DMCA.com Protection Status Selamat Datang Di Catatan dan Tugas kuliah S1/S2 Fak.Hukum: September 2012

Sabtu, 15 September 2012

FILSAFAT MORAL


DASAR-DASAR ILMU FILSAFAT MORAL ETIKA TRANSENDENTAL KESUSULAAN DALAM TEORI DAN PRAKTEK
MORALITAS
Sekian jauh kita telah melihat bhwa tujuan akhir manusia adalah kebahagian sempurna dalam memiliki tuhan kecuali itu juga telah kita ketahui bahwa kearah tujuan tadi adalah perbuatan manusiawi yakni perbuatan manusia yang sukarela sekarang pertanyaan yang kita hadapi adalah menghubungkan dijalan ke tujuan
Dapatkah setiap macam perbuatan membawa kita kita keadaan tujuan akhir kita bila kita menjawab ia berarti bahwa tidaklah terdapat perbedaan antara hal yang benar dan hal yang salah selanjutnya tidak terdapat ilmu filsafat moral tidak terdapat etika seperti kita katakan etika mendasarkan dirinya pada fakta pengalaman yakni keputusan tentang hal yang benar dan yang salah keyakinana yang dimiliki manusia bahwa beberapa perbuatan adalah dan sepantasnya dikerjakan bahwa ada perbuatan yang salah dan sepantasnya tidak dikerjakan bahwa terdapat perbuatan yang indefeerent yang boleh dijalankan atau tidak dijalankan fakta ini menyatakan bahwa manusia memutuskan bahwa terdapat macam perbuatan yang slah dan tidak akan membawa kita kearah tujuan terakhhir dan bahwa terdapat macam perbuatan benat yang sesungguhnya akan membawa kkita kearah tujuan terakhir tersebut demikian jauh kita hanya memakai saja fakta-fakta tersebut apabila berkata bahwa kebijaksanaan tuhan dan derajat manusia menuntut supaya manusia membimbing dirinnya sendiri kearah tujuan akhirnya dengan dengan memakai kehendak bebasnya kita juga merangkum dalam pernyataan kita tadi bahwa sanya terdapat kemungkinan memilih antara hal-hal yang akan membawa manusia kearah tujuannya adedidikirawan dan hal-hal yang tidak akan membawa manusia kearah tujuannya dan hal-hal yang tidak akan membawa arah tujauannya sebab apabila semua jalan akan membawa kita ketujuan yang sama agaknya jelas tidak diperlukan adanya pimpinan atau pemilihan
Pembicaraan mengenai kesukarelaan dan kemerdekaan lebih-lebih mengnai prinsip akibat rangkap (the principle of double effeot) adalah berdasarkan pengalaman sehari-hari bahwa konsekuenssi atau akibat buruk atau jahat dapat terbit dari perbuatan manusiawi sering manusia bertanggung jawab atas perbuatan hal-hal yang buruk tersebut sekarang saatnya kita membuktikan semuanya itu apakah keyakinan umum umat manusia yang berkata bahwa ada perbuatan yang benar dan salah itu suatu yang benar mengapa terdapat perbuatan yang dianggap benar dan terdapat perbuatan yang dianggap salah apakah gerangan nilai-nilai alasan –alasan yang diberikan inilah apa yang disebut problm moralitas
ARTI MORALITAS
Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia dengan mana berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah baik atau buruk moralitas mencakup pengertian tentang bai buruknya perbuatan manusia kata a-moral non-moral berarti bahwa tidak mempunyai hubungan dengan moral tidak mempunyai arti moral istilah imoril artinya moril buruk moralitas objektif memandang perbuatan semata sebagai sesuatu perbuatan yang telah dikerjakan bebas lepas dari pengaruh sukarela pihak pelaku lepas dari segala keadaan-keadaan khusus si pelaku yang dapat mempengaruhi atau mengurangi penguasaan diri dan bertanya adakah orang yang sepenuhnya menguasai dirinya dijadikan dengan suka rela menghendaki macam perbuatan tersebut moralitas subjektif adalah moralitas yang memandang perbuatan sebagai perbuatan yang dipengaruhi pengrtian dan persetujuan sipelaku sebagai individu adedidikirawanpula dipengaruhi dikondisionir oleh lataar belakangnya pendidikannya kemantapan emosinya dan sifat-sifat pribadi lainnya yang ditancapkan emosinya dan sifat-sifat pribadi lainnya yang dicanangkan adakah perbuatan tersebut sesuai atau tidak sesuai dengan hati nuraninya (conscience) sendiri dari pelaku disini kita tidak perbincangkan adakah moralitas itu subjektif ada. Karena ini adalah suatu fakta pengalaman bahwa hati nurani mnyetujui atau tidak menyetujui apa yang dikerjakan seluruh persoalannya marilah ditunda sampai saatnya membicarakan tentang hati nurani persoalan yang dihadapi kini hanya tentang moralitas objektif apakah hakekat dari perbuatan-perbatab adedidikirawanitu sendiri adakah perbuatan-perbuatan tersebut telahmemiliki kuwalitas moral sifat benar salah yang hakiki sendiri ataukah buatan-buatan tersebut mempunyai arti moril karena sebab-sebAb ekstrinsiik karena sebab-sebab dari luar
Moralitas dapat intrinsik ATAU ekstrinsik pembagian diatas tadi moralitas instrinsik memandang perbuatan menurut hakekatnya bebas lepas dari setiap bentuk hukum positif yang dipandang axdalah adakah perbuatan baik atau buruk hakekatnya bukan adakah seseorang telah memerintahkannya atau telah melarangnya moralitas ekstrinsik adalah moralitas yang memandang perbuatan sebagai sesatu yang diperintahkan atau dilarang oleh seseorang yang kuasa atau oleh hukum positif baik dari manusia asalnya maupun dari tuhan
Bahwa sanyaa terdapat moralitas ekstirinsik semua orang bisa setuju karena tidak ada orang menolak kenyataan bahwa hukum-hukum positif bagaimanapun nilai sahnya adalah benar-benar ada seperti umpamanya adedidikirawanhukum negara atau hukkum yang tak tertulis atau hukum adat jadi disini kita tidak mengadakan pemilihan antara moralitas intrisnik dan moralitas ekstrinsik disini kita bertanya disamping moralitas ekstrinsik adakah juga terdapaat moralitas intrinsik atau juaga pertanyaan itu diperintahkian atau dilarang karena perbuatan tersebut pada hakekatnya benar atau salah adakah moralitas kodrat ataukah perbuatan tersebut padaa hakekatnya benar atau salah karena diperintahkan atau dilarang adakah semua moralitas situ sekedar sesuatu yang konvensional
Teori yang mengatakan bahwa semua bentuk moralitas itu ditentukan oleh konvensi bahwa semua bentuk moralitas itu adalah resultan dari kehendak seseorang yang dengan semau-maunya memerintahkan atau melarang perbuatan-perbuatan tertentu tanpa medasarkan pada sesuatau yang intirinsik dalam perbuatan manusia sendiri atau pada hakekat manusia dikenai sebagai aliran positivisme moril disebut begitu karena menurut aliran tersebut semua moralitas bertumpu pada hukum positif sebagai lawan hukum kodrat (natural law) menurut teori tersebut perbuatan dianggap benar atau salah berdasar :
1.       Kebiasaan manusia
2.       Hukum-hukum negara
3.       Pemilihan bebas tuhan

