Secara umum dapat dikatakan bahwa
etika hokum adalah etika tentang atau berkaitan dengan hokum. Etika adalah
refleksi (renungan mendasar) tentang pembuatan bertanggung jawab, yang dimaksud
disini adalah perbutan yang dilakukan manusia, dalam etika sebagai sebuah
disiplin filsafat, direnungkan tentang bila suatu perbuatan dapat dikatakan
bertanggung-jawab, yakni dapat dijelaskan mengapa hal itu telah atau harus
dilakukan. Ini berarti bahwa pelaku harus mampu menjawab dan menjelaskan
mengapa ia melakukan atau tidak melakukan perbuatan atau tindakan tertentu, dan
apa patokan yang dijadikan dasar bagi pilihan tiindakan yang akan dilakukan.
Patokan-patokan ini muncul dariadedidikirawan dalam nurani serta akal budi
manusia, dan berinteraksi dengan kenyataan-kenyataan kemasyarakatan. Karena
itu, etika dan produk renungnya dipengaruhi oleh agama, pandangan hidup.
Kebudayaan, peradaban dan kenyataan-kenyataan kemasyarakatan. Dengan demikian
wujud konkrit etika yakni kaidah-kaidah moral dan cara penerapannya (sikap batin
dan perilaku warga masyarakat), hingga derajat tertentu terkait dan dipengaruhi
oleh perubahan-perubahan yang berlangsung dalam ruang dan wktu.
Etika hokum adalah kajian kritis
fundamental pada tataran analisismoral terhadap keberadaan aturan hokum atau
tata hokum sebagai keseluruhan perkataan etika hokum sekurang-kurangnya
menimbulkan asosiasi pada dua aspek. Yang pertama menunjuk pada tuntunan etis
atau moral padaadedidikirawan kegiatan pengembannan hokum praktis. Yang kedua
menunjuk pada tuntunan etis atau moral terhadap hokum itu sendiri, yakni
berkaitan dengan muatan moral dari hokum.
Tuntunan-tuntunan etis atau moral
pada kegiatan pengembanan hokum praktis mencakup pembentukan hokum, penerapan
hokum dan penegakan hokum. Dalam konteks ini maka etika hokum mempersoalkan
atau menunjuk pada pertanggung jawaban moral dalam melakukan tindakan
pembentukan,penerapan dan penegakan hokum.ini menyangkut masalah
pertanggungjawaban professional. Dengan kataadedidikirawan lain masaalah etika
profesi dalam mengemban fungsi pembentukan ,penerapan penegakan hokum.
Salah satu tuntutan etis yang
paling fundamental dalam menjalankan pengembanan hokum praktis adalah bahwa
penyelenggaraan kegiatan tersebut (pembentukan, penerapan dan penegakan
hokum)harus selalu mengacu pada cita hokum . Cita hokum ini berintikan
finalitas hokum yang mencakup tujuan dan makna hokum, serta cara bagaimana
tujuan dan makna hokum itu paling baik dapat diwujudkan. Finalitas hokum pada
hakikatnya adalah kedamaian sejati dalam masyarakat yang berintikan terwujudnya
ketertiban,kepastian,prediktabilitasdan keadilan. Hanya dalam kedamaian sejati
saja, tiapadedidikirawan manusia individual akan dapat mengembangkan diri dalam
keutuhannyatanpa harus bergantung pada kekuatan apappun, baik pisik, ekonomi
finansial, politik maupun intelektual.Kedamaian sejati adalah suasana kehidupan
yang didalamnya para warga masyarakat dapat merasakan ketentraman dalam batin
.ketentraman batiniah ini aka nada jika para warga masyarakat merasa yakin
bahwa :
a. Kelangsungan
hidup dan pelaksanaan hak tidak tergantung pada kekuatan fisik maupun non fisik
b. Sepanjang
tidak melanggar hak dan merugiakan orang lain, tanpa rasa khawatir para warga
masyarakat secara bebas dapat menjalankan apa yang diyakininya sebagai benar,
dan adedidikirawansecara bebas dapat mengembangkan potensi dan kesenangannya;
c. Merasa
selalu akan mendapat perlakuan wajar, berkemanusiaan adil daan beradab juga
pada waktu ia telah melakukan kesalahan.
Nilai dasar yang melandasi dan
menjiwai cita hokum adalah martabat manusia. Karena iitu semua asas hokum pada
hakikatnya dapat dan harus dapat dikembalikan pada satu asas tunggal yakni asas
penghormatan martabat manusia. Dengan mengacu pada cita hokum, makaadedidikirawan
semua kegiatan penyelenggaraan pembentukan ,penerapan dan penegakan hokum pada
analisis terakhir harus selalu mengacu pada penghormatan martabat manusia.
Dalam kenyataan kemasyarakatan
sesungguhnya, cita hokum itu tidak dapat terwujud secara penuh. Cita hokum
menyandang sifat sebagai utopia. Artinya bahwa cita hokum itu disatu pihak
tidak dapat direalisasikan secara penuh didalam hokum, namun dilain pihak juga
tidak dapat sama sekali tidak ada dalam hokum. Namun pada penyelenggara hokum
di dalam masyarakat, cita hokum itu bagaimana pun mutlak diperlukan, yakni
sebagai asas yang mempedomani. Sebagai asas yang mempedomani itu , cita hokum,
disadari atau tidak, akan membimbing dan mengarahkan penyelenggara hokum. Citaadedidikirawan
hokum inilah yang mempersatujan keseluruhan kaidah-kaidah hokum, sehingga
tatanan hokum itu menjadi sebuah system. Jadu cita hokum itu adalaha juga
sumber konsistensi dan koherensi dalam tatanan hokum.
Karena itu, kegiatan pembentukan
penerapan dan penegakan hokum seyogyianya harus selalu mengacu atau berpedoman
pada cita hokum yang dianut, apalagi dalam masyarakat yang tengah menjalani
perubahan-perubahan akbar dan dilanda krisis mendasar. Dalam maysarakat yang
tengah dilanda perubahan dan krisiskemasyarkatan, maka gambaran tentang cita
hokum ini dapat menjadi kabur, sehubungan dengan itu maka perhatian khusus dan
studi tenyang cita hokum iniadedidikirawan sangat penting, agar pengacuan
secara sadar terhadapnya dapat membantu pembangunan hokum yang mampu mendorong
mengarahkan dan menkanalisasi perubahan-perubahan kemasyrakatan yang tidak
terelakan itu, kearah tatanan kemasyarakatan yang lebih baik.
Di proyeksikan pada kenyataan konkret
di Indonesia dewasa ini, sulit disangkal bahwa masyarakat Indonesia tengah
dilanda krisis. Hal ini tercermin pada pengebaian etika profesi . Sejarah sudah
menunjukan bahwa tiap masyarakat yang mengalami krisis mendasar, maka kehidupan
hukumnya sebagaimana yang terwujud dan teramati dalam penyelenggaraan
pengembanan hokum praktis dalam kenyataan kemasyarakatan juga dengan cepat akan
mengalami kemrosotan. Hal inilah yangadedidikirawan tampaknya juga sedang
terjadi di Indonesia, yang memperlihatkan gejala-gejala kemerosotan kehidupan
hokum yang cukup jelas.
Yang kedua berkaitan dengan
muatan moral dalam hokum itu sendiri. Tentang hal ini, menurut lon Fuller perlu
dibedakan dua aspek, yakni aspek eksternal dan aspek internal. Aspek
eksternalnya menunjuk pada tuntunan moral terhadap hokum yang harus dipenuhi
agar hokum berfungsi dengan baik dan adedidikirawan adil.titi tolaknya adalah
asas tunggal pengakuan dan penghormatan atas martabat manusia, yang merupakan
induk dari asas-asas hokum lainnya. Asas ini mengimplikasikan hak tiap manusia
individual untuk manjadi dirinya sndiri secara utuh. Hak ini adalah hak yang
sangat fundamental.
Hak untuk menjadi diri sendiri
lebih jauh mengimplikasikan sejumlah hak fundamental berikut ini:
a. Hak
untuk memiliki sarana-sarana yang paling mutlak diperlukan untuk hidup secara
wajar sesuai dengan harkat martabat manusia;
b. Hak
untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan putusan politik;
c. Hak
atas keamanan milik adedidikirawan;
d. Hak
atas perllindungan terhadap kejahatan dan tindakan kekerasan lain;
e. Hak
atas kebebasan berkeyakinan.
Berdasarkan hak-hak fundamental
tersebut tadi, maka tuntunan moral terhadap hokum mencakup:
a. Hokum
harus mempertahankan standar hidup manusiawi;
b. Hokum
harus menyelenggarakan ketertiban dan keamanan;
c. Hokum
harus melindungi yang lemah dan adedidikirawan;
d. Hokum
harus menciptakan kondisi yang perlu bagi kehidupan manusia yang adil.
Apa yang dimaksud Lon Fuller
tentang aspek eksternal moralitas hokum dapat dipandang sebagai penjabaran
lebih lanjut atau eksplisit dari cita hokum yang di atas dikemukakan secara
umum. Aspek internal moralitas hokum menunjuk pada aturan-aturan teknikal dari
perwujudan hokum dalam aturan-aturan atau kaidah-kaidah hokum sebagai wahana
yang memungkinkan aspek eksternal moralitas hokum dapat diwujudkan. Asas-asas
yang merupakan penjabaran dari aspek internal moralitas hokum iniadedidikirawan
dapat juga dipandang sebagai landasan dan syarat-syarat legitimasi bagi
implementasi asas legalitas. Lon Fuller mengemukakan delapan asas yang
merupakan penjabaran dari aspek internal moralitas hokum, yakni:
a. Hokum
dipersentasikan dalam aturan-aturan umum;
b. Hukkum
harus dipublikasikan
c. Hokum
harus non retroaktif;
d. Hokum
harus dirumuskan secara jelas;
e. Hokum
harus tidak mengandung pertentangan (harus konsisten);
f.
Hokum harus tidak menuntut atau mewajibkan
sesuatu yangadedidikirawan mustahil;
g. Hokum
harus relative konstan;
h. Pemerintah
sejauh mungkin berpegang teguh pada aturan-aturan hokum (yang diciptakannya
sendiri atau yang diakuinya)
Sesungguhnya delapan asas ini
yang dikemukakan oleh Lon fuller tersebut tadi pada dasarnya tidak berbeda daru
asas-asas sebuah Negara hokum dan pemerintahan
yang baik, yang sudah dikenal. Asas asas tersebut adalah syarat-syarat
minimal untukadedidikirawan menjamin terwujudnya kepastian hokum dan
prediktabilitas di dalam masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar