Part IV
Tujuan Teori Hukum
Pengayoman
Tujuan hokum berdasarkan cita
hokum pancasila adalah mewujudkan pengayoman bagi manusia, yakni melindungi
manusia secara pasif dengan mencegah tindakan sewenang-wenang dan secara aktif
dengan menciptakan kondisi kemasyarakatan yang manusiawi yang memungkinkan
proses kemasyarakatan berlangsung secara wajar sehingga secara adil tiap
manusia memperoleh kesempatan yang luas dan sama untuk mengembangkan seluruh
potensi kemanusiaannya secara utuh. Dalam rumusan tadi termasuk juga tujuan
untuk memelihara danadedidikirawan mengembangkan budi pekerti kemanusiaan serta
cita – cita moral rakyat yang luhur berdasarkan ketuhanan yang maha esa
(penjelasan UUD1945). Pelaksanaan pengayoman itu dilaksanakan dengan upaya
mewujudkan:
A. Ketertiban dab keteraturan yang memunculkan
predikbilitas;
B. Kedamaian
yang berkententraman
C. Keadilan
(distributive, komutatif, vindikatif, protektif)
D. Kesejahteraan
dan keadilan social
E. Pembinaan
akhlak luhur berdasarkan ketuhanan yang maha esa
KONSEPSI
NEGARA
Negara adalah masyarakat yang
secara menetap mendiami suatu wilayah tertentu yang mengorganisasikan dirinya
secara politik dalam sebuah badan hokum public sebagai wahana untuk secara
demokratis dalam semangat kebersaamaan berikhtiar mewujudkan kesejahteraan
berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat . pemerintah berkedudukan sebagai
primu inter pares (bukan sebagai pemilik atau penguasa Negara dan rakyat),
sebagai pamong, yangadedidikirawan mengemban tugas pimpinan masyarakat dalam
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, khususnya dalam
berikhtiar untuk untuk mewujudkan tujuan bernegara, dan sebagai demikian
berkewajiban untuk mempertasipasikan rakyat dalam proses pengambilan putusan
rasional dalam mewujudkan masyarakat sejahterayang adil dan makmur. Jadi pemerintah
harus menghadirkan diri dan berfungsi sebagai pusat-pusat koordinasi
pengambilan putusan rasional untuk mewujudkan tujuan bernegara.
Pelaksanaan berbagai tugas pemerintah
harus dilaksanakan berdasarkan, bersaranakan dan tunduk pada aturan hokum positif
dengan mengacu cita hokum cita Negara dann tujuan bernegara secara kontekstual.
KKONSEPSI ILMU HUKUM
Ilmu hokum adalah sebuah
eksemplar normologi yang termasuk kelompok ilmu-ilmu praktis yang dengan
menghimpun memaparkan mensistematisasi menganalisis, mengintepretasidan menilai
hokum positifpada analisis terakhir terarah untuk menwarkan penyelesaian
terhadap masalah hokum dengan bertumpu dan dalam kerangka tatanan hokum yang
berlaku. Masalah hokum berintikan pertanyaan tentang apa hokumnya, apa yang
menjadi hak dan kewajiban orang dalam situasi kemasyarakatan tertentu, dan
berdasarkan itu apa yang seharusnya dilakukan orang,, yang kepatuhannya tidak
diserahkan pada kemauan bebas bersangkutan. Masalah hokum dibedakan dalam
masalah hokum mikro dan masalah hokum makro. Masalah hokum mikro adalah berkenaan
dengan hubungan antar subyek hokum, yang penyelesaiannya dilakukan dengan
penemuan hokum dan penereapan hokum secara kontekstualdengan mengacu tujuan
yang mau dicapai dengan aturan hokum terkait dalam kerangka tujuan hokum pada
umumnya. Masalah hokum makro berkenaan dengan masyarakat sebagai keseluruhan,
yang berintikan ihwal menentukan dan menata pola hubungan antar manusia yang
berkekuatan normative dan secara rasional memungkinkan masing-masing mencaapai
tujuan secara wajar, sehingga disitu pihak penyelenggaraan ketertiban
berkeadilan tetap terjamin, dan dilain pihak mendorong kemajuan masyarakat.
Pertanyaan intinya adalah perangkat aturan hokum apa yang diperlukan
masyarakat. Penyelesaian terhadap masalah hokum makro iniadedidikirawan
dilakukan dengan pembentukan hukuum secara kontekstual dengan mengantisipasi
perkembangan di masa depan dalam kerangka tujuan hokum pada umumnya dengan
mengacu cita hokum, yang produknya berupa aturan hokum yang secara obyektif
berlaku umum (perundaang-undangan).
