DMCA.com Protection Status Selamat Datang Di Catatan dan Tugas kuliah S1/S2 Fak.Hukum: PAJAK PBB PPNbm

Selasa, 13 Desember 2011

PAJAK PBB PPNbm

BAB I
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA
1.      Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas :
a.       Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b.      .Impor Barang Kena Pajak;
c.       Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d.      Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah . Pabean;
e.Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f.Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pelaporan Usaha Untuk di Kukuhkan Sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha yang melakukan :
·        Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean; atau
·        Melakukan ekspor Barang Kena Pajak,
·         Pengusaha Kecil yang memilih dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.
Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP dan atau ekspor BKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, tidak termasuk Pengusaha Kecil, yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Pengusaha Kecil
Pengusaha Kecil dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Undang-undang PPN berlaku sepenuhnya bagi Pengusaha Keciltersebut.Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (Enam ratus juta rupiah).

Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tidak dikenakan PPN, yaitu:
A.     Jenis Barang Yang Tidak Dikenakan PPN
1.      Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi:
a.       Minyak mentah;
b.      Gas bumi;
c.       Panas bumi;
d.      .Pasir dan kerikil;
e.       Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; dan
f.         Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.
g.       .Barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil langsung dari sumbernya.
2.      Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu :
a.       Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras ketan hitam atau beras ketan putih dalam bentuk:
- Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih;
- Digiling;
- Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun tidak;
- Beras pecah;
- Menir (groats) dari beras.
b.      Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kuning kemerahan atau popcorn (jagung brondong), dalam bentuk:
- Jagung yang telah dikupas maupun belum/ jagung tongkol dan biji jagung/jagung pipilan;
- Munir (groats) / beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk butiran.
c.       .Sagu, dalam bentuk :
- Empulur sagu;
- Tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu.
d.      Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau,kedelai kuning atau kedelai hitam dalam bentuk pecah atau utuh;
e.       .garam baik yang beryodium maupun tidak berjodium termasuk:
- Garam meja;
- Garam dalam bentuk curah atau kemasan
3.      Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak; tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa boga.
4.       Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
B. Jenis Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN
1.      Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi:
a.       Jasa dokter umum, jasa dokter spesialis, jasa dokter gigi;
b.      Jasa dokter hewan;
c.       Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gizi,fisioterapi, ahli gigi;
d.      Jasa kebidanan, dan dukun bayi;
e.        Jasa paramedis, dan perawat; dan
f.         Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium.
2.      Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:
a.        Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
b.      Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial;
c.        Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
d.      Jasa lembaga rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial;
e.        Jasa pemakaman termasuk krematorium;
f.        Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial.
g.        Jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat komersial.
3.      Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia (Persero);
4.       Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi, meliputi :
a.       Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan surat kontrak (perjanjian), serta anjak piutang.
b.      Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi; dan
c.       Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi.
Pengkreditan Pajak Masukan
a.       . Bagi PKP yang menyewakan ruangan dapat mengkreditkan PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas perolehan barang dan jasa untuk pengoperasian gedung atau ruangan yang disewakan.
b.      Bagi Pihak yang menyewa ruangan:
1)      Apabila penyewa adalah PKP, maka PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas ruangan yang disewa merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sepanjang Faktur Pajaknya berupa Faktur Pajak Standar.
2)      Apabila ruangan yang disewa mempunyai fungsi ganda misalnya digunakan untuk tempat usaha dan tempat tinggal, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan bagian ruangan yang digunakan untuk tempat usaha. Misalnya bangunan yang disewa terdiri dari tiga lantai, lantai satu digunakan untuk pertokoan, selebihnya digunakan untuk tempat tinggal. PPN (Pajak Masukan) yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan luas ruangan (bangunan) yang digunakan untuk tempat usaha yaitu sepertiga dari jumlah PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas ruangan (bangunan) yang disewa tersebut.
Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Tarif PPN & PPnBM
1.      Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
2.      Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen)
3.      Tarif PPN dan PPnBM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).
Dasar Penggenaan Pajak (DPP)
Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
1.            Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2.            . Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UndangUndang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3.             Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN.
4.             Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
5.             Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:
a.         Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
b.       Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
c.        Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata;
d.       Penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
e.        Persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar yang wajar;
f.        Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan atau yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapatdikreditkan, adalah harga pasar wajar;
g.        Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari Harga Jual.
h.        Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
i.          Jasa pengiriman paket adalah adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
j.        Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon;
k.       Penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
l.          Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang.



BAB II
PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH
Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang PPN, Pajak Penjualan Barang Mewah dikenakan terhadap:
1.      penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di dalam daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2.      impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah. PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun pihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP mewah dilunasi oleh importir bersamaan dengan pembayaran PPN impor dan PPh Pasal 22 Impor.
Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM
1.      perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan konsumen yang berpenghasilan rendah.
2.      perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
3.       perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional.
4.       perlu untuk mengamankan penerimaan Negara.
Pengertian BKP Mewah
1.            bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
2.             barang tersebut di konsumsi oleh masyarakat tertentu
3.             pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
4.            barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
5.             apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.
 Tarif, Kelompok dan Jenis BKP Mewah Berdasarkan Pasal 8  ditentukan:
1.            Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% dan paling tinggi 75%
2.             Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tariff 0%
3.             Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
4.            Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
Peraturan Pemerintah yang mengatur pengelompokkan BKP yang tergolong mewah ini adalah PP Nomor 145 Tahun 2000 yang kemudian mengalami beberapa perubahan dengan PP Nomor 60 Tahun 2001, PP Nomor 7 Tahun 2002, PP Nomor 6 Tahun 2003, PP Nomor 43 Tahun 2003, PP Nomor 55 Tahun 2004, PP Nomor 41 Tahun 2005, dan PP Nomor 12 Tahun 2006.
Adapun Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur jenis barang yang dikenakan PPnBM adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 570 /KMK.04/2000, 381/KMK.03/2001, 141/KMK.03/2002, 39/KMK.03/2003 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004.
BAB III
BEA MATERAI
A. Pengertian

Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek Bea Meterai harus sudah dibubuhi benda meterai atau pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain sebelum dokumen itu digunakan

B.Dasar Hukum
1.      Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
2.      Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai.
3.      Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005
C.Istilah – Istilah
·              Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak lain yang berkepentingan.
·              Benda Meterai adalah Meterai tempel dan Kertas Meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
·              Tanda tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan.
·              Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.
·              Pejabat pos adalah pejabat PT Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian.
D. Objek Biaya Materai
Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan di muka pengadilan, antara lain :
  1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
  2. Akta-akta notaris termasuk salinannya.
  3. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya
  4. Surat yang memuat jumlah uang yaitu:
    • yang menyebutkan penerimaan uang;
    • yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank;
    • yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
    • yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan.
  5. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.
  6. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai juga terhadap dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dan maksud semula.
E. Tidak Dikenakan Bea Materai
Secara umum dokumen yang tidak dikenakan bea meterai adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi intern perusahaan, berkaitan dengan pembayaran pajak dan dokumen Negara.Dokumen yang tidak termasuk objek Bea Meterai adalah:
  1. Dokumen yang berupa:
·  surat penyimpanan barang;
·  surat angkutan penumpang dan barang;
·  keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen surat penyimpanan barang, ,dan surat angkutan penumpang dan barang;
·  bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
·  surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
·  surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas.
  1. Segala bentuk ijazah
  2. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
  3. Tanda bukti penerimaan uang negara dan kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
  4. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu ke kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
  5. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.
  6. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebu
  7. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.
  8. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dan Efek, dengan nama dan bentuk apapun.

BAB IV
PAJAK BUMI BANGUNAN
I. Pengertian
            Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.
            PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

II.  Objek PBB
     Objek PBB adalah "Bumi dan/atau Bangunan":
     Bumi       : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
                       Contoh :  sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang, dll.
     Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia.
                       Contoh :  rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll

III. Objek PBB Yang Dikecualikan
     Objek yang dikecualikan adalah objek yang :
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum  dibidang ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.
2.   Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala.
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan lain-lain.
4. Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan azas timbal balik dan  Organisasi Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

IV. Subjek Pajak dan Wajib Pajak
     Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata :
     - mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
     - memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
     - memiliki, menguasai atas bangunan, dan atau;
     - memperoleh manfaat atas bangunan.
     Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

V. Cara Mendaftarkan Objek PBB
       Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi  letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

VI. Dasar Pengenaan  PBB
       Dasar pengenaan PBB adalah "Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)". NJOP ditentukan per wilayah berdasarkan keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dengan terlebih dahulu memperhatikan :
a.   harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
b.   perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan telah diketahui harga jualnya;
c.   nilai perolehan baru;
d.   penentuan nilai jual objek pengganti.

VII. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
       NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak.
b.     Apabila wajib pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar