DMCA.com Protection Status Selamat Datang Di Catatan dan Tugas kuliah S1/S2 Fak.Hukum: 10/03/17

Selasa, 03 Oktober 2017

HUKUM PIDANA Part. 3: HUBUNGAN SUBJEK HUKUM DENGAN AJARAN PERCOBAAN PENYERTAAN DAN PERBARENGAN,SIFAT MELAWAN HUKUM, UNIFIKASI KUHP, DELIK ADUAN



HUBUNGAN SUBJEK HUKUM DENGAN AJARAN PERCOBAAN PENYERTAAN DAN PERBARENGAN.
Percobaan
Pada umumnya suatau tindak pidana diselsaikan secara tuntas oleh si subjek tidak timbul permasalahan dan dinyatakan sebagai tindak pidana atau kejahatan. Namun sering terjadi dimana subjek tidak dapattuntas menyelesaikan tindak pidana yang diinginkan. Masalah ini menyangkut cttnkulhkmadedidikirawanajaran percobaan atau poging atau attempt . ini diatur dalam Psl 53 KUHP dengan unsure-unsurnya :
1.       Ada niat
2.       Harus ada permulaan pelaksanaan
3.       Pelaksanan tidak tuntas dikarenakan hal-hal diluar kemampuan si subjek
Ketiga unsure tersebut merupakan syarat untuk dipidanannya pelaku percobaan. Mengenai unsure pertama yaitu niat, moeljatno mengatakan niat dalam psl 53 KUHP belum dapat dikatakan kesengejaan sebelum niat itu ditindak lanjuti. Yang dimaksud dengan hal-hal diluar kemampuan si pelaku(unsure ke 3) missal; saat ia melakukan perbuatan sudah terlanjur tertangkap basah atau diteriaki orang. Maka di dalam dakwaan tergantung cttnkulhkmadedidikirawantindak pidana nya missal: percobaan pencurian Psl 53 Jo.362 KUHP. Percobaan pembunuhan Psl 53 Jo.338 KUHP. Maka untuk pelaku percobaan menurut psl 53 KUHP pidannya dikurangi 1/3 namun sering juga terjadi orang mempunyai niat , niat itu sudah tindak lanjuti pada saat mau melaksanakan timbul niat dalam pikirannya untuk tidak melanjutkan mengurungkan niatnya, maka disini merupakan percobaan cttnkulhkmadedidikirawanyang tidak dipidana. Kesimpulannya tidak terselsaikan tindak pidana ada kalanya pengaruh dari luar dan dalam diri orang itu sendiri.
Dalam Buku II KUHP ada bentuk percobaan yang oleh pembentuk UU dinyatakan sebagai delik berdiri sendiri delictum suigeneris misalnya delik-delik maker (pasal 104 KUHP). Hakikatnya adalah percobaan namun dinyatakan berdirisendiri dikarenakan ancaman pidana dikurangi 1/3 nya. Kemudian psl 54 KUHP percobaan terhadap pelanggaran tindak pidana (dlm KUHP pidana maka percobaan hanya untuk kejahatan tidak untuk pelanggaran). Ketentuan ini dikecualikan oelh delik-delik diluar KUHP cttnkulhkmadedidikirawanmisalnya delik ekonomi dimana percobaan terhadap pelnggaran justru dipidana (UU No.7 drt/1955, percobaan terhadap tindak pidana ekonomi justru dipidana dan pidananya justru disamakan dengan pelaku). Jadi pasal 53 dan 54 KUHP disimpangi oleh UU ini dan ini dibenarkan oleh psl 103 KUHP: adanya ketentuan yang umum menyimpangi yang khusus.
