PENDAHULUAN
Perkembangan
ekonomi di Indonesia telah mendorong terbentuknya organisasi dalam berbagai
bentuk-bentuk badan usaha baik dari segi unit usaha maupun dari segi tujuan
yang akan dicapai. Bentuk badan usaha tersebut bersumber dari Undang – Undang Dasar
Tahun 1945 khususnya Pasal 33. Dalam pasal tersebut terutang adanya Konsep
Demokrasi Ekonomi bagi perekonomian negara. Dalam Konsep Demokrasi Ekonomi ini
terdapat adanya kebebasan berusaha bagi seluruh warga negaranya dengan batas –
batas tertentu. Hal ini berati bahwa segenap warga negara Republik Indonesia
diberikan kebebasan dalam menjalankan untuk kegiatan bisnisnya.
Dari segi unit
usaha maupun dari segi tujuan, dapat diamati bahwa masing-masing unit usaha
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda baik dari segi skala usaha untuk
mencapai tujuan masing-masing organisasi, kepemilikan, permodalan, pembagian
laba sampai tanggung jawab. Berdasarkan karakteristik yang berbeda tersebut
maka tiap unit usaha memerlukan pengelolaan yang berbeda pula. Organisasi yang
didirikan dapat berbentuk Organisasi Niaga (Perseroan Terbatas, CV, Joint
Ventura, Fa, Koperasi, Trust, Kartel, Holding Company), Organisasi Sosial
maupun Organisasi Regional dan Internasional. Berbagai organisasi-organisasi tersebut memiliki
karakteristik yang beraneka ragam yang dapat menghasilkan keuntungan dan
kerugian masing-masing.
Langkah
pertama dalam memulai suatu unit bisnis adalah
dengan menentukan bentuk hukum dari usaha tersebut, maka kita akan memilih bentuk yang paling
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan untuk mendapatkan tujuan dari unit bisnis
atau organisasi tersebut. makalah adedidikirawanBentuk hukum yang akan
menaungi bisnis tersebut, selain menentukan bidang usaha dan strategi bisnisnya
tentu. Hal ini terutama untuk menentukan siapa yang menjadi pemodal dan apamakalahadedidikirawan
peran serta tanggung jawab orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Bentuk hukum badan usaha yang banyak digunakan adalah Perseroan
Komanditer atau yang sering disebut CV (Commanditaire Vennootschap), Firma atau
Fa (Vennootschap Onder Firma), dan
Perseroan Terbatas yang disingkat PT. Dasar hukum ketiga bentuk usaha ini
adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang merupakan hukum umum (lex generalis), Kita Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD), dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang menjadi hukum khusus (lex
specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut,
maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex
generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang
bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari Pasal 1 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus
diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Dengan berlandaskan
hukum-hukum tersebut terdapat keterkaitan terhadap bentuk-bentuk usaha yang
memiliki karakteristik masing-masing.
Berdasarkan
latar belakang tersebut kami penulis tertarik untuk melakukan pembahasan yang
akan dituangkan kedalam penulisan hukum yang berjudul :
“ PERUSAHAAN KOMANDITER
SEBAGAI BENTUK ANTARA FIRMA DAN PERUSAHAAN TERBATAS ”
A.
Identifikasi Masalah
Dari uraian yang
melatarbelakangi penulisan hukum ini kami penulis mengidentifikasi 2 (dua)
masalah yaitu sebagai berikut:
1.
Bagaimana Perseroan Komanditer
(CV) dikatakan sebagai bentuk antara Perseroan Firma (Fa) dan Perseroan Terbatas
(PT)?
2.
Bagaimana keterkaitan bentuk
usaha antara Perseroan Komanditer (CV) dengan Perseroan Firma (Fa) dan Perseroan
Terbatas (PT)?
A.
Tujuan Penelitian
Adapun yang
menjadi tujuan dari dilakukannya penulisan makalah ini adalah untuk :
1.
Memahami dan
mengetahui bahwa Perseroan Komanditer (CV) merupakan bentuk antara Perseroan Firma (Fa) dengan
Perseroan Terbatas (PT).
2.
Memahami dan mengetahui keterkaitan
bentuk usaha antara Perseroan Komanditer (CV)
, Perseroan Firma (Fa) dan Perseroan Terbatas (PT).
B.
Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pengkajian materi dari
penulisan makalah ini, maka penulis akan menyusun makalah ini berdasarkan
sistematika pengelompokan bab-bab yang terdiri dari:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang alas an atau latar belakang penulis membuat
penulisan hukum bertemakan masalah bentuk-bentuk usaha yang
A.
Tujuan Penelitian
Adapun yang
menjadi tujuan dari dilakukannya penulisan makalah ini adalah untuk :
1.
Memahami dan
mengetahui bahwa Perseroan Komanditer (CV) merupakan bentuk antara Perseroan Firma (Fa) dengan
Perseroan Terbatas (PT).
2.
Memahami dan mengetahui keterkaitan
bentuk usaha antara Perseroan Komanditer (CV)
, Perseroan Firma (Fa) dan Perseroan Terbatas (PT).
B.
Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pengkajian materi dari
penulisan makalah ini, maka penulis akan menyusun makalah ini berdasarkan
sistematika pengelompokan bab-bab yang terdiri dari:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang alas an atau latar belakang penulis membuat
penulisan hukum bertemakan masalah bentuk-bentuk usaha yang ada di Indonesia,
bab ini juga menguraikan identifikasi masalah, tujuan yang hendak dicapai,
serta sistematika penulisan.
ada di Indonesia,
bab ini juga menguraikan identifikasi masalah, tujuan yang hendak dicapai,
serta sistematika penulisan.
BAB II
PERUSAHAAN KOMANDITER
SEBAGAI BENTUK ANTARA FIRMA DAN PERUSAHAAN TERBATAS (PT)
A. Perseroan Komanditer
1.
Pengertian Perseroan Komanditer
Yang dimaksud dengan
Perseroan Komanditer atau yang lebih populer dengan istilah “CV” yang
selengkapnya berbunyi “Commanditaire
Vennnootscha”. dalam berbagai literatur di jelaskan CV adalah perseroan
dengan setoran uang dibentuk oleh satu atau lebih anggota aktif yang
bertanggungjawab secara renteng disatu pihak dengan satu atau lebih orang lain
sebagai pelepas uang dilain pihak. Para pelepas uang ini disebut persero
anggota pasif, commanditaris,sleeping
partner, tidak bertanggung jawab lebih dari nilai sahamnya masing-masing.
Sedangkan anggota persero yang mengurusi sehari-hari CV disebut persero aktif
atau sering juga disebut dengan complementaris.[1]
Pendapat senada
dikemukakan oleh R. Ali Rido, unsur-unsur perseroan komenditer yang terpenting
adalah: pertama,unsur-unsur yang
lazim dalam persekutuan perdata, disebut demikian karena dasar hukum CV adalah
persekutuan perdata. Untuk itu, dalam CV harus ada kerja sama, adanya pemasukan
(inbreng) dan adanya tujuan membagimakalahadedidikirawan
keuntungan. Kedua menyelenggarakan
perusahaan. Ketiga, ada dua macam
persero, yakni:[2]
a.
Persero aktif (komplementer)
Yaitu persero yang dapat mengikatkan perseroan
komanditer dengan pihak ketiga dan bertanggung jawab secara tanggung menanggung
samapai kekayaan pribadi. Persero jenis ini bertindak sebagai pengurus.
b.
Persero-persero pasif atau komanditer
Yaitu persero yang hanya memberikan
pemasukan (inbreng) dan tidak ikut
dalam mengurus perseroan. Tanggung jawab sebatas modal yang dimasukan.
Perlu kiranya
dikemukakan disini, kepengurusan dalam CV tidak berlaku surut. Tepatnya dalam
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 823K/Sip/1973 tanggal 18
Februari 1976 dikemukakan, pertanggung jawaban pengurus CV/perseroan komanditer
tidak berlaku surut tetapi berlaku untuk masa yang akan datang. Bagaimana
halnya dengan KUHD? Dalam KUHD sendiri, tidak ada rumusan yang autentik tentang
CV. Pengaturan perseroan komanditer dalam KUHD pun sangat singkat, hanya 3
Pasal, yakni:[3]
Pasal
19 KUHD
“perseroan secara melepas uang yang juga
dinamakan perseroan komanditer, didirikan antara satu orang atau beberapa
persero yang secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya pada
pihak satu, dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak makalahadedidikirawanlain.
Dengan demikian, bisa terjadi suatu perseroan itu pada suatu ketika yang sama
merupakan perseroan firma terhadap para persero firma didalamnya dan merupakan
perseroan komanditer terhadap pelepas uang.”
Pasal
20 KUHD
“Dengan tak mengurangi
kekecualian tersebut dalam ayat kedua Pasal 30 nama persero pelepas uang tidak
boleh dipakai dalam firma. Persero yang belakangan ini tak diperbolehkan
melakukan perbuatan-perbuatan pengurusan atau bekerja dalam perusahaan
perseroan, biar kiranya dikuasakan untuk itu sekalipun ia tidak usah menanggung
kerugian yang lebih dari jumlah uang yang telah atau harus dimasukanmakalahadedidikirawan olehnya
sebagai model dalam perseroan, pula tak perlu mengembalikan segala keuntungan
yang telah dinikmatinya.”
Pasa
21 KUHD
“Tiap-tiap persero
pelepas uang yang melanggar ketentuan-ketentuan Ayat kesatu atau kedua dari
Pasal yang lalu adalah secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk
seluruhnya atas segala utang dan segala perikatan dari perseroan.”
Dapat disimpulkan dari
berbagai pengertian diatas tentang Perseroan Komanditer adalah persekutuan yang didirikan oleh beberapa orang
sekutu yang menyerahkan dan mempercayakan uangnya untuk dipakai dalam
persekutuan.
2. Pendirian Perseroan Komanditer
Tidak terdapat
ketentuan yang tegas dalam KUHD oleh karena itu, jika diperrhatikan kembali apa
yang menjadi landasan pendirian suatu badan usaha, yakni perjanjian, para pihak
yang membuat perjanjian dapat membuat apa yang mereka inginkan sepanjang tidak
melanggar undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Hanya saja, jika
dilihat dalam praktik pendirian perseroan komanditer dibuat dengan autentik,
dalam hal ini akta notaris. Jika dicermati secara seksama anggaran dasar
perseroan komanditer dapat diketahui bahwa dalam perseroan komanditer ada dua
persero, yakni persero aktif atau persero komplementer dan persero pasif atau
persero komenditer, yang menjadi pertanyaan adalah jika persero komplementer
makalahadedidikirawanhanya ada satu orang, apakah masih dapat disebut perseroan komanditer. Munculnya
pertanyaan semacam ini, tidak terlepas dari eksistensi CV sebagai badan usaha,
apakah berbadan hukum atau tidak. Dalam kaitan ini menarik untuk disimak apa
yang dikemukakan oleh Chidir Ali:[4]
“Di Indonesia perseroan
komanditer atau CV belumlah merupakan badan hukum, artinya bahwa badan usaha
tersebut dalam lalu lintas hukum belum merupakan suatu subjek hukum tersendiri
terlepas dari anggota persero pengurusnya, yang dapat melakukan perbuatan hukum
tersendiri, melainkan yang dapat melakukkan perbuatan-perbuatan hukum dalam
perdagangan adalah anggota-anggota pengurusnya, sehingga dengan demikian dalam
hal CV akan mengugat di pengadilan atau juga bila digugat, maka yang mengugat
di pengadilan atau juga bila digugat, maka yang menggugat bukanlah CV nya
tetapi anggota persero pengurusnya.”
Oleh karena itu, jika hanya ada satu
persero komplementer, sulit untuk
membedakan antara kekayaan badan usaha CV dan kekayaan pengurus atau
tidak. Hoge Raad (Belanda) dalam putusannya pada tanggal 4 Januari 1937 tidak
mengakui adanya suatu harta kekayaan yang terpisah pada suatu perseroan
komanditer dengan seorang persero komplementer saja.[5]
3. Jenis-jenis Perseroan Komanditer
Jenis-jenis
Perseroan Komanditer dapat digolongkan
menjadi 3 bagian yaitu:[6]
a.
Perseroan Komanditer
atau CV Diam-diam
Yang dimaksud dengan jenis CV seperti
ini adalah CV yang belum menyatakan diri secara terbuka sebagai CV kepada
publik. Bagi orang luar, jenis usaha ini masih dianggap sebagai makalahadedidikirawanusaha dagang
bisa. Akan tetapi, secara intern diantara para pemilik modal dalam usaha dagang
tersebut telah ada pembagian tugas dan wewenang yang berkaitan dengan tanggung
jawab hukum
b.
Perseroan Komanditer
atau CV Terang-terangan
Untuk jenis CV seperti ini, CV telah
menyatakan diri secara terbuka kepada pihak ketiga. Hal ini terlihat dengan
dibuatnya akta pendirian CV oleh notaris dan akta pendirian di daftarkan di
daftar perusahaan perusahaan
c.
Perseroan Komanditer
atau CV Dengan Saham
Munculnya jenis CV atas saham karena
dalam perkembangannya CV membutuhkan modal. Untuk mengatasi masalah kekuranganmakalahadedidikirawan
modal dapat dibagi atas beberapa saham dan masing-masing komanditaris dapat
memiliki satu atau beberapa saham.
4. Hubungan
Hukum dan Tanggung Jawab
Pada
perseroan komanditer terdapat hubungan hukum ke dalam (internal) antara sesama
sekutu dan hubungan hukum keluar (eksternal) antara sekutu dan pihak ketiga.[7]
a. Hubungan hukum kedalam
Hubungan hukum antara
sesama sekutu komplementer sama seperti pada firma. Hubungan hukum antara
sekutu komplementer dan sekutu komenditer tunduk pada ketentuan Pasal 1624
sampai dengan Pasal 1641 KUHPerdata. Pemasukan makalahadedidikirawanmodal diatur dalam Pasal 1625
KUHPerdata sedangkan pembagian keuntungan dan kerugian diatur dalam Pasal 1633
dan Pasal 1634 KUHPerdata. Pasal-pasal ini hanya berlaku apabila dalam anggaran
dasar tidak diatur.[8]
Menurut ketentuan Pasal
1633 KUHPerdata, sekutu komanditer mendapat bagian keuntungan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar persekutuan jika dalam anggaran dasar tidak ditentukan,
sekutu komanditer mendapat keuntungan sebanding dengan jumlah pemasukannya.
Jika persekutuan menderita kerugian, sekutu komanditer hanya bertanggung jawab
sampai jumlah pemasukannya itu saja. Bagi sekutu komplementer beban kerugian
tidak terbatas, kekayaannya pun ikut
menjadi jaminan seluruh kerugian persekutuan (Pasal 18 KUHD, Pasal 1131 dan
Pasal 1132 KUHPerdata). Sekutu komenditer tidak boleh dituntut supaya menambah pemasukannya guna menutupi
kerugian dan tidak dapat diminta supaya mengembalikan keuntungan yang telah
diterimanya (Pasal 1625 KUHPerdata dan Pasal 20 Ayat (3) KUHD).[9]
Dalam soal pengurusan
persekutuan, sekutu komanditer dilarang melakukan pengurusan meskipun denngan
surat kuasa. Dia hanya boleh mengawasi pengurusan jika makalahadedidikirawanditentukan dalam
anggaran dasar persekutuan. Apabila ketentuan ini dilanggar, Pasal 21 KUHD
memberi sanksi bahwa tanggung jawab sekutu komanditer disamakan dengan tanggung
jaawab sekutu komplementer secara pribadi untuk keseluruhan. Untuk menjalankan
perusahaan, persekutuan komanditer dapat menempatkan sejumlah modal atau barang
sabagai harta kekayaan persekutuan, dan ini dianggap sebagai harta kekayaan
yang dipisahkan dari harta kekayaan pribadi sekutu komplementer. Hal ini
dibolehkan berdasarkan rumusan Pasal 33 KUHD mengenai pemberesan firma.
Kekayaan terpisah ini dapat diperjanjikan dalam anggaran dasar (akta pendirian)
walaupun bukan badan hukum.[10]
b. Hubungan Hukum Keluar
Hanya sekutu
komplementer yang dapat mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga, hanya
dapat menagih sekutu komplementer sebab sekutu inilah yang bertanggung jawab
penuh. Sekutu komanditer hanya bertanggung jawab kepada sekutu komplementer
dengan menyerahkan sejumlah pemasukan (Pasal 19 Ayat (1) KUHD) sedangkan yang
bertanggung jawab pada pihak ketiga hanya sekutu komplementer. Dengan kata
lain, sekutu komenditer hanya bertanggung jawab ke dalam, sedangkan sekutu
komplementermakalahadedidikirawan bertanggung jawab ke luar dan ke dalam.[11]
Dalam Pasal 20 Ayat (1)
KUHD ditentukan bahwa sekutu komanditer tidak boleh memakai namanya sebagai
nama firma. Sedangkan dalam Ayat (2) ditentukan bahwa sekutu komanditer tidak
boleh melakukan pengurusan walaupun dengan surat kuasa. Apabila sekutu
komanditer melanggar Pasal ini, menurut ketentuan Pasal 21 KUHD dia bertanggung
jawab secara pribadi untuk keseluruhan. Ini berarti tanggung jawabnya sama
dengan sekutu komplementer. Prof. Soekardono (1977) berpendapat:[12]
“Adalah adil apabila
sekutu yang melanggar Pasal 20 KUHD itu dibebani tanggung jawab hanya mengenai
utang-utang yang berjalan dan yang akan timbul selama keadaan pelanggaran itu
masih berlangsung. Jika pelanggaran itu sufah berhenti, tidak ada lagi makalahadedidikirawantanggung
jawab secara pribadi untuk keseluruhan.”
5. Bubarnya Perseroan Komanditer
Perseroan
Komanditer dapat dibubarkan yaitu dengan cara sebagai berikut (Pasal 31 KUHD)
antara lain:[13]
a.
Berakhirnya jangka
waktu CV yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar
b.
Akibat pengunduran
diri atau pemberhentian sekutu.
c.
Akibat perubahan
anggaran dasar
Pembubaran
Perseroan Komanditer , yaitu harus dilakukan dengan akta otentik yang dibuat di
muka notaris, didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri, dan diumumkan
dalam Tambahan Berita Negara. Kelalaian pendaftaran dan pengumumanmakalahadedidikirawan ini mengakibatkan
tidak berlakunya pembubaran, pengunduran diri, pemberhentian, dan perubahan
anggaran dasar terhadap pihak ketiga.[14]
Setiap
pembubaran Perseroan Komanditer memerlukan pemberesan, baik mengenai keuntungan
maupun kerugian. Pemberesan keuntungan dan kerugian dilakukan menurut ketentuan
dalam anggaran dasar. Apabila dalam anggaran dasar tidak ditentukan,
berlakulah ketentuan Pasal 1633 s/d 1635
KUHPerdata. Apabila pemberesan selesai dilakukan masih ada sisa sejumlah uang,
sisa uang tersebut dibagikan kepada semua sekutu menurut perbandingan pemasukan
(inbreng) masing-masing. Jika setelah
pemberesan terdapat kekurangan (kerugian), maka penyelesaian atas kerugian
tersebut juga dilakukan menurut perbandingan pemasukan masing-masing.[15]
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan beberapa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki
oleh badan usaha berbentuk Perseroan Komenditer (CV) ini bila makalahadedidikirawandijalankan.
Sebagaimana ditunjukan dibawah ini :[16]
Kelebihan
Perseroan Komanditer:
a.
Spesifikasi dalam
aktivitas/ kegiatan semakin kelihatan
b.
Proses pendiriannya
relatif mudah
c.
Kemampuan manajemen
lebih besar
d.
Terdapat sekutu
komanditer yang memiliki peranan dalam pengembangan dan perusahaan
e.
Modal yang dikumpulkan
dapat lebih besar karena ada peluang masuknya sekutu komanditer lain untuk
bergabung
f.
Mudah memperoleh
kredit dan melakukan ekspansi usaha
Kekurangan
Perseroan Komanditer:
a.
Sebagian sekutu yang
menjadi sekutu komplementer memiliki tanggung jawab tidak terbatas
b.
Sulit menarik kembali
modal yang sudah ditanamkan
c.
Sekutu komanditer
tidak memiliki akses untuk mengelola perusahaan
d.
Kemungkinan perusahaan
salah urus bisa lebih besar, karena hak mutlak pengurusan berada ditangan
sekutu komplementer
e.
Kelangsungan hidup
perusahaan tidak menentu
B. Perseroan Firma (Fa)
1. Pengertian Perseroan Firma (Fa)
Keberadaan
Perseroan Firma (fa) sebagai salah satu bentuk badan usaha secara yuridis dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Tepatnya pengaturan tentang firma
dijelaskan dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 KUHD pengertian firma secara
sederhana dijabarkan dalam Pasal 16 KUHD yakni,[17]
“Firma adalah tiap-tiap persekutuan
perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama.”