Teori yang berkata bahwa moralitas itu sekedar kebiasaan sja sudah lama tersebar yakni sejak jaman para sophist dan kaum skeptik dijaman yunani kuno ada yang mengira bahwa moralitas itu dipaksakan oleh orang –orang pandai dan berpengaruh untuk menundukan rakyat biasa oleh tekanan dan pendapat umum dan tradisi orang biasa menerima hukum moral dan mau memakai rantai belenggu juga telah dibuatkan untuknya dan hanya beberapa pemberani berani berjuang dan dapat merdeka inilah filsafat adedidikirawandari dunia pemberontakan dalam bidang moril mandeville dalam bukunya enquiry into the origin of moral virtue menyocokan gagasan tersebut pikiran friedrich nietszche tidak jauh berbeda menurut dia pada permulaan yidak ada hal yang baik dan yang buruk yang ada hanya yang kuat dan yang lemah yang seperti perempuan juga sabar ramah tamah lembut yang lemah takut pada yang kuat masing-masing golongan memuja sifatnya masing-masing dan menghukum golongan lain demikian munculah perbedaan antara moralitas bendoro dan moralitas budak oleh karena jumlahnya besar dan kena pengaruh agama katolik moralitas budak menang iini merupakan bencana bagi rakyat tidak terhitung adalah tugasnya masyarakat untuk menimbulkan golongan aristrokat para ubermensch yang akan mengembalikan sifat –sifat kejahatan dan mengembalikan moralitas bendoro ubermensch itu mengatasi segalanya yang baik dan buruk ia adalah merupakan suatu hukum tersendiri hukum bagi dirinya sendiri
Para hukum evolusionis modern seperti herbert sepencer umpamanya mencari jejak permulaan pertama gagasan –gagasan moril pada binatang sebagaimana manusia berkembang dari hewan demikian juga gagasan –gagasan moril tentu mengalami perkembangan evolusi yang sama cara berbuat yang dianggap berguna berkembang menjadi kebiasaan-kebiasaan suku-suku primitif bersama dengan majunya peradaban semakin disaringadedidikirawan lah dan menjadi sistem morilyang kita miliki sekarang oleh karena proses evolusi belum berhenti maka sistim tersebut masih bisa menjadi sistem yang lebih tinggi
Aguste comte pendiri aliran positivisme memandang etika sebagai bagian sosiologi yang dianggap sebagai ilmu tertinggi kebiasaan moril itu muncul dari kebiasaan sosial dan terus menerus berubah bersama dengan perbuatan-perbuatan juga terdapat dalam masyarakat jadi semacam relativisme etika friedrich paulsen yang tidak dapat golongkan sebagai seorang postivist menegaskan bahwa pada konkritnya tidak terdapat moralitas yang universal sifatnya hukum moral (moral code) itu berbeda bagi setiap orang setiap filsafat moral itu hanya saja bagi suasana peradaban dimana filsafat moral tadi muncull
karl marx dan engels beserta semua pengikutnya memegang konsepsi materialis tentang sejarah menegaskan bahwa gagasan-gagasan moral politik seni sosial dan filsafat ditentukan oleh keadaan ekonomi masyarakat setiap saat setiap rakyat dan setiap kelas membentuk gagasannya sendiri untuk menserasikan dengan situasi ekonoomi yang khusus menurut anggapan komunis perubahan ekonomi adedidikirawanharus dilaksanakan denbgan jatuhnya kapitalisme dan pada saat ini akan dibutuuhkan bentuk moralitas yang baru yang harus menggantikakn moralitas borjius
sekianlah beberapa contoh dari teori yang menolak adanya moralitas intirinsik mereka tidak menerima bahwa perbedaan antara baik dan buruk yang dibuat manusia umumnya itu didasarkan pada hakekat barang-barang untuk lebih mendekati pandangan tersebut marilah kita menyelidiki apakah itu adat
adat itu munculnya karena perbuatan yang sama yang diulang dengan cara yang sama mengapa perbuatan diulang karena pada permulaan kalinya menjalankan perbuatan tersebut mereka menemukan bahwa perbuatan tersebut menyenangkanatau berguna dan mereka menghendaki hal tersebut kembali pada mulanyamanusia mengulang perbuatan-perbuatan tertentu tidaklah karena telah mengerjakannya barang sekali dua kali tetapi untuk keuntungan tertentu sampai adat tersebut terbentuk adat sendiribukanlah sumber dari perbuatan nilai adat dan tradisi adalah sebagai sesuatu juga diwariskan turun temurun kepada generasi mendatang dalam adedidikirawanbentuk yang sdh ready made yakni sesuatu kumpulan pengalaman-pengalaman yang berguna dan profitable dari orang-orang tua sebagai hubungan sejarah dengan masa lalu sebagai kelangsungan budaya adat adalah tiang penyokong setiap bentuk peradaban
ada juga bisa merupakan penghalang kemauan setelah beberapa lama keadaan mungkin telah berubah secara radikal dan perbuatan yang dulu menguntungkan mungkin dalam keadaan baru menjadi tidak berguna dan merugikan nzmun karena tekanan kebiasaan yang kuat manusia terus menjalankan perbuatan tersebut tanpa memikirkan mengapa berbuat demikian umpamanya manusia terusmenerus mengikuti dan mentaati upacara-upacara tertentu meskipun telah lupa (tidak tahu) akan artinya tradisi dapat demikian hebat pengaruhnya sehingga orang terus sja berkeras kepala menentangkan akal sehat
meskipun ia telah tahu bahwa tidak masuk akal ia tidak gisa lagi meninggalkan pola tingkah laku yang telah demikian biasa kita pernah mengadakan perbedaan antara tata caara tatatertib yang merupaakan adat istiadat semata dan adat istiadat bukan tata krama yang bukan etiquetee semata-mata tetapi yang mempunyai arti moral adat semata yakni perbuatan-perbuatan yang diulang semata adedidikirawankarena pernah dijalankan menurut penagalaman dapat dirubah meskipun sukar sejarah telah membuktikan bahwa adat    semacam itu dapat dirubah oleh lamanya waktu yang telah berjalan oleh suatu kekerasan yang kuat oleh propaganda yang terus menerus dan dapat dirubah dengan reduksi juga merata bahkan juga adat yang sudah berurat akar
terdapat adat kebiasaan yang tidak pernah dapat dirubah makna dan bernafas adalah adat kebiasaan tetapi tidak ada orang dapat dididik kembali untuk bisa hidup tanpa keduamya bercakap-cakap dan bertukar pikiran adalah adat kebiasaan dan hanya orang sinting yang melarangnya musik dan ekperesi seni adalah adat kebiasaan hanya mental tidak beres yang mau menghancurkan secara total sebab nya adalah karena semuanya ini bukan adat semata tetapi berdasar pada tuntutan fisik mental dan emosional manusia
dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa arti moralitas adalah kebetulan kesalahan dari perbuatan-perbuatan manusiawi moralitas itu objektif atau subjektif sesuai dengan sejauh tidak memperhatikan ciri pribadi dari pelaku atau sejauh memperhatikannya intrinsik atau ekstrinsik sejauh menemukan benar dam salahnya dalam adedidikirawanhakekat perbuatan atau dalam ketentuan hukum positif pernyataan ini adalh tentang moralitas objektif dan morilats ekstrensik
adakah semua moralitas (kesusialaan) itu eksterensik dan konvensional ataukah beberapa moralitas itu intrinsik dan kodrati positivisme moral adalah teori yang teori yang mengatakan bahwa semua moralitas itu konvejnsional bahwa sanya tidak terdapat perbuatan yang menurut hakekatnya baik atau buruk ditunjuk tiga sumber konvensi:
1.       Adat kebiasaan pendapat iiini dipegang oleh para filsuf seperti sepencer nietzsche ccotet dan marx adat kebiasaan bisa mendapatkankekuatan hukum dan memberi moralitas ekstrensik pada jenis perbuatan yang indifferent sifatnya tetapi tidak semua moralitas dapat didasarkan pada adat kebiasaan karena sementara adat kebiasaan tidak dapat dihapuskan dan beberapa jenis perbuatan tidak pernah dapat dijadikan adat kebiasaan satu-satunya alasan untuk itu adalah bahwa perbuatan-perbuatan adedidikirawanini tidak pernah dijadikan adat kebiasaan satu-satunya alasan untuk ituadalah bahwa perbuatan-perbuatanitu baik atau buruk tidak tergantunng dari adat kebiasaan apapun juga dan adat kebiasaan bukanlah sumber semua moralitas
2.       Negara hobbes dan rosseou berkata bahwa sebelum pembentukan negara tidak terdapat moralitas moralitas adalah kekuatan (pentaatan) atau tidak ketaatan (pentaatan ) pada hukum sipil argumentasi melawan gagasan ini sama dengan yang terdapat diatas negara dapat memberikan moralitas ekstrinsik pada jenis perbuatan yang indifferent sifatnya tetapi tiada negara yang dapat sepenuhnya tidak terikat pada peraturan mengnai hukum-hukumnya terdapat perbuatan-perbuatan yang setiap negara harus memerintahkannya dan terdapat perbuatan-perbuatan yang setiap negara harus melarangnya karena kehidupan manusia sendiri menutut hal ini perbuatan-perbuatan telah bermoral atau tidak bermoral sebelum ada negara
3.       Dekrit tuhan meskipun moralitas tergantung pada kehendak tuhan juga tuhan tidak dapat sepenuhnya semau-mau dalam hal adedidikirawanyang beliau kehendaki kehendaknya tergantung pada intelleknya sedang baik intelek maupun kehendaknya tergantung pada esensinya tidak dapat berlawanan dengan dirinya sendiri oleh karena beliau sendiri tidak dapat berbuat menurut cara yang berlawanan dengan esensinya yang takterbatas beliau juga tidak dapat memerintahkan atau mengidijinkan mahluknya berbuat seperti itu
Beberapa perbuatan hanya mempunyai suatu moralitas ekstrinsik menurut hakekatnya indifferent menjadi baik atau buruk hanya karena seseorang yang berkuassa telah memerintahkannya atau melarangnya tetapi terdapat lain perbuatan yang mempunyai moralitas iintrinsik menurut hakekatnya perbuatan tersebut baik buruk dan tiada adat kebiasaan hukum manusiawi atau bahkan dekrit tuhan dapat membuatnya lain
NORMA-NORMA MORALITAS
Apa yang disebut moralitas itu sungguh ada ada beberapa perbuatan yang menurut hakekat nya indifferent yang mendapat moralitas ekstrinsik karena diperintahkan atau dilarang oleh kekuasaan yang sah tetapi ada perbuatan-perbuatan yang sungguh mempunyai moralitas intirinsik moralitas perbutan-perbuatan itu tidak didasarkan pada hal-hal yang sembarangan dan semuanya sajha baik dari adat negara malah juga tuhan tetapi berdasarkan pada hakekat perbuatan-perbuatan tersebut sendiri dan oleh karena alasan-alasan ini perbuatan-perbuatan tersebut telah menjadi adat kebisaan diantara manusia atau ditentukan oleh negara atau ditentukan oleh tuhan tugas kita selanjutnya adalah menemukan norma-norma yang bisa kita pakai untuk menntukan hakekat perbuatan-perbuatan mana perbuatan adedidikirawanyang baik mana yang buruk dan mana yang indifferent menurut hakekatnya langkah 2 yang kita tempuh adalah sebagai berikut :
1.       Apakah yang dimaksud dengan suatu norma moralitas
2.       Kemampuan manakah yang harus kita pakai untuk untuk mengukur moralitas
3.       Bagaimana membangun moralitas
4.       Apakah norma moralitas yang benar
5.       Bagaimana membuktikan bahwa ini adalah norma yang benar
6.       Apakah norma ini sesungguhnya praktis dan dekat apakah norma terhadir moralitas
ARTI SUATU NORMA
Norma adalah sturan standarad ukuran norma adalah sesuatu yang sudah pasti yang dapat kita pakai untuk membandingkan sesuatu lain yan g hakekatnya besar kecilnya, ukurannya kwalitasnya adalah ragu-ragu jadi norma moralitas adalah aturan standarad atau ukuran dengan mana kita bisa mengukur kebaikan atau keburukan sesuatu perbuatan haruslah sesuatu dengan mana sesuatu perbuatan (haruslah) secara positif sesuai untuk dapat disebut secara moral indifferent haruslah sesuatu yang netral terhadap ukuran tadi
Suatu norma dapat dekat atau terakhir untuk mengerti beberapa panjangnya sesuatu pakai meteran tetapi bagaiimana pembuat ukuran meteran menentukan bahwa sekian panjang itu satu meter dia mengukur meteterannya dngan ukuran yang resmi dipakai dan diatasnya itu tidak terdapat ketentuan lain pada umumnya suatu norma dekat adalah norma yang secara langsung dapat diterapkan  pada benda yang harus diukur norma tersebut siap dipakai norma asli atau norma terakhir adalah alasan terakhir mengapa norma dekat itu seperti kenyataannya secara teoriitis hal yangsama dapat dipakai adedidikirawanuntuk memenuhi fungsi dari kedua norma yakni dekat dan terakhir
Bahwasanya harus terdapat sesuatu norma moralitas dijelas telah kita tunjukan bahwa ada beberapa perbuatan yang menurut hakekatnya buruk maka haruslah terdapat sesuatu hal yang bisa untuk menentukan mengapa yang stu demikian sedangkan lainnya begitu dan norma tersebut haruslah norma dekat artinya dapat langsung diterapkan pada perbuatan kongkrit satu-satunya macam perbuatan yang sesungguhnya ada
Supaya norma sahnya dekat terjamin harus terdapat norma terakhir yang memberi dijaminan untuk menemukan sesuatu kita harus mencarinya dengan cara yang benar-benar ditempat yang benar seperti kita tidak dapat mencari adedidikirawanemas dengan jalan mendengarkannya dan mencarinya sebagai sesuatu yang tumbuh dipohon maka juga dallam usaha kita menemukan norma moralitasharus kita putuskan:
1.       Dalam mencari kemampuan mana yang harus dipakai dan
2.       Didaerah mana kemampuan tersebut harus digunakan

MORAL SENSE THEORI
Adakah mempunyai kemampuan khusus untuk menemukan dan mengukur moralitas menjelang akhirabad ke 17 dan selama abad ke 18 beberapa moralitas inggris berpendapat bahwa pengertian tentang sesuatu yang moral baik dan moral buruk dikerjakan oleh kemampuan yang berbeda dari intelek atau akal budi kemampuan khusus tersebut mereka berikan nama moral insitut atau moral intuition atau moral sense
Anthon ashley cooper sangat terpukau dan tertarik pada pemikiran filsaat tentang yang indah mengatakan bahwa disamping bentuk-bentuk lainnya juga terdapat keindahan moral bahwa hidup moral adalah sesungguhnya hidup juga indah
The sesnse of beuty menurut pandangannya adalah a special faculty of the mind dan bilamana diterapkan pada moral beauty menjadi the  moral sense keindahan moral (moral beuty) terletak pada perimbanngan yang sebenarnya dari apa yang disebut publik danprivat afections perimbangan dari dorongan-dorongan sosial dan menghasilkan suatu hidup huga bulat dan harmonis teori ini adalah aestheticixme moral
Francis hutcheson I mengembangkan pandangan as cooper dengan memisahkan moral sense dari sesthi thic sense dan moral sense berfungsi khusus yakni membedakan yang benar dari yang salah joseph butler mengambil langkah yang jelas dengan menjamakan moral sense dengan adedidikirawanconsien factuly yang berbeda dari intelek thomas reid menguraikan moral sense theory sebagai berikut:
The abstract nation of moral good and ill would be of no use to direct our life if we had not the power off applying it to particular actions and determining what is morality good and what is morally ill some philosophers with  hom i agree ascribe this to an orginal power of faculty in man which they call the moral sense the moral faculty conscience........................................................................
The name of the moral sense though more frequently given to conscience since lord shatesbuty and Dr. Hutcheson wrote is not new.................................................................................................
In its dignity it is with out doubt far superior to every other power of the  mind but there is this analogy between it and the external senses that as by them we have not only the original conceptions of the various qulitieas of bodies but the original judgement that this body has such a quality that such another so by our moral faculty we have both the original conceptions of right and worng in conduct of merit and demerit and the original judgement that this conduct is right that is wrong that is worng that this charactr has worth that demerit
The testimony of our moral faculty like that of the external senses is the testimony of nature and we have the same reason to rely upon it
Adam Smith seorang ekonom mendekati etika dari standpointnya psychologycal analisis moral faculty atau consicience adalah suatu rasa simpati yang naluri yang ia dijelaskan sebagai berikut:
We either approve or disprove of our own conduct according as we feel that when place our selves in the situation of another man adedidikirawanand view it as it were wtih this eyes and from the situation we either can or cannot enter into and symphatize with thw senti ments and motives which inflluence it
When i endevour to examine my own conduct when i endecour to pass sentence upon it and either to approve or condemen it it is evident that iin all such cases i devide my self as it were into two persons and that i the examiner and judge represent a different character from that other  i the person whose conduct is examined into and judged of
Teori-teori tersebut semuanya menuntut adanya kemampuan juga berbeda dari intelek untuk memutuskan yang benar dan salah atau fungsinya hanya itu atau menjamakannya dengan aesthetic sense atau dengan hati nurani (conscience) atau dengan sentiments of symphaty moral instuteonisme dari ralph cudrowith dan samuel clarke termasuk golongan pendapat juga semacam karena adedidikirawanmeskipun mereka mengatakan bahwa intelek adalah kemampuan yang menentukan benar atau salah tetapi menurut mereka intelek ini dalam memutuskan demikian tidaklah melalui proses pemikiran tetapi by an immediate intelectual intuition of the external fitness of things yang merupakam ekpresi dari idea-idea ilahi
Kritik: tidak dibutuhkan adanya suatu kemammpuan moral khusus yang berbeda dari intelek keputusan-keputusan moral pada dasarnya bukanlah berbeda dari keputusan-keputusan lainnya karena kemampuan –kemamppuan adedidikirawanmoral tersebut kebenaran-kebenaran yang jelas dengn sendirinya atau kesimpulan hasil pemikiran dengan bertolak dari prinsip yang jelas dengna sendirinya
Mengerti adalah fungsi intelek lain kemampuan yang bukan intelek bakal bisa mengerti mengapa perbuatan-perbuatan tertentu baik atau buruk adalah ganjil mengharapkan orang memakai intelek dibidang ilmu bussiness hukum dan politik tetapi tidak dibidang perbuatanya sendiri dan dalam mencapai tujuan terakhirnya
Menjamakan moral sense dengan aesthetic sense tidaklah menjatuhkan soal apa-apa karena kita tidak butuh kemampuan istimewa untuk menangkap yang indah benar bahwa ada adedidikirawanapa yang disebut keindahan moral dan bahwa kebajikan (virtue ) indah dan kejahatan itu buruk tetapi kebenaran tersebut lebih jelas dalam abstraknya dari pda dalam konkritnya keindahan memang seharusnya memikat dan menarik tetapi moralitas dapat ada tanpa dikenal keindahan harus memberikan kesenangan tetapi moralitas tidak jarang sukar adedidikirawandan meminta pengorbanan merenungkan dengan intelek kita perlu untuk bisa menangkap keindahan suatu moral hidup
Hati nurani adalah norma moralitas subjektif bukan norma moralitas objektif seperti yang akan kita lihat hati nurani bukanlah suatu kemampuan istimewa tetapi hanya nama intelek yang memutuskan moralitas atas suatu peralatan khusus yang konkrit disini dan kini keputusan hati nurani adalah kesimpulan dari suatu dylogisme yang dicapai melalui proses rasional dalam artinya yang sebenarnya
rasa meskipun dalam bentuknya yang agung seperti rasa simpati tidak dapat menjadi adedidikirawanpembimbing yang dapat dipercaya untuk yang benar dan yang salah rasa terusmenerus berganti terus menerus berubah tergantung dari kondisi fisik kita dan gerak emosi kita perbuatan yang sama dapat baik atau buruk sesuai dengan yang merasakan juga bila perbuatan-perbuatan diklasifikasi menurut rasa-rasa yang biasa mereka ajukan sebagai ukuran toh harus ditentukan pula alasan-alasan objektif perasaan-perasaan tersebut biasa diajukan dan alasan objektif inilah yang akan menjadi norma
Meskipun menurut pendapatnyaadedidikirawan orang bijak kita mempunyai intuisi tentang prinsip moral yang pertama tetapi prinsip-prinsip moral demikian sangat sedikit mungkin hanya satu karena tidak ada proses pemikiran yang dapat dikembalikan terus menerus jelas bahwa kita tidak mempunyai intuisi langsung tentang kebaikan moral atau keburukan moral perbuatan –perbuatan konkrit yang dilaksanakan disini  dan kini apabila moralitas intuitif dan tidak perlu dibuktikan dengan argumen rasional adedidikirawanbagaimana adanya demikian banyak pendapat-pendapat yang berbeda tentang moralitas itubisa dijelaskan
MEMBENTUK NORMA
Kesimpulan yang dapat kita tarik ialah bahwa kemampuan yang semestinya dipakai dalam membedakan baik dan buruk adalah intelek manusia
Pengikut-pengikut aristoteles kaum sotoa filsuf-filsuf abad pertengahan dan banyak filsuf modern benar dalam berkata bahwa suatu perbuatan baik apabila sesuai dengan akal yang benar pemikiran yang benar (right reason) jadi kurang lebih membuat right reason sebagai norma moralitas tetapi ini hanya menjawab separuh dari pertanyaan kemempuan mana yang harus dipakai bukan bagaimana dan dimana memakainya bagaimana kita dapat tahu bahwa sesuatu pemikiran benar logika mengajar kita bagaimana menarik kesimpulan yang benar dari premis-premis yang ada tetapi logika tidak memberi premiskepada kita lalu dimana kita mencarinya hal-hal ini dan bagaimana kita bisa mengenalnya bilamana kita telah menemukannya
Suatu norma harus dibentuk dengan menguuji macamnya barang-barang yang hendak kita ukur dan menyelidiki maksud untuk apa kita harus mengukurnya barang-barang yang hendak kita ukur adalah perbuatan-perbuatan manusiawi dan maksdu kita mengukur adedidikirawanadalah untuk menentukan kebaikannya dan keburukan mengapa suatu hal disebut baik sebab hal itu adalah sesuatu tujuan pada dirinya atau suatu jalan menuju tujuan diingikan karena dirinya sendiri atau karena hal yang dituju
Pada permulaan tiada satupun diantaranya yang bisa diharapkan kenyataan bahwa sesuatu hal menginginkan hanyalah menunjukan bahwa sesuatu tadi ontologis baik bukan bahwasanya sesuatu tadi moral baik setiap perbuatan yang kita kerjakan secara ontologis adalah baik sesuatu juga menjurus kearah kepuasan sesuatu keinginan tetapi harus lah kita cari ukuran lain untuk kebaikan moral persoalanya belum selesai dengan merenungkan perbuatan sebagai jalan kearah tujuan memang betul bahwa perbuatan-perbuatan manusiawi (human acts) adalah jalan menuju tujuan terakhir bahwasanya perbuatan-perbuatan tersebut baik bilamana membawa mmanusia kearah tujuan adedidikirawanterakhirnya dan buruk apabila merupakan penghalang kearah tujuan akhirnya dan kini yang kita perbincangkan adalah tentang kebaikan moral kesukarannya bagaimana kita mengetahuuinya apakah mereka membantu atau menghalangi

Andaikata dapat melihat dengan mata kepala kita sendiri orang-orang yang berhasil mencapai tujuan akhirnya dapatlah kita mengadakan penyelidikan tentang bagaimana caranya mencapai tujuan terakhir tersebut dan dapatlah jalan yang sama itu kita pakai sendiri tetapi seperti yang kita lihat banyak orang yang telah melewati masa hidupnya dan kita tidak tahu adedidikirawansiapa-siapa yang mencapai tujuan terakhirnya dan siapa-siapa yang tidak orang-orang ini juga tidak kembali lagi kedunia untuk bercerita kepada kita perbuatan mana yang ternyata merugikan jadi tidak terdapat metode langsung yang dapat kita pakai
Kecuali itu bila ada hanya akan merupakan moralitas eksentrik dari pperbuatan bukan moralitas intirinsiknya yang nampak kepafdakita hanya bahwa perbuatan itu sungguh membantu ketujuan bukan mengapa perbuatan tersebut sungguh membantu kearah tujuan tidak akan menunjukan apa-apanya tentang hakekat perbuatan sendiri yang membuat perbuatan itu baik atau buruk karrena sesuatu perbuatan tidaklah baik karena justru adedidikirawanmembawa kearah tujuan tetapi lebih tepat perbuatan ini membawa ketujuan karena perbuatan tersebut adalah baik
Problem yang kita hadapi dapat kita selsaikan meskipun kita hrus mengadakan pendekatan secara tidak langsung akan kita perbincangkan mengnai tiga pokok :
1.       Perbuatan manusia
2.       Tujuan manusia
3.       Hakekat manusia


1.       Perbuatan manusia kita mengerti hubungan perbuatan-perbuatan dengan tujuan perbuatan-perbuatan manusiawi karena merupakan sarana kearah tujuan terakhir adalah baik apabila membantu kita ketujuan dan buruk apabila menghalangi kita tetapi seperti juga telah dikatakan diatas kita hanya dapat mengetahuinya secara abstrak dan kita tidak adedidikirawanmmpunyai cara untuk memisahkan antara perbuatan yangmembantudan perbuata-perbuatan yang menghalangi
2.       Tujuan manusia kita juga tahu mengnai  hubungan antara tujuan dan hakekat kita mengatakan suatu benda itu untuk apa dengan melihat pada caranya bendanitu dibuat kita menemukan tujuan sesuatu benda dengan menyeldiki hakekatnya dengan cara demikianpulalah kita menemukan apakah tujuan terakhir dari manusia yakni kebahagian sempurna dalam memiliki tuhan karena keinginan adedidikirawanmanusia pada kebahagiaan sempurna tersurat dan tersirat dalam hakekat manusia
Hal ini bagaimanapun juga tidak menunjukan kepada kita tentang perbuatan-perbuatan manusiawi dan tentang inilah pokok pernyataan kita
3.       Hakekat manusia kedua hubungan ini membawa kita kepada yang ketiga yakni hubungan perbuatan-perbuatan dengan hakekat apabila kebaikan dan keburukan perbuatan manusia ditentukan dalam menolong tidaknya kearah tujuan terakhir dan tujuan manusia ditentukan atas dasar penyelidikan hakekat manusia maka dapat kita tinggalkan adedidikirawanlangkah tengah dan memutuskan kebaikan atau keburukan perbuatan-perbuatan manusiawi dengan menyelidiki hakekat manusiawi prosedur ini sungguh tepat memberikan apa yang kita kehendaki mencapai meskipun tujuan terakhir tidaklah dicapai dalam hidup kini dan bukan objek dari pengalaman kita toh hakekatnya manusia dan perbuatan-perbuatan manusiawi secara langsung ada didepan kita didalam hidup ini adedidikirawan dan dapat diselediki disini dan sekarang jadi dapat kita miliki ukuran yakni kita dapat memakai hakekat untuk mengukur perbuatan-prbuatan kita maka kesimpulan kita adalah perbuatan-perbuatan manusiawi membimbing kearah tujuan terakhir manusia dan moral baik apabila sesuai dan serasi dengan hakekat manusia jadi hakekat manusia paling sadedidikirawanedikit dalam arti tertentu adalah norma morlitas

Dari uraian diatas dapat disimpulkan norma moralitas adalah  stndard kepada apa kita membandingkan perbuatan-perbuatan manusiawi guna menentukan kebaikan atau ke burukannya norma dekat (proxmiats norm) adalh norma adedidikirawan juga secara langsung dapat diterapkan pada perbbuatan norma terakhir (ultimate norm) adalah norma yang menjamin kesahanya norma dekat
Teori moral sense menganjurkan suatu fakultas (kemampuan) yang berbeda dari intelek untuk memastikan baik atau buruk tetapi tidak perlu terdapat fakultas semacam itu karena adedidikirawan itu akan membuat perbuatan yang bernilai moral menjadi non rasionil dan jadi tidak sepantasnya bagi mehluk manusia yang rasionil
Suuatu perbuatan itu baik bila selesai dengan pikiran benar (right reason ) tetappi bilamana kita bisa bilang jika pikiran itu adedidikirawan benar-benar meskipun perbuatan baik adalah perbuatan yang membo3tetapi tidak perlu terdapat fakultas semacam itu karena itu akan membuat perbuatan yang bernilai moral menjadi non rasionil dan jadi tidak sepantasnya bagi mehluk manusia yang rasionil
Suuatu perbuatan itu baik bila selesai dengan pikiran benar (right reason ) tetappi bilamana kita bisa bilang jika pikiran itu benar-benar meskipun perbuatan baik adalah perbuatan yang membimbing ketujuan terakhir mereka kita tidak pernah punya pengalaman atau mendengar kesaksian orang-orang yang berhasil mencapai tujuan terakhir mereka kkita harus menggunakan adedidikirawan kodrat manusia kita sebagai jembatan oleh karenaadedidikirawan kita menemukan apa tujuan terakhir itu dengan mempelajari kodrat kita kita berkesimpulan behwa perbuatan-perbuatan yang sesuai (confermed) pada kodrat kita akan meb awa kita ketujuuan terakhir kita
Maka norma moralitas adalah kodrat hakekat manusia diambil sepenuhnya dalam sluruh bagian-bagiian dan nasib-nasibnya :
1.       Bagian-bagian    : (metafisis: animalitas dan rasionalitas
 (
 (fisis:badan dan jiwa
 (
 (integral :bagian-bagian badan dan orang-orang
2.       Nisbah-nisbah : (kreturil : kepada tuhan
 (sosial : kepada sesama manusia
(posesif :kepada benda-benda didunia
Tuhan yang menjuruskan segala sesuatu ketujuan mereka dengan melalui kodrat yang ia berikan kepada mereka juga menjuruskan manusia kearah tujuan dengan melalui kodratnya tuhan yang memberi manusia seluruh kodrat kemanusiaaan adedidikirawan dengan segala bagian-bagian dan nisbah-nisbahnya haruslah menghendaki dari manusia macam aktivitas yang memelihara harmoni yang semestinya dalam bagian-bagian dan hisbah-hisbah ini dan ini akan merupakan macam aktivitas yang baik bagi manusia (baik secara integral baik dalam arti moral maka kodrat hakekat manusia sepenuhnya adalah norma moralitas
Inilah norma dekat yang benar karena tiada lain selain kodrat manusia yang bisa memenuhi fungsi-fungsi ini :
1.       Memberi aturan-aturan morallitas yang sama pada semua manusia
2.       Membberi semua atran-aturan moralitas pada setiap manusia
3.       Tidak berubah akan tetapi dapat diterapkan pada semua kehidupan
4.       Selalu hadir dan nampak pada semua manusia
Norma terakhir adalah kodrat illahi sebagaimana kodrat manusia itu menyamai kodrat oillahi maka perbuatan manusia harus menyamai perbuatan illahi manusia berbuat benar adedidikirawan bila ia mengerjakakn apa yang tuhan kerjankan salah bila manusia menyalah gunakan kemerdekannya dengan mengerjakan apa yang tuhan tidak dapat mengerjakan
FAKTOR PENENTUAN MORALITAS
Untuk menerapkan norma moralitas pada kejadian-kejadian yang konkrit kita harus menemukan apa yang terdapat dalam perbuatan yang dapat menyebabkan perbuatan tadi sesuai atau tidak sesuai dengan norma kita ketemukan tiga macam faktor penentuan dalam moralitas :
1.       Perbuatannya sendiri
2.       Motif
3.       Keadaan
Perbuatan sendiri adalah apa yang dikehendaki si pelaku memandangnya tidak dalam tertib fisis tetapi dalam tetrtib moral kita telah tunjukan bahwa terdapat perbuatan-perbuatan yang menurut
 hakekekatnya mengarah motif berhubung dikehendaki dengan sadar membri saham pada moralitas dari perbutan tersebut malah kadang-kadang memberi jenis moralitas lain
keadaan adalah adedidikirawan segala yang terdapat (terjadi) pada sesuatu peristiwa perbuatan sementara keadaa tidak mempunyai akibat pada moralitas sementara lain berakibat entah memberi jenis moralitas baru pada perbuatan atau memberi suatu taraf baru dalam adedidikirawan jenis yang ada keadaan bisa diketahui sebelumnya dan jika demikian dikehendaki dalam saat menghendaki perbuatan tersebut maka juga memberi saham pada moralitas perbuatan tersebut
suatu perbuatan yang buruk menurut hakekatnya tidak dapat dijadikan baik atau indiferent oleh motif maupun oleh keadaan meskipun meski taraf keburukan bisa agak berubah suatu perbuatan yang menurut hakekat nya baik dihancurkan adedidikirawan oleh setiaf motif yang sngat buruk atau keadaan yang sangat buruk motif atau keadaan yang sedikit buruk melemahkan kebaikan perbuatan tetapi tidak menghancurkan suatu perbuatan yang menuurut hakekatnya indifferernt mendapatkan seluruh adedidikirawan moralitasnya dari motif dan keadaan apabila dari salah satu darinya buruk perbuatannya menjadi buruk apabila sementara baik dan lainnya buruk bisa mungkin memisahkan perbuatan fisik menjadi dua perbutan moral
kita beranggapan bahwa pada konkritnya tiada perbuatan yang indiferent sebab atau perbuatan tadi diarahkan atau tidak diarahkan paling sedkit secara implisit pada tujuan terakhirnya jika tidak buruk mka perbuatan tadi baik kaum adedidikirawan stoicis tidak setuju dengan pendapat ini moralitas bersemayam didalam perbuatan bathin kehendak yang tidak niscaya dilaksanakan keluar menjdai aksi luaran tetapi bila dilaksanakan keluar perbuatan bathin memberikan moralitasnya kepada aksi luaran tersebut karena adedidikirawan keduanya merupakan satu keseluruhan moral perbuatan bathin hanya dapat secara aksidentil dipengaruhi oleh perbuatan luaran
 

Selasa, 04 September 2012

Efektivitas Hukum dalam studi konsep dan Analisis Lembaga Keuangan terhadap Pembangunan Ekonomi di Indonesia

Efektivitas Hukum dalam studi konsep dan Analisis Lembaga Keuangan terhadap Pembangunan Ekonomi di Indonesia   
A.       Pengaruh Hukum dalam Pembangunan
                        Kalangan Masyarakat termasuk lapisan pengusaha industri semestinya menyadari, bahwa masyarakat.[41] Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum berfungsi sebagai sarana pembaharuan atau sarana pembangunan adalah didasarkan atas anggapan, bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikhendaki oleh pembangunan.[42]
Hukum dilihat adedidikirawandalam kaitannya dengan kerangka dasar pembangunan nasional menurut Abdurahman, menapakannya dirinya dalam dua wajah. Disatu pihak hukum memperlihatkan diri sebagai suatu objek pembangunan nasional. Arti hukum itu dilihat sebagai suatu sektor pembangunan yang perlu mendapat prioritas dalam usaha penegakan, pengembangan dan pembinaannya, adedidikirawansedangkan dilain pihak hukum itu harus dipandang sebagi suatu alat (tool) dan sarana penunjang yang akan menentukan usaha-usaha pembangunan nasional.[43]
Menurut pandangan ahli hukum, bahwa dalam suasana pembangunan tersebut hukum berfungsi bukan hanya sekedar “as a tool sociial control”  dalam arti sebagai alat yang hanya berfungsi untuk mempertahankan stabilitas,[44] tetapi juga sabagai alat pembaharuan masayarakat (as a tool of social engineering).[45]      
Ahli hukum lain seperti Sunaryati Hartono berpandangan bahwa hukum merupakan salah satu “Prasarana mental” untuk memungkinkan terjadinya pembangunan dengan caraadedidikirawan tertib dan teratur tanpa menghilangkan martabat kemanusiaan anggota-anggota masyarakat. Hukum ini berfungsi untuk mempercepat proses pendidikan masyarakat (merupakan bagian dari pada social education kearah suatu sikap mental yang paling sesuai dengan masyarakat yang dicita-citakan.[46]
Huubungan antara hukum dan pembangunan yang secara teoritis terus mendapat perhatian para ahli itu, mengilhami Michel Hager mengintodusir konsep Development Law  atau Hukum Pembangunan, Konsep Development Law ini menurut Michael Hager adalah:[47]
Suatu sistem hukum yang sensitif  terhadap pembangunan yang meliputi keseluruhan hukum subtansif, lembaga-lembaga hukum berikut keterampilan para sarjana hukum sacara aktif mendukung proses pembangunan. Konsepsi Development Law meliputi tindakan dan kegiatan yang memperkuat infarsturktur hukum seperti lembaga-lembaga hukum, profesi-profesi hukum, lembaga-lembaga adedidikirawanpendidikan hukum dan lainnya, serta segala sesuatunya yang berkenaan dengan penyelesaian problema-problema khusus pembangunan
Hukum dalam fungsinya sebagai sarana pembangunan menurut Michel Hager dapat mengabdi dalam tiga sektor yaitu:[48]
1.       Hukum sebagai alat penertib (ordering). Rangka penertiban hukum dapat menciptakan suatu kerangka bagi pengambilan keputusan politik dan pemecahan sengketa yang mungkin timbul melaluui suatu hhukum acara yang baik. Ia pun dapat meletakan dasar hukum (legitimacy) bagi penggunaan kekuasaan.