Penyertaan
Kemudian seperti kita ketaui bahwa suatu tindak pidana cukup diselsaikan oleh satu orang disebut pelaku dari tindak pidana namun sering terjadi dimana tindak pidaana tidak cukup dilakukan oleh satu orang melainkan melibatkan beberapa orang ini menyangkut ajaran penyertaan atau deelneming/complicity. Inicttnkulhkmadedidikirawan diatur dalam psl 55 dan 56 KUHP memuat bentuk-bentuk penyertaan yaitu bentuk-bentuk penyertaan yang dikenal dalam psl 55 KUHP tersebut ada 4 bentuk:
1.       Mereka yang melakukan atau pelger
2.       Mereka yang menyruh atau doen pleger
3.       Mereka yang turut serta melakukan atau mendepleger
4.       Mereka yang sengaja menganjurkan atau cttnkulhkmadedidikirawanmembujuk atau uitlokker
Ini pidananya disamkan dengan alas an sama jahatnya sedangkan psl 56 KUHP mengatur bentuk yang ke 5 yaitu mereka yang membantu atau medeplichtige. Pidannya tidak disamakan dengan mereka dalam psl 55 KUHP tegasnya pidana untuk pembantu dengan melihat psl 57 ada yang dikurangi 1/3 ada juga yang ditentukan 15 tahun. Yang sering terjadi dalam praktik missalcttnkulhkmadedidikirawan menyangkut bentuk ke 3 harus dipenuhi syarat-syaratnya menurut langemeijer yang dianut sampai saat ini dan dianggap yurisprudensi:
1.       tidak semua orang yang terlihat harus melakukan perbuatan pelaksanaan cukup satu orang saja asal peserta yang lain menginsyafi bahwa perorangan cukup untuk menjunjung terselsaikannya delik bersangkutan
2.       harus ada kerjasama yang erat diantara mereka meliputi:
a.       kerjasama kesadaran beuriste samenwerking yaitu sebelum mereka berbuat terlebih dahulu diuantara mereka sudah melakukan permufakatan perundingan untuk mengatur taktik dan starategi.
b.      Kerjasama fisik physieke samen wwerking ini muncul saat mereka berbuat maupuncttnkulhkmadedidikirawan setelah mereka berbuat.
Misalnya : penyertaan pencurian psl 55 Jo.362 KUHP, Penyertaan penganiayaan psl 55 Jo.351 KUHP. Perangai pembantu tanpa syarat sering terjadi dalam praktik yaitu ke 4 syaratnya:
1.       Ada orang yang sengaja menganjurkan danada orang yang mau dibujuk
2.       Cara melakukan penganjuran harus dengan insentif atau daya upaya diatur dalam psl 55 ayat 1 dan 2
3.       Orang yang dinjurkan harus mau melakukannya cttnkulhkmadedidikirawankalau tak ada yang disebut penganjuran yang gagal mislukte nitlokking psl 163 bis (1).
Contoh:
Perbarengan
Adakalanya pada subjek hokum tak cukup hanya melakukan satu kejahatan saja me;llainkan banyak kejahatan adakalanya dengan satu perbuatan ada pula yang beberapa perbuatan yang    tempat waktu berbeda dengan kata lain seseorang melakuakn kejahatan dengan satu perbuatan dengan beberapa perbuatan disebut perbarengan atau samenloop/concursus.  Psl 63,64,66 dan 71 KUHP. Apabila beberapa tindak pidana yang dilanggar hanya dengan satu perbuatan maka itu cttnkulhkmadedidikirawandinamakan concursus idealis atau eedaadre samenloop (satu perbuatan dalam tempat dan waktu yang sama menimbulkan beberapa tindak pidana), contoh klasik: dengan satu tembakan mengakibatkan orang yang duduk dibelakang kaca mati maka perbuatan pidananya,
1.       Merusak kaca psl 402 KUHP
2.       Pembunuhan psl 338 KUHP
Maka hakim hanya mengambil satu ancaman pidana yang paling berat saja, ini namanya stelsel pemidanaan hisapan murni. Dalam praktik sering terjadi seorang perampok menembak si korban menembus 3 orang langsung A, B, C ini namanya concorsus idealis homogentus, perbedaan dengan idealis biasa adalah cttnkulhkmadedidikirawanakibatnya yang tidak sama. Kemudian yang sering dipakai dimana seseorang melakukan beberapa perbuatan yang sifatnya berdiri sendiri kita tahu berdiri sendiri dilihat dari waktu tempat berbeda beberpa tindak pidana dilakukan dalam waktu dan tempat berbeda (concorsus realis). Maka menurut psl 65 KUHP hakim hanya akan mengambil satu kejahatan saja ditambah 1/3 dari hukuman maksimalnya stelsel hisapan dipertajam. Contoh: 1 september A mencopet diterminal (psl 362), 5 september memperkosa cttnkulhkmadedidikirawandi station (psl 285), 7 september membunuh dipasar (Psl 338). Maka hakim mengambil ancaman maksimal pidana terhadap pelanggaran psl 338 + 1/3 dari hukuman maksimal psl 338, ajaran concorsus ini meringankan. Aturan permainan dalam consorsus realis, beberapa kejahatan harus dituntut sekaligus dalam waktu bersmaan. Namun dalam prakteknya aturaan main tersebut sangatlah sulit, untuk mengatasi kendala tersebut maka dimungkinkan pengajuan perkara secra bertahap, pegangan hakim dalam cttnkulhkmadedidikirawanmenghadapi pengajuan perkara secra berthapia harus berpegang pada psl 71 KUHP. Agar tidak terjadi perkosaan terhadap hak asasi terdakwa yang menyangkut keadilannya maka kewajiban jaksa apabila mengajukan perkara tidak sekaligus maka jaksa wajib memberoikan catatan dalam berkas tentang tidak dapat diajukannya sekaligus dari sekian kejhatan dilakukan.
SSIFAT MELAWAAN HUKUM
Sifat melawan hokum (penilaian objektif mengenai pebutan). Dikatakan melawan hokum apabila orang tersebut melanggar UU yang ditetapkan oleh hokum. Tidak semua tindak pidana merupakan perbuatan melawan hokum karena ada alas an pembenar, berdasarkan psl 50,51 KUHP. Contoh: Psl 51 qyqt 2 bil dihubungkan dngan psl 338 tentang pembunuhan maka apabila seorang petugas menembak seorang penjahat dlam rangka tugascttnkulhkmadedidikirawan Negara maka petugas tersebut tidak dikenai pidana. Sifat melawan hokum meliputi:
1.       Formil: harus diatur oleh UU (simons,dll).
2.       Materiil: tidak selaluharus diatur UU tetapi juga dengan perasaan keadilan masyarakat (Von Liszt, Zu Dohna, Mayer, Zevenbergen, Van Hattum, dll).
Perbuatan melawan hokum dapat dibedakan:
1.       Fungsi negative, mengakui kemungkinan adanya hal-hal di luar UU dapat menghapus sifat melawan hokum suatu perbuatan yang memnuhi rumusan UU sebagai alas an penghapus sifat melaawan hokum.
2.       Fungsi poitif, mengakui bahwa suatu perbuatan itu tetap merupakan tindak pidana meskipun tidak dinyatakan diancam pidana dalam UU. Apabilacttnkulhkmadedidikirawan bertentagan dengan hokum atau aturan-aturan yang ada di luar UU.
Sifat melawan hokum untuk yang tercantum dalam UU secara tegas harus dibuktikan. Jika unsure sifat melawaan hokum dianggap memiliki fungsi positif untuk suatu delik maka hal itu harus dibuktikan. Jika unsure sifat melawan hokum dianggap memiliki fungsi negative maka hal itu tidak perlu cttnkulhkmadedidikirawandibuktikan.
