dari Undang-Undang No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak hasil perkawinan
campuran yang tidak tercatat?
BAB II
STATUS
DAN KEDUDUKAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN
DITINJAU DARI UNDANG-UNDANGNOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG
KEWARGANEGARAAN
RI
3.1 STATUS DAN KEDUDUKAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN
Pemberlakuan UU No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI, memunculkan
sederet aturan dan petunjuk pelaksanaan itu rupanya belum membuat urusan kawin
campuran selesai seratus persen. Mereka masih mengeluhkan kesulitan yang
dihadapi di lapangan. Jumlah anak yang didaftarkan untuk memperoleh warga
negara ganda terbatas baru sekitar 4000 anak. Bisa jadi, keengganan pasangan
antar negara mendaftar karena sosialisasi kurang, pilihan untuk tidak menjadi
WNI, plus prosedur pengurusan yang dirasa panjang, serta menguras tenaga dan
uang.[4]
Sebenarnya Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2007 sudah mengatur.
Biaya pengurusan SK kewarganegaraan ganda terbatas adalah 500 ribu rupiah.
Prosedur di Dephukham sendiri tidak rumit. SK WNI keluar paling lambat tiga
bulan, hal itu memang sudah ketentuan, jadi tidak ada masalah.
Langkah pertama adalah mempersiapkan dan melengkapi dokumen.
Termasuk Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari ibu yang WNI,
akta anak, paspor asing anak, plus foto 4x6 latar merah si anak yang hendak
dimohonkan kewarganegaraannya. Lantas salinan akta anak, KK dan KTP tadi
dilegalisir oleh kelurahan, sesuai domisili. Kalau akta lahir anak dikeluarkan
catatan sipil, maka kembalimakalah adedidikirawan lagi ke catatan sipil yang mengeluarkan akta
tersebut. Kalau akta lahir asing di luar negeri, maka dilegalisir di Kantor
Wilayah (Kanwil) Depkumham. Selain akte lahir si anak, akte nikah orang tuanya
juga harus disertakan. Apabila, yang mengeluarkan akta nikah adalah catatan
sipil atau KUA, legalisirnya kembali ke penerbitnya. Berbeda dengan akte nikah
di luar negeri (bila menikah di luar negeri), legalisir di Kanwil Depkumham.
Untuk biaya legalisir per dokumen hanya 125ribu.[5]
Setelah melengkapi semua dokumen ini, si pemohon harus mengisi
formulir permohonan yang disediakan Kanwil Depkumham. Harganya sekitar Rp20
Ribu. Pengembalian formulir disertai dokumen yang sudah lengkap tadi, diberikan
ke kantor pusat Depkumham untuk diproses di Direktorat Jenderal Administrasi
Hukum Umum (AHU), urusan Tata Negara. Paling lama 30 hari, Surat Keputusan
Kewarganegaraan Indonesia (SK WNI) anak itu sudah dapat diambil si pemohon.
Tiga pulu hari itu kan untuk yang ada di dalam negeri, untuk yang di luar
makalah adedidikirawannegeri prosesnya pasti lebih lama karena dokumennya dalam bentuk hard copy,
sehingga harus dikirim menggunakan kurir. Lalu, SK WNI yang sudah ditandatangani
Dirjen AHU dapat diambil pihak pemohon di Kanwil Depkumham dengan biaya Rp500
Ribu. Biaya itulah yang akan masuk ke kas negara sebagai Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP).[6]
Walaupun SK WNI dan paspor asing yang semula 'dipinjam' Depkumham
sudah diberikan kembali, ternyata masih ada proses lanjutan. SK WNI dan paspor
asing anak harus diantar ke kantor imigrasi sekaligus mengembalikan Kartu Izin
Tinggal Sementara (KITAS). Di sini, paspor asing si anak akan diberikan affidavit,[7]
yang menerangkan bahwa anak ini adalah subjek makalah adedidikirawandari pasal 41 UU
Kewarganegaraan:
Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf
d, huruf h, huruf I dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 sebelum undang-undang iini diundangkan dan belum berusia
18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik
Indonesia berdasarkan undang-undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri
melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat)
tahun setelah undangundang ini diundangkan.
Keterangan affidavit di paspor asing berguna jika bagi anak
yang mau berpergian makalah adedidikirawanberpergian ke luar negeri dan kembali lagi ke indonesia
dengan menggunakan paspor yang sama, bebas KITAS dan Visa.
Jadi, jika anak berpergian ke luar negeri, tidak cukup makalahadedidikirawan membawa
paspor dan SK WNI saja ke imigrasi. Harus ada keterangan Affidavit atau
bisa dengan Paspor RI. Prosedurnya hampir sama, tetapi keterangan Affidavit dalam
bentuk cap (dicap di satu halaman pasport itu). Isi dan redaksinya juga sama.
Yang perlu diketahui, biayanya sekitar Rp200-Rp300 Ribu di kantor imigrasi.
Setelah mendapatkan keterangan Affidavit, bebas KITAS dan bebas dari
keimigrasian sampai usia 18 tahun. SK WNI anak harus dibawa ke catatan sipil
(jika lahirnya di Indonesia) bersama akte lahir yang untuk diberikan catatan
pinggir (di akte anak tersebu). Karena akte anak hasil perkawinan campuran
sebelum 2006 itu statusnya adalah makalah adedidikirawananak WNA (dari ibu WNI dan ayah WNA), masih
mengikuti UU Kewarganegaraan lama. Untuk itu, akan diberikan catatan pinggir
bahwa si anak sekarang punya dwi-kewarganegaraan.
Data tersebut akan dipakai di administrasi kependudukan (Adminduk)
sebagai pencatatan kewarganegaraan di data penduduk Indonesia. Dari situ, nanti
baru dimasukan ke KK, bahwa anak sudah menjadi WNI. Untuk mendapatkan catatan
pinggir, harus bawa akte
lahir dan KTP ibunya, kemudian akan makalah adedidikirawanmasuk dalam KK.
Apabila, sampai tenggat waktu 1 Agustus 2010 anak-anak hasil
perkawinan campuran ini tidak didaftarkan ke Depkumham, maka mereka akan
kehilangan hak menjadi WNI. Mereka akan diperlakukan sebagai WNA yang izin
tinggalnya memakai KITAS dan masuk ke Indonesia memakai Visa. Seandainya,
ibu-ibu tidak mendaftarkan anaknya jadi WNI sampai 2010, maka anaknya akan
tetap meneruskan perpanjangan KITAS atau KITAP. Posesnya pakai re-entry
permit, bukumakalah adedidikirawan biru, sama seperti bapaknya. Selama anak tersebut berstatus
WNA, ia tidak masuk yurisdiksi Indonesia. Jadi kalau anaknya di luar negeri,
tidak bisa masuk KBRI untuk minta perlindungan. Pengesahan Undang-undang
Kewarganegaraa No. 12 Tahun 2006 merupakan momentum bersejarah bagi seluruh
masyarakat Indonesia. Kelahiran undang-undang ini memiliki nilai historis
karena produk hukum yang digantikan, yakni Undang-undang No. 62 Tahun 1958 merupakan
peninggalan rezim orde lama yang dilestarikan orde baru. Konfigurasi politik
era orde lama dan orde baru relatif otoritarian, cenderung melahirkan produk
hukum konservatif. Sedangkan di era reformasi, karakter politik cenderung
demokratis melahirkan aturan-aturan legal yang responsif. Perubahan konfigurasi
politik inilah yang mengantarkan undang-undang kewarganegaraan dari yang
berwatak konservatif menjadi responsif.
Perwujudan otoritarianisme negara dalam Undang-Undang
kewarganegaraan yang lama tercermin pada aturan legal yang bersifat
diskriminatif, kurang menjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan antarwarga
negara serta kurang memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak.
Berdasarkan Undang-undang Kewarganegaraa Tahun 1958 dalam Pasal 8 Ayat (1),
diatur bahwa seorangmakalah adedidikirawan wanita WNI yang melakukan kawin campur, maka akan
kehilangan kewarganegaraannya. Begitupun
anak yang dilahirkan dari perkawinan antara wanita WNI dengan pria WNA, otomatis mengikuti kewarganegaraan ayahnya.[8]
Sedangkan perwujudan demokratisasi negara dalam Undangundang
Kewarganegaraan yang baru tercermin dari produk hukumnya yang responsif, yakni
dalam bentuk persamaan perlakuan dan kedudukan warga negara dihadapan hukum
serta adanya kesetaraan dan keadilan gender. Menurut Undang-undang
Kewarganegaraan Tahun 2006 dalam Pasal 2 disebutkan bahwa warga negara asli
Indonesia adalah orang Indonesia yang menjadi warga negara Indonesia sejak
kelahirannya makalah adedidikirawandan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak
sendiri. Pasal inilah yang menihilkan pemojokan terhadap etnik tertentu.
Undang-undang ini menyiratkan penolakan konsep diskriminasi dalam perolehan
kewarganegaraan atas dasar ras, etnik, dan gender, maupun diskriminasi yang
didasarkan pada status perkawinan. Dalam pasal lain juga disebutkan, WNI yang
menikah dengan pria WNA tidak lagi dianggap otomatis mengikuti kewarganegaraan
suaminya, melainkan diberi tenggang waktu tiga tahun untuk menentukan pilihan,
apakah akan tetap menjadi WNI atau melepaskannya. Selain itu, apabila istri
memutuskan tetap menjadi WNI atau selama masa tenggang waktu tiga tahun itu, ia
bisa menjadi sponsor izin tinggal suaminya di Indonesia[9].
Bagian yang paling penting dari undang-undang baru ini adalah
dianutnya asas campuran Ius Sanguinis - Ius Solli dan mengakui
kewarganegaraan ganda pada anak-anak dari pasangan kawin campur dan anak-anak
yang lahir dan tinggal di luar negeri hingga usia 18 tahun. Artinya sampai anak
berusia 18 tahun,makalah adedidikirawan diizinkan memiliki dua kewarganegaraan. Setelah mencapai usia
tersebut ditambah tenggang waktu tiga tahun barulah si anak diwajibkan memilih
salah satunya. Ketentuan inilah yang menghindari terjadinya stateless (tak berkewarganegaraan). Mencermati
isi materi undang-undang kewarganegaraan yang baru tampaknya lebih merupakan
bentuk akomodasi sebuah masyarakat yang telah berhubungan
dengan pergaulan internasional. Undang-undang ini tampaknya secara
filosofis ingin mengatakan bahwa akulturasi budaya melalui media
kewarganegaraan menjadi sesuatu yang tidak terhindarkan. Di sini, hukum sebagai
social engineering atau perekaya sosial berfungsi. Hanya saja
penetrasi tata nilai yang ada didalamnya, sebagai akibat percampuran
perkawinan, misalnya, berada di luar konteks undang-undang tersebut. Negara,
yang telah berhasil menghasilkan undang-undang progresif ini, harus juga
memberikan pemahaman makalahadedidikirawan yang komprehensif kepada sekelompok masyarakat yang ketat
menjaga nilai-nilai adat dan agama, yang menolak tradisi kawin campur karena
kental bermuatan sara. Sehingga produk hukum yang sangat dibanggakan ini
menjadi lebih acceptable. Perkawinan campuran telah merambah seluruh
pelosok tanah air dan lapisan masyarakat. Globalisasi informasi, ekonomi,
pendidikan, dan transportasi telah menggugurkan stigma bahwa kawin campur
adalah perkawinan antara ekspatriat kaya dan orang Indonesia. Menurut hasil
survei online yang dilakukan Indo-MC tahun 2002, dari 574 responden yang
terjaring, 95,19% adalah perempuan warga WNI yang menikah dengan pria WNA.
Angka terbesar adalah perkenalan melalui internet, kemudian bekas teman
kerja/bisnis, berkenalan saat berlibur, bekas teman sekolah dan sahabat pena.
Perkawinan campur terjadi pada tenaga kerja Indonesia dengan tenaga kerja dari
negara makalah adedidikirawanlain. Di lain pihak, Kantor Catatan Sipil (KCS) DKI Jakarta mencatat 878
perkawinan selama tahun 2002 sampai tahun 2004 dan 94,4 persennya adalah
perempuan WNI yang menikah dengan pria WNA (829 pernikahan). Angka tersebut
belum termasuk pernikahan di KUA yang tidak didaftarkan di KCS dan di seluruh
Indonesia.[10]
Perempuan WNI adalah pelaku mayoritas kawin campur, tetapi hukum
di Indonesia yang berkaitan dengan perkawinan campuran justru tidak memihak
perempuan. Salah satunya adalah UU Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan
telah menempatkan perempuan sebgai pihak yang harus kehilangan kewarganegaraan
akibat kawin campur (Pasal 8 ayat 1) dan kehilangan hak atas pemberian
kewarganegaraan pada keturunannya.[11]
Untuk memecahkan masalah tersebut, Pemerintah Hindia Belanda
mengeluarkan peraturan tentang perkawinan campuran yakni Regeling op de
Gemengde Huwelijken (Stb. No. 158 Tahun1898). Menurut Pasal 1 GHR,
perkawinan campuran udalah perkawinan antara orang-orang yang di Indonesia
tunduk pada hukum yang berlainan. Pasal 1 memberikan penekanan pada verschillend
rech onderwopen, yaitu yang takluk pada hukum berlainan. Seperti disebutkan
di atas, warisan stelsel hukum kolonial mengakibatkan pluralisme hukum yang
berlaku di Indonesia,makalah adedidikirawan antara lain suku bangsa, golongan, penganut-penganut
agama, berlaku hukum yang berlainan terutama di lapangan hukum perdata. Adapun
yang menjadi pertimbangan pluralisme tersebut bukan karena diskriminatif tetapi
justru untuk dapat memenuhi kebutuhan hukum dari semua golongan yang
bersangkutan, terutama yang, menyangkut hukum perkawinan. Karena faktor
perbedaan agama dan kepercayaan makalah adedidikirawanmasing-masing pihak, tidak mungkin mengadakan
hukum yang seragam.
Pasal 2 GHR (Gemengde
Huwelijken Regeling) menyebutkan dengan tegas
mengenai status seorang perempuan dalam perkawinan campuran, yaitu selama pernikahan
belum putus, seorang istri tunduk kepada hukum yang berlaku bagi suaminya baik
di lapangan hukum publik maupun hukum sipil. Pasal 10 GHR mengatur tentang
perkawinan campuran di luar negeri, di antaranya mengatur perkawinan makalah adedidikirawancampuran
antar bangsa / antar negara, antara lain yang memiliki kewarganegaraan yang
berbeda.
Sementara itu, Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 memberikan
definisi yang sedikit berbeda dengan definisi di atas. Adapun pengertian
perkawinan campuran yang diatur dalam Pasal 57 Undang-undang Perkawinan adalah
:
“Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalum Undang-undang ini
untuk perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang
berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan Asing dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia.”
Pasal 57 membatasimakalah adedidikirawan makna perkawinan campuran pada perkawinan
antara seorang warganegara RI dengan seorang yang bukan warga negara RI,
sehingga padanya termasuk perkawinan antara sesama warga negara RI yang berbeda
hukum dan antara sesama bukan warga negara RI. Dengan berlakunya Undang-undang
Perkawinan makalah adedidikirawanNo.1 Tahun 1974 maka ketentuan-ketentuan yang diatur dalam GHR
dimaksud telah diatur dalam Undang-undang Perkawinan dinyatakan tidak berlaku.
Oleh karena Pasal 57 Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 menekankan
perbedaan kewarganegaraan dan atau tunduk pada hukum yang berlainan maka
ketentuan GHR masih tetap berlaku sepanjang yang melakukan perkawinan campuran
itu adalah orang sebagaimana diatur dalam Pasal 57 Undang-undang Perkawinan
No.1 Tahun 1974.[12]
Pembuatan undang-undang No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak
dilatarbelakangi dengan ratifikasi Konvensi Hak Anak oleh Indonesia pada tahun
1990 setelah konvensi ini diadopsi oleh Majelis Umum PBB guna mengatur masalah
pemenuhan Hak Anak. Selain itu Indonesia jugamakalah adedidikirawan mengadopsi undang-undang tentang
hak asasi manusia pada tahun 1999 (UU No. 39/1999). Meskipun sudah ada sejumlah
undang-undang di yang berkaitan dengan perlindungan anak, misalnya UU Kesejahteraan
Anak, UU Pengadilan Anak, dan sebagainya, belum ada undang-undang yang secara
utuh dapat mengatasi permasalahan anak. UU Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002 dapat
dilihat sebagai salah satumakalah adedidikirawan produk dari Konvensi Hak Anak yang diharapkan dapat
memperbaiki kondisi anak sehubungan dengan upaya pemenuhan Hak Anak sehingga
dapat mengurangi pelanggaran Hak Anak baik yang dilakukan oleh orangtua dalam konteks
keluarga, masyarakat maupun negara. Undang-undang Perlindungan Anak dibuat
makalahadedidikirawan berdasarkan empat prinsip KHA: nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak,
hak untuk hidup, bertahan dan berkembang, dan hak anak untuk berpartisipasi.
Dalam rangka melaksanakan perlindungan anak sesempurna perlu kita
memahami hambatan pelaksanaan perlindungan anakmakalah adedidikirawan agar dapat diatasi seefektif
mungkin. Beberapa hambatan penting ingin dikemukakan disini yang relatif
sifatnya dan berkaitan dengan situasi dan kondisi tertentu anatara lain;
Dalam kenyataan kita dihadapkan pada perbedaan pandangan dan
keyakinan yang kuat, yang berkaitan dengan masalah perlindungan anak seorang
individu, kelompok organisasi swasta atau pemerintah. Hal lain berkaitan erat
dengan latar belakangmakalah adedidikirawan pendidikan, kepentingan, nilai-nilai sosial kepribadian
yang bersangkutan. Jadi perlu adanya usaha mengatasi hambatan dalam masalah
pengertian yang tepat mengenai anak, misalnya melalui pendidikan, penyuluhan
yang meluas dan merata kepada partisipan dengan berbagai cara. Pengembangan
pengertian yang tepat merupakan dasar seseorang mau ikut berpartisipasi dalam
kegiatan perlindungan anak.