2.       Hukum sebagai alat penjaga keseimbangan (balancing). Fungsi hukum dapat menjaga keseimbangan dan keharmonisan an tara kepentingan perorangan
3.       Hukum sebagai katalisator. Sebagai katalisatoor. Sebagai katalisator hukum dapat membantu untuk memudahkan terjadinya proses perubahan melalui pembaharuan hukum (law refrom) dengan bantuan tenaga kreatif di bidang profesi huukum.
Konsep Depelovment Law tersebut adalah selaras pula dengan orientasi baru mengenai konsep tentang hukum yang dikemukakan oleh A. Vilhem Rustend, bahwa hukum merupakan legal machinery in action, yaitu sebagai suatu kesatuan yang mencakup segala kaidah baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, prasarana-prasaranaadedidikirawan seperti keppolisian, kejaksaan, pengadilan, para advokat dan keadaan diri pribadi penegak hukum, juga fakultas-fakultas hukum sebagai lembaga pendidikan tinggi hukum.[49]
Merujuk pandangan ahli hukum dalam uraian di atas, Hukum Pembangunan adedidikirawansetidaknya menggambarkan bahwa hukum berperan sebagai alat penertib (ordening), penjaga keseimbangan (balancing) dan katalisator (law refrom) dalam aktivitas pembangunan nasional.
Hukum menampilkan jati dirinya dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang mengatur berbagai bidang kehidupan, seperti persaingan sehat antara pelaku ekonomi, perlindungan keselamatan kerja, pengelolaan lingkungan hidup dan lainnya.
B.      Konsep-Konsep Hukum terhadap Ekonomi
Analisis ekonomi terhadap hukum pada awalnya merupakan hasil karya para ilmuwan hukum dengan menggunakan pendekatan ekonomi yang bertolak dari keyakinan bahwa masalah manusia adalah bagaimana memilih yang terbaik dari berbagai pilihan yang ada.jawaban atas pertanyaan ini sebenarnya merupakan salah satu isu utamaadedidikirawan dari apa yang dipelajari dalam ilmu ekonomi. Secara umum analisis ekonomi terhadap hukum bekerja dengan menggunakan metode ilmu ekonomi adedidikirawansebagai kerangka teoritis guna menganalisis aturan dan hukum yang digunakan dalam masyarakat tertentu. Pemanfaatan metode ilmu ekonomi memungkinkan para pengagas analisis ekonomi terhadap hukum untuk menarik kesimpulan tentang keinginan manusia dan segala konsekuensi dari segi hukum dan pengaturannya.
Analisis ekonomi terhadap hukum dibangun atas dasar beberapa konsep dalam ilmu ekonomi, antara lain :[50]
1.       Pemanfaatan secara maksimal (utility maximization)
2.       Rasiional (rationality)
3.       Stabilitas pilihan dan biaya peluang (the stability of preferences and opportunity cost).
Atas dasar tersebut, analisis ekonomi terhadap hukum membangun asumsi baru, yakni manusia secara rasional akan berusaha mencapai kepuasan maksimum bagi dirinya. Dasar penalarannya adalah bahwa dalam setiap aspek hidupnya, manusia harus membuat keputusan tertentu adedidikirawankarena sifat manusia yang memiliki kenginan tanpa batas sementara berbagai sumber daya yang ada sangat terbatas ketersediaannya terhadap kebutuhan manusia. Jika terhadap satu pilihan ia dapat memperoleh keinginannya melebiihi pilihan lain maka ia akan adedidikirawanmenjatuhkan pilihan terbaik efisien bagi dirinya dan konsisten denngan pilihannya itu. Masalah bagaimana membuat pilihan untuk mewujudkan efisiensi dalam penggunaan berbagai sumber daya guna mencapai kepuasan maksimum, pada dasarnya merupakan titik berat (focus) analisis mikro ekonomi.[51]
Selama ini kelemahan pemikiran aliran utilitariannisme adalah ketidakmampuannya untuk menentukan apa keinginan seseorang dengan tepat. Sementara itu, pemikiran analisis ekonomi terhadap hukum menemukan jawabannya, yaitu keinginan sesorang terhadap sesuatu ditentukan dengan melihat beberapa besar keseediannya dapat terpuaskan. Ukurannya dapat dalam bentuk uang atau penggunaan sumber daya lain yang dimilikinya, seperti kesediaannya untuk bekerja (labour). Singkatnya,adedidikirawan analisis ekonomi terhadap hukum menyimpulkan bahwa segala sesuatu dapat direduksi dalam ungkapan singkat, berapa yang harus dibayar untuk memperoleh sesuatu atau tidak memperoleh sesuatu atau tidak memperoleh sesuatu.