Ilmu hokum bertujuan untuk
menawarkan penyelesaian yuridis terhadap masalah hokum yang ditimbulkan oleh
dan dalam situasi kemasyarakatan tertentu. Ketetapan penyeleasian yang
ditawarkan itu akan tergantung pada ketepatan perumusan masalah hukumnya ke
dalam pertanyaan-pertanyaan yuridis yang diajukan. Ketepatan perumusan masalah
hokum itu ditentukan oleh ketepatan persepsi atau pemahaman terhadaap situasi
yang memunculkan masalah hokum tersebut. Untuk memperoleh pemahaman setepat
mungkin tentang situasi yang dihadapi, maka situasi tersebut harus dianalisis
ke dalam fakta-fakta relevan yang yuridis relevan dengan memisahkannya dari
yang tidak relevan dilakukan berdasarkan kaidah hokum yangadedidikirawan harus
ditemukan dengan menggunakan metode interpretasi atau konstruksi hokum terhadap
aturan hokum atau sejumlah aturan hokum yang relevan terhadap situasi kenyataan
faktualyang dihadapi. Sebaliknyya memilih aturan hokum dan mendistilasi kaidah
hukumm yang relevan harus atau hanya dapat dibenarkan jika dilakukan dari sudut
situasi kenyataan factual yang dihadapi. Jadi dalam proses berpikir untuk
merumuskan penyelesaian yuridis yang akan ditwarkan itu, berlangsung proses
lingkaran hermeneutical.
Pengembanan ilmu hokum selalu
melibatkan dua aspek, yaknii kaidah hokum dan fakta (kenyataan masyarakat),
artinya aspek normative preskriptif untuk menemukan kaidah hukumnya yang
menetapkan apa yang seharusnya terjadi, dan aspek empiris deskriftip untuk
menetapkan fakta-fakta yang relevan dari kenyataan kemasyarakatan. Dalam proses
pengembanannya kedua aspek itu berinteraksi atau harus diinteraksikan. Putusan
yang diambil untuk ditawarkan sebagai penyelesaian bagiadedidikirawan masalah
hokum yang dihadapi itu dimaksudkan
sebagai penyelesaian definitive untuk masalah tersebut yang harus
dipertanggungjawabkan secara rasional dalam arti harus tetap mampu
mempertahankan ketertiban berkeadilan dengan mempertimbangkan juga kemungkinan
dampak kemasyarakatannya. Karena itu putusan yang dihasilkan harus dapat
ditempatkan dalam tatanan hokum yang berlaku dank e dalam tatanan
kemasyarakatan yang di dalamnya tatanan hokum itu merupakan salah satu
subsistemnya. Yang disebut terakhir ini adalah sistemasi eksternal material
hokum yang menjadi point of entery bagi pendekatan deskriftip nomologis dan
masukan dari ilmu-ilmu manusia lainnya khususnya ekonomi, sosiologi,
antropologi, politik dan sejarah), etika dan pendekatan antisipatif futurlogi.
Sehubungan dengan itu, dipandang dari sudut ilmu hokum sebagai disiplin ilmu
mandiri, maka produk ilmu ekonomi, sosiologi hokum, antropologi hokum, sejarah
hokum, etika dan futurology merupakan ingredients yang harus diolah menjadi pengembanan
ilmu hokum untuk memproduk proposisi yuridis (hipotesis) dan teori hokum.
Dengan melaksanakan fungsi sistematisasi eksternal maka pengembanan ilmu hokum
itu sudah dijalankan dengan mengacu strategi ilmu social yang memungkinkan ilmu
hokum itu menjadi hidup dan relevan terhadap dinamika kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. Namun pengolahan akhir berbagai masukan ini tetap hanya dapat
dilakukan dengan menggunakan metode normative yang mengacu nilai danadedidikirawan
kaidah. Bagaimanapun ilmu hokum dalam pengembanannya selalu harus mengacu dan
berintikan rasionalitas nilai dan rasionalitas kaidah tanpa mengabaikan
rasionalitas efisiensi dan rasionalitas kewajaran. Dapat dikatakan bahwa
sesungguhnya di dalam pengembannnya, ilmu hokum itu sekaligus mengakomodasikan
ke dalam dirinya sejarah hokum sosiologi hokum, antropologi hokum, psikologi
hokum, dan teori tentang keadilan.