Keberhasilan dalam upaya perlindungan anak sedikit banyak bergantung
dari kemampuan untuk membebaskan diri dari memprioritaskan kepentingan diri
sendiri / kelompok / lembaga sehingga menjawab salah satu dari prinsip Hak Anak
yaitu Kepentingan Terbaik Baik Bagi Anak menjadi hal yang utama untuk menjadi
bahan pertimbangan dalam melakukan banyak hal yang berkaitan dengan pemenuhan
Hak Anak. Koordinasi kerjasama sangat membantu mengatur bidang minatmakalah adedidikirawan pelayanan
dalam pelaksanaan perlindungan anak yang mempunyai berbagai macam bidang
pelayanan. Pelaksanaan perlindungan anak belum dijamin dengan peraturan
perundang-undangan yang mantap, sehingga menghambat pelaksanaan perlindungan
anak. Pelaksanaan atau implementasi dari Undang-Undang belum berjalan
sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat dalam upaua Perlindungan anak.
Saran-saran agar Penyelenggara Perlindungan Anak Indonesia berjalan efektif.
Perlindungan anak di Indonesia dan implementasinya dipertanggungjawabkan
serta bermanfaat ingin dikemukakan beberapa saran yang kiranya dapat
diperhatikan dan dilaksanakan bersama mengingat situasi dan kondisi yang ada
pada saat ini dan dikemudian hari sebagi berikut :[13]
1.
Mengusahakan adanya suatu
organisasi koordinasi kerjasama di bidang pelayanan perlindungan anak, yang
berfungsi sebagai koordinator yang memonitor dan membantu membina dan membuat
makalah adedidikirawanpola kebijaksanaan mereka yang melibatkan diri dalam perlindungan anak pada
tingkat nasional dan regional.
2.
Berupaya maksimal membuat,
mengadakan penjamin pelaksanaan perlindungan anak dengan berbagai cara yang mempunyai
kepastian hukum.
3.
Mengusahakan penyuluhan mengenai perlindungan
anak serta manfaatnya secara merata dengan tujuan meningkatkan kesadaran setiap
anggota masyarakat dan aparat pemerintah untuk ikut serta dalam kegiatan
perlindungan anakmakalah adedidikirawan sesuai dengan kemampuan dan berbagai cara untuk tidak bertentangan
dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
4.
Mengusahakan penelitian di
bidang perlindungan anak agar lebih dapat memahami permasalahan untuk dapat
membuat dan melakasanakan kebijaksanaan secara dapat dipertanggungjawabkan dan
bermanfaat.
Meningkatkan pemenuhan hak-hak sipil dan kebebasan sebagai
manifest pertama haknya sebagai manusia, yang mencakup:
1.
Nama, status
kewarganegaraan, identitas penduduk, dan akta kelahiran;
2.
Kebebasan dalam berekspresi, berpikir, berhati
nurani, memeluk agama, berserikat, akses terhadap informasi yang layak baik
melalui jalur organisasimakalah adedidikirawan pemerintah, organisasi masyarakat, maupun organisasi
yang dibentuk oleh mereka sendiri.
3.
Perlindungan atas kehidupan
pribadi.
4.
Tidak menjadi subjek
penyiksaan, hukum yang kejam, penjara
seumur hidup, penahanan semena-mena dan perampasan kebebasan.
Asas kepentingan terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua
tindakan yang berkaitan dengan anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat,
badan legislatif dan Yudikatif, kepentingan yang terbaik bagi anak harus
menjadi pertimbangan utama. Dalam hal menjamin dan menghormati hak anak negara
dan pemerintah tidak dibenarkan melakukan diskriminasi / membedakan suku, agama,
ras, golongan dll, sebagaimana diatur dalam Ps 2 mengingat Penyelenggaraan Perlindungan
Anak harus berasaskan Pancasila dan UUD’45 dan prinsip dasar Konvensi Hak Anak Perlindungan
Anak harus tercerminmakalah adedidikirawan dan diwujudkan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat,
antara lain dalam bidang hukum, baik Perdata maupun Pidana, yang dalam tulisan
ini dibatasi dalam bidang Pidana. Mengingat bahwa pertanggung jawaban anak dalam
hukum pidana (toerekenvatbaarheid) atas pelanggaran-pelanggaran hukum
yang dilakukannya adalah belum sempurna seperti orang dewasa, maka perlu adanya
ketentuan tentang batas usia minimum bagi anak untuk dapat mempertanggung
jawabkan perbuatannya. Sebagai perbandingan yaitu dalam KUHP (lama) belum
menentukan batas usia minimum tersebut, karena pasal 45 KUHP hanya menentukan
sebelum batas umur (16 tahun) untuk dapat dijatuhi tindakan makalahadedidikirawan ataupun pidana,
yang lain jenisnya atau lebih ringan dari pidana yang dapat dijatuhkan kepada
orang dewasa.
Dengan demikian menurut ketentuan tersebut, dapat dikatakan formil
juridis anak berumur satu tahun hingga misalnya sampai 6-7 tahun dapat dituntut
pidana, sedangkan dilihat baik dari segi biologis maupun psychologis anak-anak
seumur itu tidak dapat diharapkan mengerti akan sifat baik buruknya suatu
perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian.
Kebanyakan negara mempunyai batas umur minimum dan batas maksimum
seorang anak untuk dapat diajukan ke sidang anak, dengan pengertian batas umur
minimum hanya berlaku bagi delinquent child (anak nakal), sedangkan bagi
neglected (Independent Child / Anak Terlantar) tidak ada batas
usia minimum. Sebagai perbandingan dengan negara-negara tersebut.
Dengan diberlakukannya UU Nomor 12 Tahun 2006, maka UU Nomor 62
Tahun 1958 tidak berlaku lagi. Penjelasan UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang
kewarganegaraan Indonesia menyebutkan untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan
melaksanakan amanat UUD 1945 sebagaimanamakalah adedidikirawan tersebut di atas, Undang-undang ini memperhatikan
azas-azas kewarganegaraan umum atau universal, yaitu asas Ius Sanguinis,
Ius Soli dan Campuran. Ius Sanguinis (Law of the blood)
adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan,
bukan berdasarkan Negara tempat kelahiran. Asas Ius Soli (Law of the
Soil) secara terbatas adalah yang menentukan kewarganegaraan seseorang
berdasarkan Negara tempat kelahiran.
Diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam undang-undang ini. Juga dijabarkan tentang asas kewarganegaraan
tunggal yang artinya asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap
orang. Sedangkan asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang
menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam undang-undang ini. Undang-undang ini pada dasarnymakalah adedidikirawana tidak mengenal
kewarganegaraan ganda (bipatride) atau pun tanpa kewarganegaraan (Apatride).
Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam Undang-Undang ini
merupakan suatu pengecualian.
Pemberlakuan UU Nomor 12
Tahun 2006, tentunya memiliki tiga pertimbangan khusus, yaitu Filosofis,
Yuridis maupun Sosiologis. Secara filosofis UU Nomor 62 Tahun 1958 masih
mengandung ketentuan-ketentuan yang belum sejalan dengan falsafah
Pancasila. Antara lain karena bersifat diskriminatif yang kurang menjamin
pemenuhan HAM dan persamaan antara warganegara, serta kurang memberikan
perlindungan hukum kepada perempuan dan anak-anak. Secara Yuridis, landasan
Konstitusional pembentukannya berdasarkan UUDS Tahun 1950 yang sudah tidak berlaku
lagi. Yang paling utama adalah secara sosiologis, UU Nomor 62 Tahun 1958 ini
tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Internasional
dalam pergaulan global yang menghendaki adanya perlakuan dan kedudukan warga
negara terhadap hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender. Implementasi
UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan memiliki latar belakang
spesifik. Di mana warganegara merupakan unsur hakiki suatu negara. Artinya
status kewarganegaraan seseorang menimbulkan hak dan kewajiban antara orang itu
dengan negaranya. Abdul Wahid makalah adedidikirawanMasru juga memaparkan UU yang selama ini berlaku
adalah UU No 62 Tahun 1958 jo UU No 3 Tahun 1976 baik secara filosofis, yuridis
dan Sosiologis sudah tidak sesuai dengan perkembangan sehingga perlu diganti
dengan yang baru. Secara umum terdapat beberapa asas kewarganegaraan yaitu, Ius
Sanguinis, Ius Soli, Kewarganegaraan Tunggal dan Kewarganegaraan
Ganda. Selain itu terdapat beberapa asas khusus yaitu Asas kepentingan
Nasional, asas perlindungan maksimum, asas Persamaan dihadapan makalah adedidikirawanhukum dan
Pemerintahan, asas Kebenaran Substantif, asas Non-diskriminatif, asas Pengakuan
dan Penghormatan HAM, asas Keterbukaan dan asas Publisitas.
Warganegara RI menurut UU No 12 Tahun 2006 adalah, berdasarkan
asas Sanguinis yaitu; anak yang lahir dari perkawinan yang sah antara ayah dan
ibu adalah WNI, Ayah WNI dan Ibu WNA. Kemudian Ibu WNI dan ayah WNA, Ibu WNI
dan ayah Stateless atau hukum negara ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan
pada anak tersebut. posisi sang Ayah adalah WNI dan secara langsung sang anak tersebut menjadi WNI makalah adedidikirawansetelah
300 hari ayahnya meninggal dunia. Dan mereka lahir di luar wilayah Indonesia
akan tetapi ayah dan ibu WNI. Meskipun menurut hukum negara tempat kelahiran
anak memberikan kewarganegaraan. WNI juga dapat diperoleh dari anak yang lahir tanpa
perkawinan yang sah, dimana ibunya WNA, diakui oleh ayahnya WNI sebelum anak
berumur 18 tahun/belum kawin (Pasal 4 huruf h).
Sementara menurut asas Ius Soli, yang masuk menjadi WNI adalah
anak yang lahir di wilayah Indonesia dan status kewarganegaraan ayah dan ibunya
tidak jelas. Dimana anak baru lahir tersebut ditemukan di wilayah Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui atau bisa juga anak dilahirkan di
wilayah Indonesia akan tetapi ayah dan ibunya stateless ataumakalah adedidikirawan tidak diketahui keberadaannya.
Anak yang berhak mendapatkan kewarganegaraan RI apabila ayah atau ibunya telah
dikabulkan permohonan pewarganegaraannya, meskipun mereka meninggal sebelum mengucapkan
sumpah atau menyatakan diri. Anak yang memperoleh WNI juga dapat diberikan
kepada mereka yang lahir di Luar perkawinan sah, belum makalahadedidikirawan berusia 18 tahun dan
belum kawin akan tetapi diakui secara sah oleh ayahnya WNA. Sementara menurut Abdul
Wahid Masru, anak yang makalah adedidikirawanawalnya WNI dan belum berusia 5 tahun diangkat secara
sah oleh WNA, tetap diakui WNI.
Akibat kewarganegaraan Ganda, lahirlah apa yang disebut dengan Hak
Opsi, di mana mereka akan memperoleh WNI melalui opsi ini adalah anak yang
lahir dari perkawinan campuran (ayah atau ibunya WNI). Selain itu lanjut Abdul
Wahid Masru, anak yang lahir diluar perkawinan yang sah diantaranya Ibu WNA,
diakui oleh ayahnya WNI sebelum berusia 18 tahun/belum kawin tetap diakui
sebagai WNI. Yang kedua adalah Ibu WNI, diakui oleh ayahnya WNA sebelum berusia
18 tahun/belum kawin. Mereka juga termasuk WNI. Di sisi lain, anak dari ayah
dan ibu WNI lahir di luar negeri, dan hukum makalah adedidikirawannegara tempat lahir anak tersebut
memberikan kewarganegaraan mereka juga adalah WNI. Hanya saja setelah menyandang
WNI, maka 3 bulan setelah anak tersebut berusia 18 tahun/sudah kawin ia
disarankan memilih kewarganegaraan.
Mempunyai pekerjaan/penghasilan tetap dan membayar uang kewarganegaraan.
Langkah pertama memohon kewarganegaraan adalah dengan mengajukan permohonan
tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Presiden melalui Menteri. Permohonan itu
harus melampirkan dokumen yang dipersyaratkan (Intinya untuk membuktikan
persyaratan. Permohonan berikut lampirannya disampaikan kepada pejabat
(Kakanwil Departemen Hukum dan HAM RI. Jika persyaratan sudah lengkap, pejabat
melakukan pemeriksaan Substantif dalam waktu paling lambat 14 hari terhitung sejak
tanggal permohonan diterima secara lengkap. Jika memenuhi makalah adedidikirawanpersyaratan
substantif, permohonan berikut lampirannya disampaikan kepada Menteri dalam
waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan substantif
selesai dilakukan. Di Imigrasi, menteri akan memeriksa persyaratan substantif.
Jika memenuhi persyaratan meneruskan permohonan berikut pertimbangannya kepada
Presiden, dalam waktu 45 hari terhitung sejak tanggal penerima permohonan. Jika
memandang perlu, menteri juga dapat meminta pertimbangan instansi terkait.
Saat itulah Presiden kemudian mengabulkan atau menolak permohonan
dalam waktu 45 hari sejak permohonan diterma secara lengkapmakalah adedidikirawan dari menteri. Jika
permohonan dikabulkan, ditetapkan dengan keputusan Presiden. Dan diberitahukan
kepada pemohon dalam waktu 14 hari terhitung sejak keputusan presiden
ditetapkan.
Dengan tembusan kepada pejabat. Jika permohonan ditolak, penolakannya
tentu disertai alasan penolakan selanjutnya permohonan dikembalikan kepada
pemohon lengkap dengan alas an penolakan dalam waktu sama. Petikan keputusan
Presiden disampaikan kepada pejabat untuk diteruskan kepada pemohon dan salinannya
disampaikan kepada Menteri, pejabat dan Perwakilanmakalah adedidikirawan negara asal pemohon.
Mereka yang memperoleh kewarganegaraan RI adalah mereka yang WNA
yang kawin secara sah dengan WNI, sudah bertempat tinggal di Indonesia 5 tahun
terus-menerus/10 tahun tidak terus menerus. Yang paling penting adalah WNI
adalah tidak menyebabkan berkewarganegaraan ganda. Bagi mereka makalah adedidikirawanyang memiliki
kewarganegaraan ganda lanjut Abdul Wahid Masru, akan diberikan ijin tinggal
tetap.
Secara spesifik cara memperoleh kewarganegaraan RI melalui melalui
pernyataan, pertama kali mereka harus mengajukan pernyataan kepada Menteri
melalui pejabat dengan melampirkan dokumen yang dipersyaratkan. Kemudian,
pejabat melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan paling lambat 14 hari.
Jika dinilai lengkap diteruskan kepada menteri dalam waktu paling lambat 14
hari terhitung sejak tanggal selesainya pemeriksaan. Apabila dinilai lengkap,
menteri pun menetapkan keputusan paling lambat 30 hari terhitung sejak
makalah adedidikirawanpernyataan diterima secara lengkap dari pejabat.
Selanjutnya keputusan menteri diumumkan dalam berita negara RI. Di
sisi lain, keputusan menteri pun disampaikan kepada pejabat atau perwakilan RI
untuk diteruskan kepada pemohon. Dan saat itu juga pemohon harus mengembalikan
dokumen yang terkait dengan statusnya sebagai WNA. Ada beberapa hal khusus yang
perlu diketahui yaitu
Kewarganegaraan RI dapat diberikan kepada WNA akibat dari Jasanya kepada
Indonesia (Karena prestasinyamakalah adedidikirawan luar biasa dibidang kemanusiaan, Ilmu pengetahuan
dan Teknologi, kebudayaan, Lingkungan hidup, atau keolahragaan, telah memberikan
kemajuan dan keharuman nama bangsa indonesia), atau karena alasan kepentingan
negara. Tujuan orang tersebut dinilai telah dapat memberikan sumbangan yang
luar biasa untuk kepentingan memantapkan kedaulatan negara dan meningkatkan
kemajuan khususnya di bidang perekonomian Indonesia. Bagi mereka yang memperoleh
kewarganegaraan khusus ini, secara langsung akanmakalah adedidikirawan diberikan Presiden setelah
memperoleh pertimbangan DPR. Seseorang akan kehilangan kewarganegaraannya
karena mereka telah
memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri. Atau dinyatakan hilang
kewarganegaraannya oleh presiden atas permohonan sendiri dengan ketentuan yang
bersangkutan berusia 18 tahun /sudah kawin. Yang paling fatal adalah ketika seseorang
masuk dalam dinas tentara asing tanpa ijin dari makalah adedidikirawanpresiden. Terkecuali peserta
pendidikan DO Negara asing yang mengharuskan wajib militer. Mereka juga dapat
kehilangan kewarganegaraan RI akibat dari tinggal di luar negeri 5 tahun
berturut-turut akibat dari bukan dalam rangka dinas negara dan tidak menyatakan
keinginan untuk tetap menjadi WNI sebelum berakhirnya waktu 5 tahun, atau
setiap 5 tahun berikutnya.
Beberapa contoh mereka yang kehilangan kewarganegaraan diantaranya
adalah Perempuan WNI yang kawin dengan Laki-laki WNA, kehilangan
kewarganegaraan RI dapat terjadi apabila menurut hukum negara asal suaminya,
makalah adedidikirawankewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami. Contoh lain adalah
Laki-laki WNI yang kawin dengan perempuan WNA. Kehilangan Kewarganegaraan RI akan
terjadi apabila menurut hukum negara asal istrinya, kewarganegaraan suami
mengikuti kewarganegaraan istri.
Pemberian Kewarganegaraan RI akan dibatalkan dengan ketentuan
mereka yang memperoleh kewarganegaraan tersebut membuat pernyataan palsu atau
dipalsukan, tidak benar atau terjadi kekeliruan mengenai orangnya, didasarkan
padamakalah adedidikirawan putusan pengadilan yang mempunyai hukum tetap. Pembatalan ini dilakukan
sesuai dengan cara mereka memperolehnya. Kalau melalui Keppres maka pembatalannya
juga berdasarkan keputusan Presiden atau sebaliknya.
Bagi mereka yang memberikan keterangan palsu, termasuk keterangan
di atas sumpah, membuat surat atau dokumen palsu, memalsukan dokumen dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh memakai keterangan atau surat atau dokumen
yang dipalsukan untuk memperoleh kewarganegaraan RI akan dikenakan hukuman
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya mereka melakukan pemalsuan
melalui korporasi, makalahadedidikirawanpidana yang dijatuhkan juga atas nama makalah adedidikirawankorporasi atau
sebaliknya.
Di sisi lain Dirjen
Peraturan Perundang-undangan ini juga menegaskan ada beberapa pengecualian yang
terjadi yaitu, kehilangan kewarganegaraan RI bagi seorang ayah, tidak dengan sendirinya
berlaku terhadap anaknya yang mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya. Sampai
dengan anak tersebut berusia 18 tahun atau kawin. Atau bisa juga kehilangan
kewarganegaraan RI bagi seorang ibu, tidak dengan sendirinya berlaku terhadap
anaknya yang tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya, sampaimakalah adedidikirawan dengan anak
tersebut berusia 18 tahun atau kawin. Kehilangan kewarganegaraan RI bagi
seorang ibu juga disebabkan karena memperoleh kewarganegaraan lain karena putus
perkawinannya, tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya sampai dengan anak
tersebut berusia 18 tahun atau kawin. Sementara itu seiring dengan perubahan UU
Kewarganegaraan, maka peraturan keimigrasian juga mengalami perubahan. Bidang
keimigrasian adalah sektor yang mempunyai korelasi erat dalam penerapan UU
kewarganegaraan, bagai dua sisi mata uang, peraturan perundang-undangan kewarganegaraan,
keimigrasian berjalan seiring dalam memberikan perlindungan dan pengayoman
terhadap warga negara indonesia maupun warga negara asing dengan dilandasi
kedaulatan Indonesia di tengah pergaulan internasional.
Oleh sebab itulah terdapat beberapa implikasi terhadap bidang keimigrasian
yang terkait dengan diterbitkannya UU Nomor 12 Tahun 2006. Namun demikian,
peran imigrasi hanyalah sebagai petugas yang melaksanakan makalah adedidikirawanpembatalan/Pencabutan
Ijin Keimigrasian, penerbitan Paspor RI, peneraan Cap pada Paspor RI dan
pemberian keterangan secara affidavit pada Paspor Asing bagi Subyek
Kewarganegaraan ganda terbatas, pemberian Surat Keterangan Keimigrasian (SKIM)
dalam rangka Pewarganegaraan dan menyampaikan Pernyataan Untuk Menjadi
Warganegara Indonesia dan menyesuaikan (Mengharmonisasikan dan
mengsinkronisasikan) berbagai peraturan keimigrasian dengan Undang-undang No 12
Tahun 2006.
Dengan UU Nomor 12 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM
RI Nomor M.01-HL.03.01 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pendaftaran memperoleh
Kewarganegaraan Indonesia yang tertuang dalam Pasal 41 dan Pasal 42 tentang
Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia, maka diperlukan
ketentuan yang berkaitan dengan keimigrasian bagi anak dengan subyek kewarganegaraan
ganda terbatas. Di antaranya pada dasarnya makalah adedidikirawananak yang lahir sebelum UU Nomor 12
Tahun 2006 (sebelum 1 Agustus 2006) tidak secara otomatis mendapatkan
kewarganegaraan RI tetapi dengan cara didaftarkan oleh orang tua/walinya kepada
Menteri Hukum dan HAM RI melalui pejabat (Kepala Kantor Wilayah Departemen
Hukum dan HAM RI) sesuai pasal 41 UU Nomor 12 Tahun 2006 junto Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01- HL.03.01 Tahun 2006 tentang cara untuk
memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dan diberi waktu paling lama 4
tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan. Dengan perkataan lain pada tanggal
1 Agustus 2010 mereka tidak dapat lagi menggunakan makalahadedidikirawanhaknya mendapatkan
Kewarganegaraan Indonesia.
Karena sifatnya sementara atau pada hukum waktu tertentu makalah adedidikirawanakan tidak
berlaku lagi. Untuk memperkuatnya diterbitkanlah Surat Edaran Menteri Hukum dan
HAM RI No.M.09-IZ.03.10 Tahun 2006 tentang Fasilitas Keimigrasian bagi anak
subyek kewarganegaraan Ganda terbatas yang lahir sebelum Undang-Undang No.12
Tahun 2006. Adapun isi Surat Edaran tersebut adalah anak sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l dan anak yang diakui atau diangkat
secara sah sebagaimana dimaksud pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2006 adalah yang
belum berusia 18 tahun atau belum kawin.
Bagi mereka yang belum mengajukan permohonan pendaftaran untuk
memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal
41 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia tetap
diwajibkan memiliki ijin keimigrasian dan pemberian ijin keimigrasian tersebut
cukup diselesaikan atau dilakukan oleh kantor imigrasi yang makalah adedidikirawanwilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal anak.
Anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h,
huruf l dan anak yang diakui atau diangkat secara sah, sebagaimana dimaksud
dalam pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
serta belum berusia 18 tahun atau belum kawin, kemudian mereka telah mengajukanmakalah adedidikirawan
permohonan pendaftaran memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia dan sudah
mendapat Keputusan Menteri tentang perolehan Kewarganegaraan RI, orang tua atau
wali dari anak yang bertempat tinggal di wilayah Negara RI wajib melaporkan
secara tertulis perolehan Kewarganegaraan Republik Indonesia tersebut kepada
kantor imigrasi setempat.
Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Perolehan Kewarganegaraan
Republik Indonesia, Paspor asing atau paspor orang tuanya (bagi anak yang
namanya tercantum dalam paspor orang tuanya) dan Dokumen keimigrasian atas nama
anak yang bersangkutan.
Di sisi lain setelah menerima permohonan tertulis dari orang tua/wali
anak akan melakukan Pembatalan/Pencabutan Ijin Keimigrasianmakalah adedidikirawan atas nama anak yang
bersangkutan atau menerbitkan Paspor Republik Indonesia atas permohonan anak
yang bersangkutan dan/atau orang tua atau walinya serta mencatatnya dalam buku
register dengan menerakan cap pada Paspor Republik Indonesiadi dalam
endorsments/pengesahan yang berbunyi Pemegang Paspor ini adalah subyek pasal 4
huruf c, huruf d, huruf f, huruf l dan pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia. Pemberian Keterangan yang dilekatkan (affidavit)
pada paspor asing bahwa Yang bersangkutan adalah subyek Pasal huruf c, huruf d,
huruf h, huruf l dan pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia. Sementara anak pemegang dua paspor yang memilih menggunakan
paspor asing pada saat masuk atau ke luar wilayah negara Republik Indonesia
maka Pejabat Imigrasi atau Petugas Pemeriksa Pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi
menerakan cap, Yang bersangkutan subyek pasal 4 huruf c, huruf d, huruf l dan
Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun makalah adedidikirawan2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia pada arrival
Departure Card. Terhadap anak-anak subyek kewarganegaraan ganda dapat diberikan fasilitas keimigrasian seperti
anak yang hanya memegang paspor asing pada saat masuk dan berada di wilayah
negara Indonesia dibebaskan dari kewajiban memiliki visa, ijin tinggal dan ijin
masuk kembali (Re-Entry Permit). Anak yang hanya memegang paspor asingmakalah adedidikirawan
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang melakukan perjalanan masuk atau keluar
wilayah Indonesia pada paspornya diterakan Tanda Bertolak/Tanda Masuk oleh Pejabat
Imigrasi atau Petugas Pemeriksa Pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
Khusus bagi anak pemegang 2 (dua) paspor pada saat yang bersamaan
(Paspor Republik Indonesia dan Paspor Asing), pada saat masuk atau keluar
wilayah Negara Republik Indonesia wajib menggunakan 1 (satu) paspor yang sama.
Demikian juga bagi anak pemegang 2 (dua) paspor sebagaimana dimaksud pada huruf
c yang memilih menggunakan paspor asing pada saat masuk atau keluar wilayah
Negara Republik Indonesia, maka Pejabat Imigrasi menerakan cap yang
bersangkutan subyek pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l dan Pasal 5 UU
Nomor 12 Tahun 2006 tentang makalahadedidikirawanKewarganegaraan Republik Indonesia pada Arrival
Departure Card. Sedangkan bagi anak yang belum menentukan pilihan kewarganegaraan
dan belum berusia 21 tahun dapat
diberikan paspor Republik Indonesia dimana masa berlaku paspor Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud huruf e dibatasi hanya sampai anak bersangkutan
berusia 21 tahun.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa UU Kewarganegaraan, hak
dan kewajiban warganegara semakin jelasdan lugas. Dimana hak kaum perempuan dan
kaum pria di depan hukum disetarakan. Meskipun si pria merupakan warganegara
asing, akan tetapi apabila hukum positif mengatakan anak yang dikandung tersebut
lahir di Indonesia serta si pria asing tersebut berada di Indonesia, maka
status anak tersebut adalah warganegara Indonesia. Kalau ketika UU lama
diterapkan, hak anak pun masih belum jelas.
Mereka harus menunggu setelah anak tersebut besar. Barulah mereka
berani melakukan penentuan pilihan akan kewajiban dan tanggung jawabnya. UU
Yang baru jelas berbeda, dimana hak dan kewajiban suami istri campuran kembali
dipertegas dan diperlugas. Di sisi lain, pengetatan dan memperlonggar ijin
imigrasi pun mengalami pembaharuan sesuai dengan perkembangan jaman.
3.2 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN
YANG TIDAK TERCATAT
Seorang anak sah ialah anak yang dianggap lahir dari perkawinan
yang sah antara ayah dan ibunya. Kepastian, seorang anak sungguh-sungguh anak
ayahnya tentunya sukar didapat.[14]
Sehubungan dengan itu, oleh Undang-Undang ditetapkan suatu tenggang
kandungan yang paling lama, yaitu 300 hari dan suatu tenggang kandungan yang
paling pendek, yaitu 180 hari. Seorang anak yang lahir 300 hari setelah
perkawinan orang tuanya dihapuskan, adalah anak yang tidak sah. Jikalau seorang
anak dilahirkan sebelumnya lewat 180 hari setelah hari pernikahan orang tuanya,
maka ayahnya berhak menyangkal sahnya anak itu, kecuali jika ia sudah
mengetahui bahwa isterinya mengandung sebelum pernikahan dilangsungkan atau
jika ia hadir pada waktu dibuatnya surat kelahiran dan surat kelahiran ini
turut ditandatangani olehnya. Dalam kedua hal tersebut si ayah itu dianggap
telah menerima dan mengakui anak yang lahir itu sebagai anaknya sendiri.
Penyangkalan sahnya anak tidak tergantung pada terus berlangsungnya atau
dihapuskannya perkawinan, begitu pula tidak tergantung pada pertanyaan apakah anak
itu masih hidup atau telah meninggal, meskipun sudah barang tentu seorang anak
yang lahir mati tidak perlu disangkal sahnya.
Selanjutnya si ayah dapat juga menyangkal sahnya anak dengan
alasan isterinya telah berzina dengan lain lelaki, apabila kelahiran anak itu
disembunyikan. Di sini si ayah itu harusmembuktikan bahwa isterinya telah
berzina dengan lelaki lain dalam waktu antara 180 dan 300 hari sebelum
kelahiran anak itu. Tenggang waktu untuk penyangkalan, ialah satu bulan jika si
ayah berada di tempat kelahiran anak, dua bulan sesudah ia kembali jikalau ia sedang bepergian
waktu anak dilahirkan atau dua bulan setelahnya ia mengetahui tentang kelahiran
anak,makalah adedidikirawan jika kelahiran itu disembunyikan. Apabila tenggang waktu tersebut telah
lewat, si ayah itu tak dapat lagi mengajukan penyangkalan terhadap anaknya.
Pembuktian keturunan harus dilakukan dengan surat kelahiran yang
diberikan oleh Pegawai Pencatatan Sipil. Jika tidak mungkin didapatkan surat
kelahiran, hakim dapat memakai bukti-bukti lain asal saja keadaan yang nampak
keluar, menunjukkan adanya makalah adedidikirawanhubungan seperti antara anak dengan orang tuanya.
Oleh hakim yang menerima gugatan penyangkalan itu, harus ditunjuk seorang wali
khusus yang akan mewakili anak yang disangkal itu. Ibu si anak yang disangkal
itu, yang tentunya paling banyak mengetahui tentang keadaan mengenai anak itu
dan juga paling mempunyai kepentingan, haruslah dipanggil di muka hakim. Anak
yang lahir di luar perkawinan, dinamakan “natuurlijk kind” la dapat
diakui atau tidak diakui oleh ayah atau ibunya.
Kitab Undang Undang Hukum
Perdata dalam Pasal 250 disebutkan bahwa anak yang dilahirkan atau dibesarkan
selama perkawinan adalah anak dari suami ibunya makalahadedidikirawanyang terikat dengan perkawinan.
Menurut Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, anak yang sah
adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah, meskipun
anak tersebut lahir dari perkawinan wanita hamil yang usia kandungannya kurang
dari enam bulan lamanya makalah adedidikirawansejak ia menikah resmi.
Masalah anak sah diatur di dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974
pada pasal 42, 43 dan 44.
Pasa1 42 :
“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat perkawinan yang sah”.
Pasa1 43 :
(1) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
(2) Kedudukan anak tersebut ayat
(1) di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah”.
Pasa1 44 :
(1) Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh
istrinya bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu
akibat daripada perzinaan tersebut.
(2) Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas
permintaan pihak yang berkepentingan”.
Berkenaan dengan pembuktian asal-usul anak, Undang-Undang Perkawinan
di dalam pasal 55 menegaskan:
1.
Asal-usul seorang anak hanya
dapat dibuktikan dengan akta kelahiran yang otentik, yangmakalah adedidikirawan dikeluarkan oleh
Pejabat yang berwenang.
2.
Bila akta kelahiran tersebut dalam ayat (1)
pasal ini tidak ada, maka Pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal-usul
seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti
yang memenuhi syarat.
3.
Atas dasar ketentuan
Pengadilan tersebut ayat (2) pasal ini, maka instansi Pencatat Kelahiran yang
ada dalam daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan akta kelahiran
bagi anak yang bersangkutan.
Di dalam pasal-pasal di atas ada beberapa hal yang diatur. Pertama,
anak sah adalah yang lahir dalam dan akibat perkawinan yang sah. Paling tidak
ada dua bentuk kemungkinan:
1.
Anak sah lahir akibat
perkawinan yang sah
2.
Anak yang lahirmakalah adedidikirawan dalam
perkawinan yang sah.
Dalam Kompilasi Hukum Islam asal-usul anak diatur dalam Pasa1 99,
Pasal 100, Pasal 101 Pasal 102 dan Pasal 103.
Pasal 99 :
“Anak sah adalah:
1.
Anak yang dilahirkan dalam
atau akibat perkawinan yang sah.
2.
Hasil pembuahan suami isteri yang sah di luar
rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut.”
Pasal 100 :
“Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab
dengan ibunya dan keluarga ibunya”.
Pasal 101 dan 102 menyangkut keadaan suami yang mengingkari sahnya
anak dan proses yang harus ditempuhnya jika ia menyangkal anak yang dikandung
atau dilahirkan oleh isterinya.
Pasal 101 :
“Seorang suami yang mengingkari sahnya anak, sedang isteri tidak
menyangkalnya, dapat meneguhkan pengingkarannya dengan lian.”
Pasal 102 :
(1)
Suami yang akan mengingkari
seorang anak yang lahir dari isterinya, mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama
dalam jangka waktu 180 hari sesudah hari lahirnya atau 360 hari sesudah
putusnya perkawinan atau setelah suami itu mengetahui bahwa isterinya
melahirkan anak dan berada di tempat yang memungkinkan dia mengajukan perkaranya
kepada Pengadilan Agama.
(2)
Pengingkaran yang diajukan
sesudah lampau waktu tersebut tidak dapat diterima.
Pasal 103 :
1.
Asal-usul seorang anak hanya
dapat dibuktikan dengan akta kelahiran atau alat bukti lainnya.
2.
Bila akta kelahiran atau alat bukti lainnya
tersebut dalam ayat (1) tidak ada, maka Pengadilan Agama dapat mengeluarkan
penetapan tentang asal-usul seorang anak setelah mengadakan pemeriksaan yang
teliti berdasarkan bukti-bukti yang sah.
3.
Atas dasar ketetapan Pengadilan Agama tersebut
ayat (2) maka instansi Pencatat Kelahiran yang ada dalam daerah hukum
Pengadilan Agama tersebut yang mengeluarkan akta kelahiran bagi anak yang
bersangkutan.
Kemudian dalam pasal 250 Kitab makalah adedidikirawanUndang-Undang Hukum Perdata
mengatakan bahwa :
“Tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan,
memperoleh si suami sebagai bapaknya”.
Dari ketentuan tersebut, Hilman Hadikusuma menegaskan, bahwa
wanita yang hamil kemudian ia kawin sah dengan seorang pria, maka jika anak itu
lahir, anak itu adalah anak sah dari perkawinan wanita dengan pria tersebut
tanpa ada batas waktu usia kehamilan.[15]
Perkawinan campuran telah merambah seluruh pelosok Tanah Air dan
kelas masyarakat. Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan, dan transportasi
telah makalah adedidikirawanmenggugurkan stigma bahwa kawin campur adalah perkawinan antara
ekspatriat kaya dan orang Indonesia. Menurut surve yang dilakukan makalahadedidikirawanoleh Mixed
Couple Club, jalur perkenalan yang membawa pasangan berbeda kewarganegaraan
menikah antara lain adalah perkenalan melalui internet, kemudian bekas teman
kerja/bisnis, berkenalan saat berlibur, bekas teman sekolah/kuliah, dan sahabatmakalah adedidikirawan
pena. Perkawinan campur juga terjadi pada tenaga kerja Indonesia dengan tenaga kerja
dari negara lain. Dengan banyak terjadinya perkawinan campur di Indonesia sudah
seharusnya perlindungan hukum dalam perkawinan campuran ini diakomodir dengan
baik dalam perundangundangan di indonesia.
perundang-undangan di
Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, pasal 57 :
”Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini
ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang
berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan Asing dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia.”
Selama hampir setengah abad pengaturan kewarganegaraan dalam
perkawinan campuran antara warga negara indonesia dengan warga negara asing,
mengacu pada UU Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958. Seiring berjalannya waktu UU
ini dinilai tidak sanggup lagi mengakomodir makalah adedidikirawankepentingan para pihak dalam
perkawinan campuran, terutama
perlindungan untuk istri dan anak.
Barulah pada 11 Juli 2006, DPR mengesahkan Undang- Undang
Kewarganegaraan yang baru. Lahirnya undang-undang ini disambut gembira oleh
sekelompok kaum ibu yang menikah dengan warga negara asing, walaupun promakalah adedidikirawan dan
kontra masih saja timbul, namun secara garis besar Undang-undang baru yang memperbolehkan
dwi kewarganegaraan terbatas ini sudah memberikan pencerahan baru dalam
mengatasi persoalan-persoalan yang lahir dari perkawinan campuran.
Persoalan yang rentan dan sering timbul dalam perkawinan campuran
adalah masalah kewarganegaraan anak. UU kewarganegaraan yang lama menganut
prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan
campuran hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan
bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini
menimbulkan persoalan apabila di kemudian hari perkawinan orang tua pecah, tentu ibu akan kesulitan
mendapat pengasuhan anaknya yang warga negara asing. Dengan lahirnya UU
Kewarganegaraan yang baru, sangat menarik untuk dikaji bagaimana pengaruh
lahirnya UU inimakalah adedidikirawan terhadap status hukum anak dari perkawinan campuran, berikut komparasinya
terhadap UU Kewarganegaraan yang lama. Definisi anak dalampasal 1 angka 1 UU
No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah :
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
Dalam hukum perdata, diketahui bahwa manusia memiliki status
sebagai subjek hukum sejak ia dilahirkan. Pasal 2 KUHP memberi pengecualian
bahwa anak yang masih dalam kandungan dapat menjadi subjek hukum apabila ada
kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan dalam keadaan hidup. Manusia
sebagai subjek hukum berarti manusia memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas
hukum. Namun tidak berarti semua manusia cakap bertindak dalam lalu lintas
hukum.makalah adedidikirawan Orang-orang yang tidak memiliki kewenangan atau kecakapan untuk
melakukan perbuatan hokum diwakili oleh orang lain. Berdasarkan pasal 1330
KUHP, mereka yang digolongkan tidak cakap adalah mereka yang belum dewasa, wanita
bersuami, dan mereka yang dibawah pengampuan. Dengan demikian anak dapat
dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
Seseorang yang tidak cakap karena belum dewasa diwakili oleh orang tua atau
walinya dalam melakukan perbuatan hukum. Anak yang lahir dari perkawinan campuran
memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda
sehingga tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda. Berdasarkan UU
Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun
berdasarkan UU Kewarganegaraan yang baru anak akan memiliki dua kewarganegaraan.
Menarik untuk dikaji karena dengan kewarganegaraan ganda tersebut, maka anak
akan tunduk pada dua yurisdiksi hukum.
Menurut teori hukum perdata internasional, untuk menentukan status
anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan
orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya sah
sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut
tidak sah, sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki
hubunganmakalah adedidikirawan hukum dengan ibunya.
Sejak dahulu diakui bahwa soal keturunan termasuk status personal.
Negara-negara common law berpegang pada prinsip domisili (ius soli)
sedangkan negara-negara civil law berpegang pada prinsip nasionalitas (ius
sanguinis). Umumnya yang dipakai ialah hukum personal dari sang ayah
sebagai kepala keluarga (pater familias) pada masalah-masalah
keturunan secara sah. Hal ini adalah demi kesatuan hukum dalam keluarga dan
demi kepentingan kekeluargaan, demi stabilitas dan kehormatan dari seorang
istri dan hak-hak maritalnya. Sistem kewarganegaraan dari ayah adalah yang makalah adedidikirawanterbanyak
dipergunakan di negara-negara lain, seperti misalnya Jerman, Yunani, Italia,
Swiss dan kelompok negara-negara sosialis. sistem hukum Indonesia, Prof.Sudargo
Gautama menyatakan kecondongannya pada sistem hukum dari ayah demi kesatuan
hukum dalam keluarga, bahwa semua anak–anak dalam keluarga itu sepanjang
mengenai kekuasaan tertentu orang tua terhadap anak mereka (ouderlijke macht)
tunduk pada hukum yang sama.[16]
Kecondongan ini sesuai dengan prinsip dalam UU Kewarganegaraan
No.62 tahun 1958. Kecondongan pada sistem hukum ayah demi kesatuan hukum, memiliki
tujuan yang baik yaitu kesatuan dalam keluarga, namun dalam hal kewarganegaraan
ibu berbeda dari ayah, lalu terjadi perpecahanmakalah adedidikirawan dalam perkawinan tersebut maka
akan sulit bagi ibu untuk mengasuh dan membesarkan anak-anaknya yang berbeda kewarganegaraan,
terutama bila anak-anak tersebut masih dibawah umur.
Pria Warga Negara Asing (WNA) menikah dengan Wanita Warga Negara Indonesia
(WNI), berdasarkan pasal 8 UU No.62 tahun 1958, seorang perempuan warga negara
Indonesia yang kawin dengan seorang asing bisa kehilangan kewarganegaraannya, apabila
selama waktu satu tahun ia menyatakan keterangan untuk itu, kecuali apabila
dengan kehilangan kewarganegaraan tersebut, makalah adedidikirawania menjadi tanpa kewarganegaraan.
Apabila suami WNA bila ingin memperoleh kewarganegaraan Indonesia maka harus
memenuhi persyaratan yang ditentukan bagi WNA biasa. Karena sulitnya mendapat
ijin tinggal di Indonesia bagi laki laki WNA sementara istri WNI tidak bisa
meninggalkan Indonesia karena satu makalahadedidikirawan dan lain hal( faktor bahasa, budaya,
keluarga besar, pekerjaan pendidikan, dll) maka banyak pasangan seperti
terpaksa hidup dalam keterpisahan.
Wanita Warga Negara Asing (WNA) yang menikah dengan Pria Warga
Negara Indonesia (WNI), menganut azas kewarganegaraan tunggal sehingga
berdasarkan pasal 7 UU No.62 Tahun 1958 apabila seorang perempuan WNA menikah
dengan pria WNI, ia dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia tapi pada saat
yang sama ia juga harus kehilangan kewarganegaraan asalnya. Permohonan untuk
menjadi WNI pun harus dilakukan maksimal dalam waktu satu tahun setelah pernikahan,
bila masa itu terlewati, maka pemohonan untuk menjadi WNI harus mengikuti
persyaratan yang berlaku bagi WNA biasa. Untuk dapat tinggal di Indonesia perempuan
WNA ini mendapat sponsor suami dan dapat memperoleh izinmakalah adedidikirawan tinggal yang harus
diperpanjang setiap tahun dan memerlukan biaya serta waktu untuk pengurusannya.
Bila suami meninggal maka ia akan kehilangan sponsor dan otomatiskeberadaannya
di Indonesia menjadi tidak jelas Setiap kali melakukan perjalanan keluar negri
memerlukan reentry permit yang permohonannya harus disetujui suami sebagai
sponsor. Bila suami meninggal tanah hak milik yang diwariskan suami harus segera dialihkan dalam waktu
satu tahun. Seorang wanita WNA tidak dapat bekerja kecuali dengan
sponsor perusahaan. Bila dengan sponsor suami hanya dapat bekerja
sebagai tenaga sukarela. Artinya sebagai istri/ibu dari WNI,
perempuan ini kehilangan hak berkontribusi pada pendapatan rumah tangga.
Indonesia menganut asas kewarganegaraan tunggal, dimana kewarganegaraan anak mengikuti ayah,
sesuai pasal 13 ayat (1) UU No.62 Tahun 1958:
“Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin yang mempunyai
hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia,
turut memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia setelah ia bertempat tinggal dan berada di
Indonesia. Keterangan tentang bertempat tinggal dan berada di
Indonesia itu tidak berlaku terhadap anak-anak yang karena ayahnya memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia
menjadi tanpa kewarganegaraan.”
Ketentuan UUmakalah adedidikirawan kewarganegaraan
ini, anak yang lahir dari perkawinan campuran bisa menjadi warganegara Indonesia dan bias menjadi warganegara
asing:
1.
Menjadi warganegara
Indonesia Apabila anak tersebut
lahir dari perkawinan antara seorang wanita warga negara asing dengan pria warganegara Indonesia (pasal 1 huruf b UU
No.62 Tahun 1958), maka kewarganegaraan anak mengikuti ayahnya, kalaupun Ibu dapat memberikan
kewarganegaraannya, si anak terpaksa harus kehilangan kewarganegaraan
Indonesianya.[17]
Bila suami meninggal dunia dan
anak anak masih dibawah umur tidak jelas apakah istri dapat menjadi wali bagi anak anak nya yang menjadi WNI di
Indonesia. Bila suami (yang berstatus pegawai negeri) meningggal tidak
jelas apakah istri (WNA) dapat memperoleh pensiun suami45.[18]
2.
Menjadi warganegara asing Apabila anak tersebut
lahir dari perkawinan antara seorang wanita warganegara Indonesia dengan warganegara asing. Anak tersebut sejak
lahirnya dianggap sebagai warga Negara asing sehingga harus dibuatkan Paspor di Kedutaan Besar Ayahnya, dan
dibuatkan kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) yang harus terus diperpanjang
dan biaya pengurusannya tidak murah. Dalam hal terjadi perceraian, akan sulit bagi ibu untuk mengasuhmakalah adedidikirawan anaknya,
walaupun pada pasal 3 UU No.62 tahun 1958 dimungkinkan bagi seorang ibu WNI yang bercerai untuk memohon
kewarganegaraan Indonesia bagi anaknya yang masih di bawah umur dan
berada dibawah pengasuhannya, namun dalam praktek hal ini sulit dilakukan.
Masih terkait dengan kewarganegaraan anak, dalam UU No.62 Tahun 1958, hilangnya
kewarganegaraan ayah juga mengakibatkan hilangnya kewarganegaraan
anak-anaknya yang memiliki hubungan hukum dengannya dan belum dewasa (belum berusia 18 tahun atau belum menikah).
Hilangnya kewarganegaraan ibu, juga mengakibatkan kewarganegaraan anak yang belummakalahadedidikirawan dewasa (belum berusia 18 tahun/
belum menikah) menjadi hilang (apabila anak tersebut tidak memiliki
hubungan hukum dengan ayahnya).[19]
Undang-Undang kewarganegaraan yang baru memuat asas-asas kewarganegaraan umum
atau universal. Adapun asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang ini sebagai berikut:
1.
Asas ius sanguinis (law
of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan
berdasarkan negara tempat kelahiran.
2.
Asas ius soli (law of the soil)
secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan Negara tempat kelahiran,
yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang ini.
3.
Asas kewarganegaraan tunggal
adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
4.
Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah
asas yang menentukan
kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang ini.
Undang-Undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda
(bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak
dalam Undang-Undang ini merupakan suatu pengecualian. Mengenai
hilangnya kewarganegaraan anak, maka hilangnya kewarganegaraan ayah atau ibu (apabila anak tersebut tidak punya hubungan
hukum dengan ayahnya) tidak secara otomatis menyebabkan kewarganegaraan anak menjadi hilang.
Berdasarkan UU ini anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNI dengan
pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai warga
negara Indonesia. Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda , dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka
ia harus menentukan pilihannya. Pernyataan untuk memilih tersebut harus
disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin. Pemberian
kewarganegaraan ganda ini merupakan terobosan baru yang positif bagi
anak-anak hasil dari perkawinan campuran.
Namun perlu ditelaah, apakah pemberian kewaranegaraan ini akan menimbulkan
permasalahan baru di kemudian hari atau tidak. Memiliki kewarganegaraan
ganda berarti tunduk pada dua yurisdiksi. Indonesia memiliki sistem
hukum perdata internasional peninggalan Hindia Belanda. Dalam hal status personal Indonesia menganut asas
konkordasi, yang antaranya tercantum dalam Pasal 16 A.B. (mengikuti pasal 6
AB Belanda, yang disalin lagi dari pasal 3 Code Civil Perancis). Berdasarkan pasal 16 AB tersebut dianut
prinsip nasionalitas untuk status personal. Hal ini berati warga negara indonesia yang
berada di luar negeri, sepanjang mengenai hal-hal yang terkait dengan
status personalnya , tetap berada di bawah lingkungan kekuasaan hukum nasional indonesia, sebaliknya, menurut
jurisprudensi, maka orang-orang asing yang berada dalam wilayah Republik indonesia
dipergunakan juga hukum nasional mereka sepanjang hal tersebut masuk dalam bidang status personal mereka. Dalam
jurisprudensi indonesia yang termasuk status personal antara lain
perceraian, pembatalan perkawinan, perwalian anak-anak, wewenang hukum,
dan kewenangan melakukan perbuatan hukum, soal nama, soal status anak-anak yang dibawah umur.
Bila dikaji dari segi hukum perdata internasional, kewarganegaraanmakalah adedidikirawan ganda
juga memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status
personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya.
Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lain tidak
bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila ada pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang
lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang
mana. Lalu bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan Negara yang lain.
Sebagai contoh adalah dalam hal perkawinan, menurut hokum Indonesia, terdapat
syarat materil dan formil yang perlu dipenuhi. Ketika seorang anak yang
belum berusia 18 tahun hendak menikah maka harus memuhi kedua syarat tersebut. Syarat materil harus mengikuti hukum Indonesia
sedangkanmakalah adedidikirawan syarat formil mengikuti hukum tempat perkawinan dilangsungkan. Misalkan anak tersebut hendak menikahi
pamannya sendiri (hubungan darah garis lurus ke atas), berdasarkan syarat
materiil hukum Indonesia hal tersebut dilarang (pasal 8 UU No.1 tahun 1974), namun berdasarkan hokum dari negara pemberi
kewarganegaraan yang lain, hal tersebut diizinkan, lalu ketentuan
mana yang harus diikutinya. Hal tersebut yang tampaknya perlu dipikirkan dan dikaji oleh para ahli hukum
perdata internasional sehubungan dengan kewarganegaraan ganda ini.
Penulis berpendapat karena undangundang kewarganegaraan ini masih
baru maka potensi masalah yang bisa timbul dari masalah kewarganegaraan ganda ini belum menjadi kajian para
ahli hukum perdata internasional Walaupun banyak menuai pujian, lahirnya UU makalah adedidikirawanbaru ini juga masih menuai kritik
dari berbagai pihak. Salah satu pujian sekaligus kritik yang terkait dengan
status kewarganegaraan anak perkawinan campuran datang dari KPC Melati (organisasi para istri warga Negara asing).
Meskipun begitu, pemerintah masih memberikan toleransi bagi anak dari hasil
perkawinan campuran yang tidak tercatat setelah Undang-Undang No.12 Tahun
2006 Tentang Kewarganegaraan. Tolerasi diberikan untuk memberikan waktu mencatatkan status kewarganegaraan atau
menentukan opsi kewarganegaraan. Batas waktu pendaftaran status kewarganegaraan Indonesia bagi anak-anak hasil perkawinan campuran ke
Depkumham adalah 1 Agustus 2010. Kalau tak sempat daftar, pintu masih terbuka. Sebelum Undang-undang
Kewarganegaraan direvisi, anak yang lahir dari istri WNI dan ayah WNA, sebelum
umur 18 tahun akan mengikuti kewarganegaraan ayahnya. Setelah Undang-Undang Kewarganegaraan 2006
berlaku, anak-anak yang lahir dari hasil perkawinan antar negara itu
dapat memiliki kewarganegaraan ganda terbatas. Aturan itu dilengkapi dengan Peraturan Menteri (Permen) nomor M.01-HL.03.01
yang terbit pada 2006. Permenkumham tadi masih diperjelas pula lewat
Surat Edaran Menkumham No.M.09- IZ.03.01 tentang fasilitas Keimigrasian bagi Anak Subyek
Kewarganegaraan Ganda Terbatas yang lahir sebelum 2006.
Apabila, sampai tenggat waktu 1 Agustus 2010 anak-anak hasil perkawinan campuran
ini tidak didaftarkan ke Depkumham, maka mereka akan kehilangan hak
menjadi WNI sebagai suatu konsekuensi. Mereka akan diperlakukan sebagai WNA yang izin tinggalnya memakai
KITAS dan masuk ke Indonesia memakai Visa. Seandainya, ibu-ibu tidak
mendaftarkan anaknya jadi WNI sampai 2010, maka anaknya akan tetap meneruskan perpanjangan KITAS atau KITAP.
Posesnya pakai re-entrymakalahadedidikirawan permit, buku biru, sama seperti bapaknya. Selama
anak tersebut berstatus WNA, ia tidak masuk yurisdiksi Indonesia. Jadi kalau anaknya di luar negeri,
tidak bisa masuk KBRI untuk
minta perlindungan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan makapenelitian ini
memberikan pokok-pokok kesimpulan sebagai berikut:
1.
Undang-Undang No.12 Tahun
2006 Tentang Kewarganegaraan RI memberikan jaminan kewarganegaraan anak dari hasil perkawinan campuran. Berdasarkan
ketentuan tersebut menyatakan bahwa anak dari hasil perkawinan campuran mendapat hak untuk
menentukan atau memilih kewarganegaraan. Hak tersebut diberikan jika telah memenuhi persyaratan yang
ditetapkan setelah berusia 18 tahun
2.
Ketentuan yang mengatur untuk memilih
kewarganegaraan kepada anak hasil perkawinan campuran diberikan hanya pada anak yang tercatat
atau didaftarkan di Kantor Imigrasi. Sedangkan yang tidak terdaftar tidak mendapatkan hak-hak seperti yang
makalah adedidikirawandinyatakan dalan UU No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan. Meskipun
begitu berdasarkan Keputusan Menteri Depkumhum memberikan kelonggaran untuk melakukan
naturalisasi sebelum Undang-Undang Kewarganegaraan direvisi, yaitu batas waktu pendaftaran status
kewarganegaraan Indonesia bagi anak-anak hasil perkawinan campuran ke
Depkumham adalah 1 Agustus 2010.
4.2 SARAN
Penulis memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan status
kewarganegaraan anak dari hasil perkawinan campuran sebagai berikut:
1.
Dengan berlakunya
Undang-Undang No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI memberikan peluang yang besar terhadap perlindungan
hak-hak anak dari hasil perkawinan campuran. Anak hasil dari perkawinan campuran hendaknya memanfaatkan
ketentuan tersebut untuk melegasisasikan kewarganegaraan anak sesudah
18 tahun.
2.
Saran yang dapat diberikan
pada pasangan perkawinan campuran yaitu memahami dengan baik ketentuan-ketentuan hukum kewarganegaraan
sehingga dapat mengetahui hak-hak dan kewajiban yang menjadi konsekuensi atas perkawinan yang dilakukan.
3.
Saran yang diberikan pada aparat imigrasi yang
menangani status
kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran agar melaksanakan ketentuan
seperti yang ditentukan di dalam UU kewarganegaraan secara adil dan tidak diskriminatif.
4.
Saran yang dapat diberikan kepada anak yang
tidak tercatat di keimigrasiaan atau belum mengurus kewarganegaraan agarsegera
mendaftar sebelum tahun 2010.