Konsep tentangadedidikirawan pilihan dan rasionalitas mengakibatkan seseorang harus mengeluarkan biaya atas peluang (oportunity cost), yaitu biaya yang terjadi karena meninggalkan satu pilihan untuk mengupayakan pilihan lain yang lebih baik. Jika utilitarianisme menitikberatkan pada unsur kebahagiaan terbesar (gratest happines), maka analisis ekonomi terhadap hukum melihatnya dari segi efisiensi atas pilihan terhadap aturan hukumnya. Pendekatan dari segi efisiensi dalam memandang hukum itu adalah dalam usaha meminimalkan biaya sosial (social cost) terhadap suatu aktivitas tertentu.adedidikirawan Dalam hubungan dengan kelalaian misalnya tujuan hukum adalah untuk mencegah untuk mencegah kecelakaan sebagai suatu peristiwa yang tidak ekonomis sehingga diberlakukannya pertanggungjawaban seseorang terhadap akibat kecelakaan itu justru diadakan untuk mencegah kecenderungan berbuat ceroboh.[52]           
Perekonomian negara-negara Barat yang berlandaskan prinsip-prinsip pasar bebas bertujuan untuk memaksimumkan perolehan kekayaan melalui efisiensi ekonomi. Ini direfleksikan oleh sistem hukum (common law) yang mendukungadedidikirawan prinsip pasar bebas sebagaimanana yang dikhendaki oleh masyarakatnya. Menurut Posner, common law menyediakan banyak sarana untuk memaksimumkan perolehan kekayaan, diantaranya adalah mengakui adanya hak-hak kepemilikan. Ini tentu melewati suatu proses pertukaran. Common law  juaga memberi perlindungan terhadap hak milik melalui perangkat hukum pidana dan hukum perdata, sedangkan hukum kontrak (contrac law) dibuat untuk melindungi berlangsungnya proses pertukaran yang memuaskan para pihak terkait. Semua itu mendukung sistem ekonomi kapitalis (capitalist economy) yang dipengaruhi oleh falsafah laizes faire.adedidikirawan Dengan demikian, peran ganda yang diharapkan datang dari analisis ekonomi terhadap hukum, yakni pertama, untuk mereduksi hukum dalam formal ekonomi dan kedua bersikap kritis terhadap hakim yang gagal memaksimumkan kekayaan pihak yang berkepentingan secaara utuh. [53]

C.      Analisis Hukum Terhadap Ekonomi

Perdebatan tentang apakah hukum sebenarnya memiliki kepedulian untuk ikut mengedepankan pertimbangan efisiensi ekonoomi dalam suatu keputusan hukum telah lama diperbincangkan. Banyak pendapat yang menyatakkan bahwa pertimbangan efisiensi ekonomi telah melatarbelakangi berbagai keputusan hukum dalam common law system dengan mengacu kasus-kasus penting (land mark  decisions). Munculnya aliran pemikiran di Amerika Serikat (American realisme) yang bertumpu adedidikirawanpada pengamatan terhadap apa yang diputuskkan hakim di pengadilan  antara lain menjelaskan bahwa banyak faktor non hukum (non legal factor) seperti ilmu ekonomi[54] yang ikut memengaruhi pertimbangan para hakim dalam memutuskan perkara.
Tegasnya dalam versi realisme Amerika harus ada banyak faktor non hukum yang mempengaruhi hukum itu. Akan tetapi,adedidikirawan ada pendekatan baru yang dilakukan terhadap hukum dengan menitikberatkan pada satu faktor non hukum saja, yaitu melalui pendekatan ekonomi terhadap hukum dengan kata-kata, it is true that  anthropolgists, sociologists, psychologisc,political sicientist and other social scientist besides economist also do positive analyis of the legal system but their work is thus far is sufficiently rich in theoretocal and empircal content to affrod serious competition to the economist....these fields have produced neither systematic, empirical research on legal system, nor plausible, coherent and empirically verifiable. (adalah benar bahwa para ahli antropologi, ilmu kemasyarakatan, psikolog, ilmu politik, dan para ahli ilmu sosial lainnya (selain para ahli hukum ekonomi) juga melakukan analisis positif terhadap sistem hukum. Akan tetapi, pekerjaan mereka jauh dari memadai dari segi kandungan teoritis dan empiris, untuk mampu menyayangi ahli ekonomi ... bidang-bidang ini tidak mampu menghasilkan penelitian yang sistematis dan empiris yang patut dibanggakan, koheren, serta dapat diverifikasi secara empiris).[55]
Pendapat Posner tersebut tampaknya merupakan puncak dari apa yang diutarakan oleh para ilmuwan hukum sebelum dia, antara lain Brandeis yang mengatakan :A lawyer who has not studied economics....is very apt to become a public enemy (seseorang pengemban hukum yang tidak mempelajari ilmu ekonomi ... sangat mudah untuk menjadi musuh masyarakat ).[56] Juga dikatakan oleh Holmes; But the man of the future is the man of statistics and the master of economics” (manusia masa depan adalah mereka yang memahami statistik dan menguasai ilmu ekonomi).[57]  
Pernyataan-pernyataan ini bertambah semarak dengan pernyataan Ackerman.... law and economics has the power to construct a new discourse in law (ilmu hukum dan ilmu hukum ekonomi memiliki kemampuan untuk membangun suatu wacana baru dibidang hukum).[58] Tidak mengherankan bila muncul nama-nama besar adedidikirawanseperti Ronald Coase, Guido Calabresi, Mitchell Polinsky. Dan Richard A.Pesoner tampil dengan argumentasi-argumentasi memikat yang menggunakan pendekatan ekonomi guna mencari jalan keluar terhadap berbagai isu hukum yang dihadapi masyarakat modern.
Pengamatan yang lebih khusus dilakukan oleh Cooter dan Ulen bahkan menegaskan bahwa interaksi antara para ahli hukum dan ahli ekonomi telah melahirkan kebijakan pengaturan pengaturan hukum persaingan (antitrust) dan adedidikirawanpengaturan berbagai kebijakan ekonomi negara. Lebih lanjut, keduanya berpendapat bahwa analisis ekonomi terhadap hukum adalah suatu mata pelajaran interdisipliner yang bukan saja menarik bagi para peminat hukum dan ekonomi, tetapi juga bagi para peminat kebijakan publik (public policy).[59] Akan tetapi, ada juga pendapat berbeda dari Easterbook yang adedidikirawanmengatakan bahwa dunia sarjana ekonomi dimulai dari perdagangan bebas, sementara dunia sarjana hukum dimulai dari peraturan, dengan demikian dua disiplin ilmu tersebut selalu melahirkan different prescriptions mengenai interaksi sosial.[60]
D.              Hukum Perbankan  dalam Pembangunan Nasional
Sebagaimana dimaksud bahwa pembangunan nasional merupakan upya pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Inndonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintregasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi, termasuk perbankan.[61]
Berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan nasional tersebut dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang No.1998 tentang adedidikirawanPerbankan ditentukan bahwa “perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. Dari ketentuan ini jelas bahwa lembaga perbankan mempunyai peranan penting dan strategis tidak saja dalam menggerakan roda perekonomian nasiional, tetapi juga diarahkan agar mampu menunjang pelaksanaan adedidikirawanpembangunan nasional. Ini berarti bahwa lembaga perbankan haruslah mampu berperan sebagai agent of development  dalam upaya mencapai tujuan nasional itu, dan tidak menjadi beban dan hambatan dalam pelaksanaan pembangunan nasional .[62]
Peranan penting dan setrategis dari lembaga perbankan yang diuraikan di atas merupakan bukti bahwa lembaga perbankanadedidikirawan adalah salah satu pilar utama bagi pembangunan ekonomi dan sebagai agent of development dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Dalam peranannya yang demikian itu, jelaslah bahwa lembaga perbankan nasional dituntut dan berkewajiban untuk mewujudkan tujuan perbankan nasional yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan sebagaimana telah dikemukakan di atas.