Metode ilmu hokum pada dasarnya
adalah metode penilitian hokum normative, khususnya metode interpretasi daan
konstruksi hokum, namun dalam pengembannya, sehubungan dengan tujuannya sendiri
secara dialektis (akan harus mampu)mengakomodasi produk danadedidikirawan cara
kerja metode penelitian ilmu ilmu social yang bersifat deskriptif empris.
Dengan demikian dalam pengembanan ilmu hokum itu, terbawa oleh karakternya
sebagai ilmu praktis normologis, sesungguhnya secaara metodologis merupakan
dialektika normologis dan nomologis.
Berdasarkan dua maslah pokok yang
menjadi aufgabe, ilmu hokum dapat dipandang terdiri atas dua bagian besar
bagian pertama adalah bidang studi yang mempelajari penyelesaian hokum mikro
dengan mempelajari system hokum yang berlaku, yang dapat disebut teori penemuan
hokum. Bagian kedua mempelajari penyelesaian terhadap masalah hokum makro yang
dapat disebut teori pembentukan hokum atau teori perundang-undangan. Dalam
berkiprahnya baik teori penemuan hokum maupun teori pembentukan hokum
berintikan caraadedidikirawan berpikir tertentu yang disebut argumentasi
yuridis. Dengan demikian secara pradigmatik, ilmu hokum terdiri atas teori
argumentasi yuridis, teori penemuan hokum, dan teori perundang-undangan. Teori
penemuan hokum berintikan teori sumber hokum, teori interpretasi dan konstruksi
hokum, serta teori klasifikasi kaidah hokum. Teori perundang-undangan terdiri
atas proses perundang-undangan , metode perundang-undangan, dan teknik
perundang-undangan.
Ilmu hokum dalam pengembanannya
harus selalu mengacu nilai. Sebab hokum yang menjadi obyek studi ilmu hokum
adalah hasil karya cipta manusia dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia
pada kehidupan yang tertib berkeadilan.
Tiap kaidah hokum positif adalah produk penilaian manusiaa terhadap perilaku
yang mengacu pada ketertiban berkeadilan tersebut, dank arena ituadedidikirawan
berakar pada nilai-nilai. Hokum dan berbagai kaidahnya adalah produk dan bagian
dari kehidupan kejiwaan manusia. Dan sebagia demikian aspek kebudayaanadedidikirawan
sebagai produk proses membudaya. Ini berarti bahwa tata- hokum itu bermuatan
system-nilai. Karena itu, pemahaman secara ilmiah terhadap hokum dan
penggunaannya dalam kehiduupan nyata hanya mungkin bermakna jika dilakukan
dengan mengacu pada nilai dengan presfektif titik berdiri internal terbatas.
Artinya ilmu hokum itu tidak bebas nilai.
Karena obyek telaahnya adalah
realitas sarat nilai, dan ilmu hokum itu sendiri tidak bebas nilai, maka
pengembanan ilmu hokum juga mengemban fungsi kritis terhadap obyek telaahnya.
Dilaksankannya fungsi kritis ini dengan mengacu cita hokum sebagai norma
kritisnya, akan mendorong penerapan dan pengembanan ilmu hokum yang lebih
sesuai dengan tujuannya dalam konteks kenyataan kemasyarakatan dan dengan ituadedidikirawan
mendorong dilaksanakannya praksis dan politik hokum yang lebih adekuat terhadap
tujuan hokum dalam kerangka Negara dan tujuan bernegara pada umumnya. Karena
itu juga pengembanan ilmu hokum berdampak atau menyandang sifat mengkaidahi dan
dengan demikian secara langsung terlibat pada proses pembentukan hokum dan
penemuan hokum.
Berdasarkan uraian terdahulu
secara umum dapat dikatakan ilmu hokum bertujuan untuk :
A. Memaparkan
secara sistematisasi material hokum (perundang-undangan, yurisprudensi, hokum
tidak tertulis, doktrin)
B. Menunjukan
apa hukumnya tentang ikhwal tertentu dengan mengacu aturanadedidikirawan hokum
relevan
C. Memberikan
penjelasan historis tentang situasi tatanan hokum yang berlaku
D. Memberikan
kritik terhadap tatanan hokum aturan hokum positif atau putusan hokum
berdasarkan doktrin kebijakan dan politik hokum yang sudah disepakati dengan
mengacu cita hokum, cita Negara, dan tujuan bernegara.
E. Mengeliminasi
kontradiksi yang tampak tampil dalam tata hokum;
F. Merekkomendasi
interpretasi terhadap aturan hokum jika aturan hokum itu kabur atau tidak
memberikan kepastian
G. Mengusulkan
amandemen terhadap perundang-undangan yang ada adedidikirawanatau pembentukan
undang-undang baru.