UNIFIKASI KUHP
Unifikasi 1918 berlaku bagi Indonesia dan Beelandda sebagai unifikasi pertama. Berdasarkan UU No.1 tahun 1946 psl 1 taanggal 8 maret 1942 diberi nama WvSNI/wetboek van strafrecht nedherland indische. Kemudian berdasarkan psl VI WvSNI ini deberi nama WvS/wetboek van strafrecht dan diterjemaahkan kedalaam cttnkulhkmadedidikirawanbahasa Indonesia sebagai KUHP. Berdasarkan UU No.73 /1958 (UU unifikasi pidana). Psl 1 merupakan unifikasi KUHP ke 2 deengan unifikasi ini maka terjadi dualism hokum pidana yaitu
1.       KUHP tyang berlaku bagi RI yang beribukota di Yogyakarta dan
2.       KUHP yang berlaku bagi RIS yang beribukota di Batavia.
Unifikasi ke 2 ini berlaku untuk jawa dan Madura, selanjutnya untuk daerah lain ditetapkan oleh pemerintah melalui PP contohnya untuk sumateera dengan PP 8 tahun 1946. Psl V UU No.1/1946 yang berbunyi peraturan hokum pidana yang seluruhnya atau sebagian sekarang tidak dapat dijalankan atau bertentangan dengan kedudukan RI sebagai Negaracttnkulhkmadedidikirawan merdeka atau tidak mempunyai arti lagi, harus dianggap seleuruhnya atau sebagian sementara tidk berlaku. Memiliki fungsi batu penguji (toetsteen). Psl V ini memuat pandangan:
1.       Restriktif /pandangan sempit Prof. Soedarto : pandangan ini berpendapat bahwa psl V hanya bias digunakan untuk ketentuan-ketentuan hokum pidana diluar KUHP saja karena perbuatan-perbuatannya sudah diatur seddemikian rupa (lihat psl VIII UU No. 1/1946 berbunyi “semua perubahan sudah dilakukan dalam buku ini”.
2.       Ekstensif / pandngan luas Prof. Moeljatno, pandangan ini berpendapat bahwa pasal V ini dapat diterpkan baik daalam KUHP maupun diluar KUHP berhubung KUHP cttnkulhkmadedidikirawanyang berlaku ini masih merpukan produk colonial .
Eksitensi psl V ini mempunyai arti bagi hokum bukan hanya menghapuskan sifat ancaman pidananya melainkan juga menghapuskan perbuatan pidananya (defenalisasi dan dekriminalisasi). Fungsi batu penguji memuat criteria:
1.       Seeluruh/sebagian
2.       Bertentangan
3.       Tak mempunyai arti lagi
Ketiga criteria ini meempunyai akibat hokum:
1.       Defenalisasi, dulu merupakan tindak pidana sekarang sudah bukan merupakan tindak pidana lagi dimana sanksi pidananyacttnkulhkmadedidikirawan dicabut tapi UU nya belum dicabut contoh psl 283 KUHP mengenai alat kontrasepsi.
2.       Dekriminalisasi, dulu merupakanm tindak pidana namun karena perkembangan masyarakat maka tindak pidana tersebut tidak lagi merupakan tindak pidana dan UUnya di cabut contoh Psl 523 KUHP tentang pekerjaan cttnkulhkmadedidikirawanrodi.
Konsep KUHP 1997-1998
Kkonsep ini berorientasi pada perbuatan daad – pelaku dader – hokum pidana strafrecht. Psl 1 KUHP mengandung asas legalitas : ayat 1 “tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundanng-undangan yang telah ada sebelum cttnkulhkmadedidikirawanperbuatan itu dilakukan”. Psl 1 ayat 1 KUHP inimengandung konsekuensi :
1.       Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana atau dikenakan tindakan kecuali:
a.       Perbuatan yang dilakukan merupakan tindak pidana menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan tersebut dilakukan.
b.      Perbuatan yang tidak dilakukan merupakan tindak pidana menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku pada sat tidak dilakukan perbuatan cttnkulhkmadedidikirawantersebut.
2.       Dalam menetapkan adanya tindak pidana dilarang menggunakan analogi.
3.       Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak mengurangi berlakunya  hokum yang hidup yang menentukan bahwa cttnkulhkmadedidikirawanmenurut adat setempat seorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peratuaran perUUan.
Kkonseop ini memperluas daya berlakunya asas legalitas / materiil asas legalitas sekarang tidak berlaku mutlak. Asas legalitas mempunyai 3 arti:
1.       Menjamin kepastian hokum
2.       Larangan menggunakan analogi
3.       Tidak berlaku surut
Tindak pidana merupakan perbutan melakukan ayau tidak melakukan perbuatan yang oleh peraturan perUUan dinyatakan sebagai perbutan yang dilarang dan diancam cttnkulhkmadedidikirawandengan pidana.
Ajaran causilatet (Hubungan sebab – akibat).
Ajaran ini penting untuk menentukan sebab akibat terjadinya tindak pidana. Ajaran ini penting dalam delik ,materiil dellik yang dikualifikasikan oleh akibatnya seperti pada : psl 187, 188, 194 (2), 195 (2), 333 (2), 351 (2) KUHP; terjadinya akibat sebagai esentialia. Ajaran ini melahirkan teori condition sine quanon (ekavalensi); tiap syarat baik positif sebab-sebab yang dekat/dominan ataupun negative cttnkulhkmadedidikirawan (sebab-sebab jauh/kecil). Mempunyai nilai sama sebagai sebab. Teori ini dibagi 2 teori :
1.       Teori individualisasi (post pactum), tokohnya brikmayer. Teori ini melihat post pactum (setelah peristiwa-peristiwa itu terjadi) dari serangkaian peristiwa itu dipilih persoalan yang penting dan yang paling menentukan dari peristiwa tersebut sedang factor-faktor lainnya hanya merupakan syarat belaka. Penentuan mana yang paling penting dan menentukan ini dalam praktiknya sangat sulit.
2.       Teori generalisasi ante pactum. Teori ini menyebutkan bahwa dari serangkaian syarat itu ada perbuatan manusia yang pada umumnya dapat menimbulkan akibat semacam itu artinya menurut pengalamancttnkulhkmadedidikirawan hidup biasa perhitungan hidup yang layak orang yang tidak hati-hati akan menimbulkan akibat pelanggaran hokum. Teori ini melihat sebelum peristiwa itu terjadi dalam menentukan sebab-sebab diluar akibat sehingga dapat dikatakan teori lebih objektif dan teori inilah yang dipakai dalam praktek.
Untuk menentukan sebab-sebab yang pada umumnya dapat diterima ada beberapa pendirian:
1.       Penentuan secara subjektif menurut Vonkreis:  disini yang dianggap sebab ialah apa yang oleh pembuat dapat diperkirakan bahwa apa yang dilakukannya itu dapat menimbulkan akibat semacam itu.
2.       Penentuan objektif menurut Rumelin: dasar penentuannya ditentukan secara objektif kemudian diketahui atau pada umumnya layak dipertanggungjwabkan bahwa sebab tersebut memang sebagai akibatnya. Teori generalisasi dengan cttnkulhkmadedidikirawanpenentuan objektif ini disebut teori adekuat.
Ajaran causaliteit:
1.       Teori Von Kriess: mengandung menyangkut kesalahan; perbuatan kausaliteit tidak murni sedangkan yang murninya adalah teori Von Buri.
2.       Teori Rumellin: mengandung atau menyangkut pertanggungjawabancttnkulhkmadedidikirawan.
Dalam delik formil tidak diajarkan ajaran causaliteit. Ajaran causaliteit ini tidak mempunyai peranan penting terhadap delik formil karena didalam delik formil yang dilarang dan diancam hanyalah serangkaian perbuatan tanpa mempersoalkan akibat dari perbuatan tersebut. Sebaliknya dalam delik materiil akibat terjadinya kejahatan justru merupakan bagian esensial dari delik tersebut, sehingga dipersoalkan sebab-sebab terjadinya akibat tersebut. Oleh karena itu delik materiil mempunyai relavansicttnkulhkmadedidikirawan dengan ajaran causaliteit yang khsusu mempersoalkan atau menentukan sebab-sebab timbulnya kejahatan.
HUKUM PIDANA ADAT
Dalam peristilahannya dikenal:
1.       Hokum adat pidana dimana norma-norma nya merupakan norma adatsedangkan sanksinya merupakan sanksi pidana.
2.       Hokum pidna adat
Hokum Pidana Adat
Dasar berlakunya adalah UU No.1 drt/1951 psl 5 ayat 3 sub b yang mana UU ini memuat syarat unsure :
1.       Perbuatan ini bertentangan dengan hokum tidak tertulis yang dianggap oleh masyarakat sebagai perbuatan pidana
2.       Tidak ada bandingannya atau padanannya dengan KUHP
3.        Berlaku untuk daerah dan orang-orang tertentu.
Eksistensi dari hokum pidana adat ini pada saat ini tidak berlaku secara universal namun dalam konsep dianggap sebagai perbuatan yang mempunyai fungsi positif artinya perbuatan-perbuatan yang tidak ada persamaannya dalam KUHP/RUU KUHP dianggaop sebagai tindak pidana. Jadi kesimpulannya bahwa hokum pidana adat ini berlaku apabilacttnkulhkmadedidikirawan tidak ada bandingannya dalam KUHP.
DELIK ADUAN
Dibagi atas delik aduan absolute dan delik aduan relative. Urauiian:
1.       Delik aduan absolute. Suatu delik yang baru ada penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan dan yang diadukan hanyalah perbuatannya saja meskipun demikian apabila yang bersangkutan dalam perkara tersebut lebih dari pada satu orang dan yang diadukan hanya orang tertentu bukan berarti orang lain lepas darituntutancttnkulhkmadedidikirawan hokum, karena itu delik aduan absolute ini mempunyai akibat hokum dalam masalah penuntutan tiddak boleh dipisah-pisahkan atau onsplitsbaar. Contoh : A dan B adalah sepasang suami istri. B selingkuh dengan C dan D maka yang diadukan oleh A adalah B dan yang terlibat C dan D. yang diadukan adalah perbuatannya. Akibat hukumnya onsplitsbaar tak dapat dipisah-pisahkan karena yang diadukan perbuatannya maka orang tersangkut harus diadukan pula. Psl 284, 293, 294, 310, 320, kecuali ps 316 KUHP.
2.       Delik aduan relative> suatu delik yang semula merupakan delik biasa karena ada hubungan istimewa/keluarga maka sifatnya berubah menjadi delik aduan. Missal pencurian dalam keluarga penggelapan dalam keluarga, dalam hal ini yang diadukan orangnya saja sehingga yang dilakukan penuntutan sebatas orang yang diadukan saja meskipun dalam perkara cttnkulhkmadedidikirawantersebut terlibat orang lain agar orang lain itu dapat dituntut maka harus ada pengaduan kembali oleh karena itu dalam delik aduan relative sifatnya dapat dipisah-pisahkan splitsbaar. Contoh : A adalah orang tua dari B dan C adalah keponakan dari A B dan C kerjasama untuk melakukan pencurian terhadap A. dalam perkara ini jika A hanya mengadukan C saja lah yang dintutut sedangkan B tidak. Yang diadukan adalah masalah orangnya. Akibat hukumnya splitbaar (dapat dipisah-pisahkan. Psl 370,376,394,411 KUHP. Delik aduan sifatnya pribadi/privat memiliki syarat:
Harus ada aduan dari pihak yang dirugikan, bila tak ada pengaduan maka tuntutan menjadi gugur. Lihat psl 72 -75 KUHP: bukan merupakan dasar hokum tapi merupakan dasar tata cara pengaduan kecuali perseroan mengandung unsurecttnkulhkmadedidikirawan pemaksaan yang berakibat luas pada tindak pidana lain.