Satu hal yang menarik
dari pengertian firma, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 16 KUHD, yakni
keberadaan firma sebagai badan usaha dasarnya adalah persekutuan perdata. Hanya
saja dalam pengertian firma disini secara ekplisit dijelaskan firma menjalankan
perusahaan. Perusahaan yang dijalankan tersebut atas nama bersama. Apa
konsekuensi nama bersama. Hal ini perlu dilihat dari rumusan atau pengertian
firma secara lengkap. Artinya, untuk mengerti secara utuh apa yang dimaksud
makalahadedidikirawandengan firma, maka ketentuan Pasal 16 harus dikaitkan dengan Pasal 17 dan 18
KUHD. Dalam Pasal 17 KUHD disebutkan:[18]
“Tiap-tiap persero yang tidak
dikecualikan dari satu sama lain, berhak untuk bertindak, untuk mengeluarkan
dan menerima uang atas nama perseroan pula untuk mengikat perseroan itu dengan
pihak ketiga dan pihak ketiga dengannya. Segala tindakan yang tidak bersangkut
paut dengan perseroan itu atau yang para
makalahadedidikirawanpersero tidak berhak melakukannya, tidak termasuk dalam ketentuan diatas.”
Selanjutnya dalam Pasal 18 KUHD
disebutkan:[19]
“Dalam perseroan, firma adalah tiap-tiap
persero secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya atas
segala perikatan dari perseroan.”
Dengan mencermati
secara seksama ketiga pasal diatas pengertian firma dapat dirumuskan sebagai
berikut:[20]
Firma adalah suatu persekutuan perdata
yang menyelenggarakan perusahaan atas nama bersama, dimana tiap-tiap anggota
firma yang tidak dikecualikan satu dengan yang lain dapat mengikatkan firma
dengan pihak ketiga dan mereka masing-masing bertanggung jawab atas seluruh
utang firma secara renteng.
Dari rumusan diatas, dapat diketahui
karakteristik firma adalah:[21]
a.
Menyelenggarakan
perusahaan
b.
Mempunyai nama bersama
c.
Adanya tanggung jawab
renteng (tanggung menanggung)
d.
Pada asasnya tiap-tiap
anggota firma dapat mengikatkan firma dengan pihak ketiga.
Perikatan dengan nama
bersama, menarik untuk menyimak apa yang dikemukakan oleh N.E Algra, H.R.W.
Gokkel/Saleh Hadiwinata, dkk. Firma adalah nama perusahaan (handelsnaam), nama dengan mana seseorang menyelenggarakanmakalahadedidikirawan
perusahaan jika nama perusahaan ini lain dengan namanya sendiri. Nama
perusahaan (handelsnaam) adalah nama
dagang. Nama atau firma dibawah nama mana suatu badan usaha (onderneming) dijalankan.
a.
Penggunaan Nama
Bersama
Firma (Fa) ini artinya nama bersama.
Penggunaan nama bersama untuk nama perusahaan dapat dilakukan dengan cara
berikut ini:[22]
1). Menggunakan nama seorang sekutu, misalnya
Fa Haji Tawi.
2). Menggunakan nama
seorang sekutu dengan tambahan yang menunjukan anggota keluarganya, misalnya
Firma Ibrahim Aboud And Brothers, disingkat Fa Ibrahim Aboud & Bros.
Artinya, perusahaan persekutuan ini beranggota Ibrahim dan saudara-saudaranya
(adik beradik).
3). Menggunakan nama bidang usaha perusahaan,
misalnya Fa Ayam Buras yang kegiatan usahanya berternak ayam bukan ras.
4). Menggunakan nama lain, misalnya Fa Serasanmakalahadedidikirawan
Sekate, Fa Musi Jaya, Fa Sumber Rejeki.
Pada firma, kepribadian para sekutu yang
bersifat kekeluargaan sangat diutamakan. Hal ini dapat dimaklumi karena sekutu
dalam persekutuan firma adalah anggota keluarga ataupun teman sejawat, yang
bekerja sama secara aktif menjalankan perusahaan mencari keuntungan bersama
dengan tanggung makalahadedidikirawanjawab bersama secara pribadi.[23]
2.
Jenis-jenis Firma
Berdasarkan Pasal 26
Ayat (2) dan Pasal 29 (KUHD), dikenal dua jenis firma antara lain:[24]
a.
Firma umum, yakni
firma yang didirikan tetapi tidak didaftarkan serta tidak diumumkan. Firma ini
menjalankan segala urusan, didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas, dan
masing-masing pihak (sekutu) tanpa dikecualikan berhak bertindak untuk dan atas
nama firma.
b.
Firma khusus, yakni
firma yang didirikan, didaftarkan serta diumumkan, dan memiliki sifat-sifat
yang bertolak belakang dengan firma umum seperti disebutkan diatas.
3.
Pendirian Firma
Tata cara pendirian
firma, sebagai suatu badan usaha atau perusahaan dijabarkan dalam Pasal 22 KUHD
yang mengemukakan :[25]
“Tiap- tiap perseroan firma harus
didirikan dengan akta otentik; akan tetapi ketiadaan akta yang demikian tidak
dapat dikemukakan untuk merugikan pihak ketiga.”
Apabila dilihat secara
sepintas apa yang dijelaskan dalam makalahadedidikirawanPasal 22 KUHD tersebut, dapat disimpulkan
secara yuridis formal pendirian firma harus dibuat dengan akta autentik. Kesimpulan
yang demikian cukup beralasan apabila hanya dibaca dalam anak kalimat pertama
dari pasal tersebut. Akan tetapi, jika dilihat dalam anak kalimat selanjutnya,
tentu kesimpulannya akan lain. Artinya pendirian firma secara yuridis formal
tidaklah harus dengan akta autentik. Cermati kata, ketiadaan akta tidak dapat
merugikan pihak ketiga. Hal ini berarti ada kemungkinan firma tidak didirikan
makalahadedidikirawandengan akta autentik, firma tersebut diakui keberadaannya. Dengan kata lain,
pendirian firma bentuknya bebas, dalam arti dapat didirikan dengan akta ataupun
cukup secara lisan.[26]
Namun sekalipun bentuk
pendiriannya bebas, dalam praktik pada umumnya firma didirikan dengan akta
autentik, dalam hal ini akta notaris. Sebagaimana dikemukakan oleh M. Manulang,
dalam persekutuan firma, beberapa sekutu mendirikan firma. Mereka secara
bersama-sama membuat suatu akta resmi atau akta dibawah tangan. Akta tersebut
di Amerika Serikat disebut dengan article
of co partnership atau articles of
partnership. Fungsi akta dalam hal ini adalah sebagai alat bukti jika ada
perselisihan antara para pihak, baik intern maupun eksternn firma.[27]
Firma harus didirikan
dengan akta otentik yang dibuat makalahadedidikirawandimuka notaris Pasal 22 KUHD). Akta pendirian
tersebut memuat anggaran dasar firma dengan rincian isi sebagai berikut:[28]
a.
Nama lengkap,
pekerjaan, dan tempat tinggal para sekutu.
b.
Penetapan nama bersama
atau firma
c.
Firma bersifat umum
atau terbatas pada menjalankan perusahaan bidang tertentu
d.
Nama-nama sekutu yang
tidak diberi kuasa untuk menandatangani perjanjian bagi firma.
e.
Saat mulai dan
berakhirnya.
Jika ditelusuri
lebih lanjut apa latar belakang
munculnya rumusan pendirian firma, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 22 KUHD,
tampaknya pembentuk undang-undang berharap agar:[29]
a.
Firma yang didirikan
terang-terangan
b.
Ada kepastian hukum
dalam pendirian firma
c.
Firma sebagai
persekutuan menjalankan perusahaan dan
d.
Perlu ada bukti
tulisan tentang pendirian firma.
Perlunya kiranya
dikemukakan disini bahwa dengan didirikannya firma membawa konsekuensi hukum,
modal, atau aset yang telah dimasukan para pendiri kedalam firma jika firma
bubar, tidak secara otomatis modal yang telah dimasukan kembali menjadi milik
pribadi para pendiri firma. Sebagaimana dikemukakan dalam Putusan Mahkamahmakalahadedidikirawan
Agung Republik Indonesia Nomor 718K/Sip/1974 tanggal 21 Desember 1976, harta
kekayaan firma yang telah bubar tidak dapat berubah menjadi harta pribadi
selama belum diadakan verefening.[30]
Adapun alasan mengapa
para pelaku usaha memilih bentuk usaha firma tentu setiap pelaku usaha
mempunyai alasan untuk itu. Secara umum dapat dikemukakan mengapa pelaku usaha
memilih firma sebagai badan usahanya karena, Pertama, munculnya risiko dalam
dunia usaha suatu hal sangat mungkin terjadi jika hanya ditanggung oleh satu
orang dianggap terlalu berat. Pada umumnya risiko semacam ini kurang disukai
orang . oleh karena itu, solusi yang terbaik adalah risiko dibagi-bagi dengan
jalan mendirikan firma. Kedua, pertimbangan akumulasi modal juga ikut
menentukan jika dalam kalkulasi bisnis, jumlah modal yang dimiliki oleh
pebisnis tidak terlalu banyak, firma memberikan kemungkinan makalahadedidikirawanyang lebih luas
untuk mendapat bantuan modal dari persero firma lainnya. Ketiga, perusahaan
yang didirikan itu bergantung pada kebijakan, perundingan, dan tenaga
pemiliknya.[31]
Menurut Munir Fuady proses pendirian
firma terbagi ke dalam beberapa tahap sebagai berikut:[32]
a.
Tahap Akta Otentik
Suatu firma harus
didirikan dengan suatu akta otentik, dalam hal ini dengan suatu akta otentik,
maka hal tersebut tidak berpengaruh terhadap pihak ketiga. Artinya,
ketidakadaan akta otentik tersebut tidak boleh dipergunakan sebagai alasan yang
merugikan pihak ketiga.
b.
Tahap Pendaftaran Akta
Firma
Setelah akta firma
dibuat dengan akta notaris, maka akta firma tersebut haruslah didaftarkan dalam
suatu register khusus yang tersedia dikepanitraan Pengadilan Negeri
diwilayahnya makalahadedidikirawanfirma tersebut mempunyai tempat kedudukan.
c.
Tahap Pengumuman dalam
Berita Negara
Satu petikan akta firma
harus pula diumumkan dalam Berita Negara agar pihak ketiga mengetahuinya dan
agar perusahaan firma tersebut berlaku dan mengikat pihak ketiga
4.
Pendaftaran Firma
Dalam Pasal 23 KUHD
disebutkan:[33]
“Para persero firma diharuskan untuk
mendaftarkan akta pendirian di kepanitraan pengadilan negeri yang dalam daerah
hukumnya firma bertempat kedudukan.”
Yang perlu didaftarkan adalah ikhtisar
pendirian firma. Dalam Pasal 29 KUHD ditegaskan, selama pendaftaran dan
pengumuman belum dilaksanakan, perseroan firma dianggap sebagai:[34]
a.
Perseroan umum
b.
Didirikan untuk waktu
tidak terbatas; dan
c.
Seolah-olah tidak ada
seorang persero pun yang dikecualikan dari hak bertindak perbuatan hukum dan
hak menendatangani untuk firma.
5.
Pengurusan Firma
Pengurus persekutuan
firma harus ditentukan dalam perjanjian pendirian firma (gerant statutaire). Bila hal itu tidak diatur, maka harus diatur
secara tersendiri dalam suatu akta (gerant
mandataire), yang juga harus didaftarkan pada Kepanitraan Pengadilan Negeri
setempat, dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI. Pendaftaran dan
pengumuman penting agar pihak ketiga makalahadedidikirawandapat mengetahui siapa-siapa yang menjadi pengurus firma, dan
dengan siapa pihak ketiga itu akan mengadakan hubungan hukum.[35]
Keberadaan pengurus
dalam firma semata-mata untuk memudahkan pihak ketiga berhubungan dengan firma.
Penetapan pengurus tidak membawa konsekuensi pada tanggung jawab seperti yang
berlaku dalam CV. Tanggung jawab diantara sekutu firma adalah sama baik secara
internal maupun eksternal dengan pihak ketiga.[36]
Dalam firma,
kemungkinan ada pemisahan antara pihak pengurus dan pihak yang mewakili firma untuk
bertindak keluar (pemegang kuasa). Seorang sekutu Firma (Pasal 17 KUHD) dapat
dilarang bertindak keluar. Kalau larangan itu tidak ada, maka setiap makalahadedidikirawansekutu
dapat mewakili firma yang mengikat sekutu-sekutu lainnya (Pasal 18 KUHD), asal
tindakan sekutu yang bersangkutan ditujukan untuk kepentingan firma. Sedangkan
tindakan yang bersifat penguasaan harus ada kata sepakkat dari semua sekutu.[37]
Menurut beberapa
yurisprudensi, tindakan pengurusan sebenarnya juga mencakup di dalamnya
tindakan dimuka hakim bagi kepentingan firma, sepanjang hal itu ada kaitannya
denngan makalahadedidikirawanpekerjaan pengurus sehari-hari, kecuali bila ada pembatasan dalam
perjanjian pendirian firma bahwa tindakan dimuka hakim termasuk tindakan yang
ppatut dikuasakan.[38]
6.
Tanggung Jawab Sekutu Baru
Persekutuan firma
dimungkinkan menambah sekutu baru, tetapi semua itu harus berdasarkan
persetujuan bulat semua sekutu lama (Pasal 1641 KUHPerdata). Sedapat mungkin,
ketentuan mengenai keluar masuknya sekutu diatur dalam perjanjian pendirian
(akta otentik) firma.[39]
Lain lagi halnya dengan
sekutu pengganti. Penggantian kedudukan sekutu selama sekutu tersebut masih
hidup, pada dasarnya tidak diperbolehkan, kecuali hal itu diatur lain dalam
perjanjian pendirian firma. Undang-undang hanya membolehkan sekutu firma untuk
menarik orang lain (teman) untuk menerima bagian yang menjadi haknya dari firma
itu, walaupun tanpa izin sekutu-sekutu lainnya (Pasal 1641 KUHPdt).[40]
Pertanyaannya apakah sekutu baru makalahadedidikirawan dalam firma tunduk pada Pasal 18 KUHD. Dengan
kata lain, apakah sekutu baru juga ikut bertanggung jawab secara pribadi
terhadap utang-utang firma yang sudah ada, mengenai hal ini, ada beberapa
pendapat:[41]
a.
Polak : sekutu baru
tidak boleh dimintai tanggung jawab untuk membayar utang-utang firma yang telah
ada pada saat dia diterima menjadi sekutu, sebab dia tidak memberi kuasa kepada
sekutu-sekutu lama untuk mewakilinya dalam hubungan hukum yang telah dibuat
tersebut, kecuali apabila sekutu baru itu (sebagai syarat penerimaannya) telah
menyetujui sendiri tentang tanggung jawabmakalahadedidikirawan terhadap utang-utang firma yang telah
ada sebelum dia bergabung
b.
Eggnes : pertanggungjawaban
sekutu baru terhadap perikatan-perikatan atau utang-utang firma yang telah ada
pada saat dia bergabung adalah sudah selayaknya atau sudah pada tempatnya.
c.
Soekardono:
pertanggungjawaban itu sudah semestinya karena keuntungan-keuntungan yang dapat
diharapkan oleh sekutu baru.
Selanjutnya sebagaimana
pula halnya dengan tanggung jawab sekutu yang keluar terhadap utang-utang firma
yang belum sempurna dilunasi pada saat dia keluar, berkaitan dengan ini Van
Ophuijsen yang mendapat dukungan dari Polak berpendapat bahwa sekutu yang sudah
keluar tetap bertanggung jawab terhadap utang-utang firma yang belum sempurna
dilunasi saat dia keluar sebagai sekutu, makalahadedidikirawankarena tanggung jawab itu tidak dapat
ditiadakan dengaan perbuatan sepihak dari sekutu bersangkutan dengan cara
keluar dari firma.[42]
7.
Tanggung Jawab
Para Partner dalam Firma
Terhadap setiap tindakan yang dilakukan untuk dan atas
nama firma, maka yang bertanggung jawab secara hukum adalah para persero itu
secara renteng untuk seluruh hutang (jointly
and severally) dari firma tersebut, tanpa melihat siapakah di antara
persero tersebut yang secara riil melakukan tindakan tersebut. Ini adalah wajar
mengingat suatu firma bukanlah suatu badan hukum, sehingga tidak ada kekayaan
yang khusus disisihkan untuk berbisnis, tetapi harta yang makalahadedidikirawan dipergunakan untuk
berbisnis adalah harta pribadi para persero tersebut.[43]
8.
Hubungan Hukum dan Tanggung Jawab.
Sekutu yang ditunjuk
atau diberi kuasa untuk menjalankan tugas pengurus ditentukan dalam anggaran
dasar (akta pendirian) firma. Jika belum ditentukan pengurus harus ditentukan
dalam akta tersendiri dan didaftarkan di kepanitraan pengadilan negeri setempat
serta diumumkan Tambahan Berita Negara. Hal ini penting supaya pihak ketiga
dapat mengetahui siapa yang menjadi pengurus yang berhubungan dengannya.[44]
Dalam anggaran dasar
atau akta penetapan pengurus ditentukan juga bahwa pengurus berhak bertindak
keluar atas nama firma (Pasal 17 KUHD). Jika tidak ada ketentuan, makalahadedidikirawansetiap sekutu
dapat mewakili firma yang mengikat juga para sekutu lain sepanjang mengenai
perbuatan bagi kepentingan firma (Pasal 18 KUHD). Akan tetapi, kekuasaan
tertinggi dalam firma ada di tangan makalahadedidikirawansemua sekutu. Mereka memutuskan segala
masalah dengan musyawarah berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam anggaran
dasar firma.[45]
Hubungan hukum kedalam (internal) antara
sesama sekutu firma meliputi butir-butir yang ditentukan berikut ini:[46]
a.
Semua sekutu
memutuskan dan menetapkan dalam anggaran dasar sekutu yang ditunjuk sebagai
pengurus firma
b.
Semua sekutu berhak
melihat atau mengontrol pembukuan firma (Pasal 12 KUHD).
c.
Semua sekutu
memberikan persetujuan jika firma menambah sekutu baru (pasal 1641KUHPerdata).
d.
Penggantian kedudukan
sekutu dapat diperkenankan jika diatur dalam anggaran dasar.
e.
Seorang sekutu dapat
menggugat firma apabila ia berposisi sebagai kreditor firma dan pemenuhannya
disediakan dari kas firma.
Hubungan hukum keluar (eksternal) antara
sekutu firma pihak ketiga meliputi butir-butir yang ditentukan berikut ini:[47]
a.
Sekutu yang sudah
keluar secara sah masih dapat dituntutmakalahadedidikirawan oleh pihak ketiga atas dasar perjanjian
yang belum dilunasi pembayarannya (Arrest
Hoog grechtshof 20 Februari 1930)
b.
Setiap sekutu wenang
mengadakan perikatan dengan pihak ketiga bagi kepentingan firma, kecuali jika
sekutu itu dikeluarkan dari kewenangannya (Pasal 17 KUHD).
c.
Setiap sekutu
bertanggung jawab secara pribadi atas semua perikatan firma, yang dibuat oleh
sekutu lain, termasuk juga perikatan karena perbuatan melawan hukum (Pasal 18
KUHD).
d.
Apabila seseorang
sekutu menolak penagihan dengan alasan firma tidak ada karena tidak ada akta
pendirian, pihak ketiga itu dapat membuktikan adanya firma dengan segala macammakalahadedidikirawan
alat pembuktian (Pasal 22 KUHD)
Menurut van OpHuijsen (1936), seorang
notaris di Batavia tanggung jawab para sekutu terhadap pihak ketiga tidak dilaksanakan
secara langsung. Artinya segala utang firma dipenuhi lebih dahulu dari uang kas
firma. Apabila uang kas tidak mencukupi, barulah diberlakukan Pasal 18 KUHD
bahwa makalahadedidikirawankekayaan pribadi masing-masing sekutu dipertanggungjawabkan sampai utang
terpenuhi semuanya. Demikianlah hasil penelitian yang dilakukan oleh van
Ophuijsen terhadap praktik firma.
9.
Berakhirnya Firma.
Firma berakhir apabila
jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar (akta pendirian) telah
berakhir. Firma juga dapat bubar sebelum berakhir jangka waktu yang ditetapkan
dalam anggaran dasar akibat pengunduran diri atau pemberhentian sekutu (Pasal
26 dan Pasal 31 KUHD). Pembubaran firma harus dilakukan dengan akta otentik
yang dibuat dimuka notaris, didaftarkan dikepanitraan pengadilan negeri
setempat, dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara. Kelalaian pendaftaran dan
pengumuman ini mengakibatkan tidak berlakunya pembubaran firma, pengunduran
makalahadedidikirawandiri, pemberhentian sekutu, atau perubahan anggaran dasar terhadap pihak ketiga
(Pasal 31 KUHD).[48]
Setiap pembubaran firma
memerlukan pemberesan. Untuk pemberesan tersebut, firma yang sudah bubar itu
masih tetap ada (Pasal 32, Pasal 34 KUHD). Menurut ketentuan Pasal 32 KUHD yang
bertugas melakukan pemberesan adalah mereka yang ditetapkan dalam anggaran
dasar. Apabila dalam anggaran dasar tidak ditentukan, sekutu pengurus harus
membereskan atas nama firma, akan tetapi, jika sekutu-sekutu dengan suarau terbanyak
menunjuk sekutu yang bukan pengurus untuk melakukan pemberesan, sekutu inilah
yang bertugas melakukan pemberesan. Apabila suara terbanyak tidak tercapai,
makalahadedidikirawanpengadilan negeri menetapkan pihak pemberesnya. Hubungan hukum antara para
sekutu dan pemberes adalah hhubungan pemberian kuasa.[49]
Tugas pemberes adalah
menyelsaikan semua utang firma dengan menggunakan uang kas. Jika masih ada
saldo, saldo itu dibagi di antara para sekutu. Jika ada kekurangan, kekurangan
itu harus dipenuhi dari kekayaan pribadi para sekutu. Jika ada kekayaan berupa
barang, pembagian barang itu dilakukan seperti pembagian warisan (Pasal 1652
KUHPerdata).[50]
10.
Firma Tidak Dapat Dipailitkan
Yang dapat dipailitkan
hanya perorangan (naturlijke, persoon,
natural person) dan badan hukum (rechtspersoon,
legal person). Sedang firma bukan perorangan dan juga badan hukum:[51] Oleh
karena itu, persekutuan firmanyamakalahadedidikirawan sendiri tidak dapat dipailitkan, baik pailit
melalui permohonan sendiri (voluntary
petition),
C. Perseroan Terbatas (PT)
1.
Pengertian Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas (Limited Liability Company,Naamloze
Vennootschap) adalah bentuk yang populer dari semua bentuk usaha bisnis.
Yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas (PT) menurut hukum Indonesia adalah
suatu badan hukum yang merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan
perjanjian antara dua orang atau lebih, untuk melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham-saham. Suatu Perseroan Terbatas
(PT) biasanya dengan mudah dikenali dalam praktek, yakni dengan membaca
singkatan PT didepanmakalahadedidikirawan namanya misalnya PT Cantik
Indah Bagus.[52]
Dahulu, tentang
Perseroan Terbatas (PT) ini diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, akan tetapi, ketentuan tentang perseroan
terbatas dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang tersebut kemudian tidak berlaku lagi setelah adanya Undang-Undang
Perseroan terbatas makalahadedidikirawanyang merupakan undang-undang yang khusus mengatur tentang
Perseroan Terbatas tersebut. Disamping itu, apabila Perseroan Terbatas (PT) tersebut merupakan perusahaan publik atau perusahaan
yang telah go public, maka
terhadapnya berlaku juga Undang –Undang Pasar Modal dan peraturan
pelaksanaannnya.[53]
Jika perseroan terbatas
tersebut merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka terhadapnya berlaku
pula berbagai aturan yang khusus mengatur tentang BUMN tersebut. Dan apabila
perseroan terbatas tersebut berupa perusahaan yang makalahadedidikirawandidalamnya ada modal asing
atau yang disebut dengan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA), maka berbagai
peraturan perundang-undangan tentang penanaman modal asing berlaku pula
terhadapnya.[54]
Secara normatif pengertian perseroan
terbatas (PT) dijabarkan dalam Pasal 1 butir 1 UUPT yang mengemukakan:[55]
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya
disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha denagan makalahadedidikirawanmodal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”
Dari pengertian PT
sebagaimana yang dijabarkan diatas,
dapat diketahui bahwa PT sebagai kumpulan modal. Modal dibagi dalam bentuk
saham. Oleh karena itu siapa yang menguasai makalahadedidikirawansaham paling banyak dalam suatu PT,
dialah yang menentukan kebijakan PT, kebijakan bisa ditentukan lewat keputusan
direksi komisaris, dan ataupun lewat keputusan Rapat Umum Pemegang Saham.[56]
2.
Dasar Hukum Perseroan Terbatas
Landasan yuridis
keberadaan Perseroan Terbatas (PT) sebagai badan usaha diatur dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106 tanggal 16 Agustus 2007, dan tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia 4756 (untuk selanjutnya disebut UUPT).
Sebelum munculnya UUPT, landasan yuridis keberadaan PT sebagai badan usaha
mengacu pada kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). makalahadedidikirawanPengaturan PT dalam KUHD
dijabarkan dalam Pasal 36-56. Untuk pembahasan selanjutnya tentang PT sebagai
badan usaha difokuskan pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.[57]
Dalam KUHD, tidak satu
pasal pun yang menyatakan perseroan terbatas sebagai badan hukum. Pernyataan
perseroan terbatas sebagai badan hukum baru ditemukan dalam rumusan pengertian
perseroan terbatas yang diatur dalam Pasal 1 butir (1) UUPT 1995. Demikian
makalahadedidikirawanjuga, hal yang sama diatur dalam ketentuan Pasal 1 butir (7) UUPT 2007. Dengan
demikian, sebagai badan hukum jelas bahwa Perseroan Terbatas (PT) merupakan
pendukung hak dan kewajiban atau subjek hukum.[58]
Badan hukum menurut
Meijers adalah sesuatu yang menjadi pendukung hak dan kewajiban, menurutnya badan
hukum itu merupakan suatu realitas atau kenyataan yuridis (yuridische realiteit), konkret, dan riil, walaupun tidak bisa
diraba. Sedangkan Wirjono Prodjodikoromengatakan bahwa badan hukum sebagai
badan disamping manusia perseorangan yang dianggap dapat bertindak dalam hukum
dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan perhubungan hukum terhadap
orang lain atau badan lain[59]
Sebagai sebuah badan
hukum, Perseroan Terbatas (PT) telah memenuhi unsur-unsur sebagai badan hukum
sebagaimana telah diatur dalam UUPT. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:[60]
a.
Memiliki pengurus dan
organisasi teratur
b.
Dapat melakukan
perbuatan hukum (recht handeling) dalam
hubungan-hubungan hukum (recht
betrekking) termasuk dalam hal ini bisa digugat atau menggugat didepan pengadilan
c.
Mempunyai harta
kekayaan sendiri
d.
Mempunyai hak dan
kewajiban
e.
Memiliki tujuan
sendiri
Menurut Pasal 7 Ayat (6) jo.pasal 9 UUPT 1995 atau Pasal 7 Ayat
(4) jo.Pasal 9 (1) UUPT 2007,
menyatakan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal
diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan
(Mentri Kehakiman bagi UUPT 1995 dan Mentri Hukum dan HAM bagi UUPT 2007).
Ketentuan yang makalahadedidikirawansama (tetapi tidak memiliki makna yang sama) ditemukan dalam
Pasal 36 Ayat (2) KUHD yang menyatakan: “sebelum suatu perseroan terbatas bisa
berdiri dengan sah (sebagai badan hukum), maka akta pendiriannya atau naskah
dari akta tersebut harus disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri Kehakiman
untuk mendapat pengesahannya”.[61]
Dari bunyi Pasal 36
Ayat 2 KUHD diatas, jelas bahwa pengesahan itu diperlukan agar PT dinyatakan
sah berdiri, bukan dinyatakan sah sebagai badan hukum. Sebagian besar penulis
berpendapat bahwa ketentuan tentang
pengesahan PT sebagai badan hukum ditafsirkan dari bunyi Pasal 38 (2) dan Pasal
39 KUHD, bahwa sebuah PT dinyatakan sah sebagai badan hukum apabila telah
diumumkan dalam Berita Negara. Selama pengumuman (demikian juga pendaftaran)
belum makalahadedidikirawandilakukan, maka seluruh pengurusnya bertanggung jawab untuk seluruhnya
atas tindakan mereka terhadap pihak ke tiga. Kalaupun memang harus demikian
tafsirnya, tetap saja ada perbedaan antara ketentuan KUHD dengan ketentuan
dalam UUPT. Ketentuan KUHD menentukan bahwa status badan hukum perseroan
diperoleh sejak diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia sedangkan
menurut UUPT, status badan hukum PT diperoleh sejak dikeluarkannya Keputusan
Menteri makalahadedidikirawantentang pengesahan badan hukum PT. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa KUHD lebih menekankan pada asas publisitas sedangkan UUPT menekankan pada
asas pengesahan.[62]
3.
Pendirian Perseroan Terbatas
Karena sistem hukum Indonesia
menganggap dasar dari Perseroan Terbatas (PT) sebagai suatu perjanjian,
maka pendirian Perseroan Terbatas (PT) haruslah
dilakukan minimal dua orang pendiri, sehingga pemegang saham dari Perseroan Terbatas
(PT) pun minimal haruslah berjumlah dua orang. Proses pendirian Perseroan Terbatas
(PT) pada prinsipnya terdiri dari 4 (empat) tahap sebagai berikut:[63]
a.
Tahap Akta Notaris
Tahap akta notaris ini
merupakan tahap awal dalam proses pendirian suatu Perseroan Terbatas (PT). Akta
notaris tersebut diperlukan untuk merumuskan akta pendirian makalahadedidikirawanperseroan yang
didalamnya terdapat anggaran dasar perseroan tersebut. Pada saat proses
pendirian didepan notaris ini, maka maksimal 25% (dua puluh lima persen) dari
modal dasar harus sudah ditempatkan dan disetor. Disamping itu, pada saat
tersebut nama perseroan terbatas yang definitif sudah harus ada, yang berarti
sebelumnya nama perseroan terbatas tersebut harus sebagai cadangan terlebih
dahulu dari departemen kehakiman. Mulai tahap akta notaris ini, pihak penndiri
sudah mulai boleh berbisnis dengan mengatasnamakan perusahaan, tetapi karena
badan hukumnyamakalahadedidikirawan belum terbentuk, maka yang bertanggung jawab kepada pihak ketiga
atas kegiatan perseroan tersebut adalah pribadi para pendiri, keuali nantinya
setelah badan hukum terbentuk, tindakan hukum para pendiri tersebut
diratifikasi oleh perseroan sehingga tanggung jawab hukumnya diambil alih
oleh pihak perusahaan.[64]
b.
Tahap Pengesahan
Akta pendirian
Perseroan Terbatas (PT) yang dibuat oleh notaris tersebut, yang didalamnya
terdapat anggaran dasar, haruslah diajukan kepada Menteri Hukum untuk
mendapatkan pengesahannya. Sejak disahkannya anggaran dasar tersebut, maka
perusahaan telah mendapat statusnya sebagai suatu badan hukum dan jika sejak
saat ini ada tiindakan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama perseroan, maka
hal tersebut bukan lagi menjadi makalahadedidikirawantanggung jawab pihak pendiri, melainkan sudah
merupakan tanggung jawab para direksinya.[65]
c.
Tahap Pendaftaran
dalam Daftar perusahaan
Setelah anggaran dasar
perusahaan disahkan oleh yang berwenang, maka perusahaan tersebut mesti
didaftarkan dalam daftar perusahaan, yakni suatu daftar yang khusus disediakan
untuk itu.[66]
d.
Tahap Pengumuman dalam
Tambahan Negara
Pengumuman dalam
Tambahan Berita Negara merupakan tahap terakhir dalam proses pendirian suatu
Perseroan Terbatas (PT). Hal ini dilakukan untuk memenuhi unsur keterbukaan
kepada masyarakat bahwa suatu Perseroan Terbatas (PT) dengan nama tertentu
serta maksud dan tujuan tertentu sudah didirikan. Setelah proses pendaftran
dalam daftar perusahaan makalahadedidikirawandan pengumuman dalam berita negara, maka sejak saat
itu, perusahaan sebagai badan hukum telah sempurna berdiri, sehingga sejak saat
tersebut, setiap tindakan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama perusahaan
pada prinsipnya akan menjadi tanggung jawab perusahaan sepenuhnya.[67]
Menurut Sentosa Sembiring syarat
pendirian perseroan terbatas di bagi dua yaitu:[68]
a.
Syarat Formal
Yang dimaksud syarat
formal disini adalah untuk mendirikan badan usaha PT harus memenuhi syarat
formalitas yang ditentukan dalam UUPT jelasnya, dalam Pasal 7 Ayat (1) UUPT
dikemukakan :[69]
“perseroan didirikan
oleh 2 orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahsa Indonesia.”
Untuk itu, jika suatu
PT tidak didirikan dengan akta notaris, secara yuridis formal tidak sah. Hal
lain yang menarik untuk dikaji lebih dalam dari apa yang dijelaskan dalam pasal
ini, yakni pendirian PT, paling tidak harus ada dua orang. Hal ini tampaknya
ada kaitannya dengan pengertian PT, seperti yang telah dikutip diatas, yakni
suatu perjanjian. Sebagaimana diketahui untuk membuat suatu perjanjian harus
ada dua pihak makalahadedidikirawanatau lebih saling mengikatkan diri. Oleh karena itu. Sebagai
konsekuensi logis pendirian PT sebagai suatu perjanjian harus ada paling tidak
dua orang.
Selanjutnya
dalam Pasal 7 Ayat (2) UUPT disebutkan:[70]
“Setiap pendiri
perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan.”
Sebagai bukti bahwa
pendiri telah mengambil bagian saham, nama pengambil saham dicatat dalam Daftar
Buku Pemegang Saham.
b.
Syarat Materiil
Yang dimaksud syarat
materiil dalam pendirian PT adalah modal. Artinya, bagaimana wujud modal dalam
PT , berapa harus ada modal jika ingin mendirikan PT. Dalam UUPT masalah modal
telah dijabarkan secara rinci. Jelasnya, dalam Pasal 31 UUPT dikemukakan:[71]
1). Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.
2). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak
menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal mengatur
modal perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal.
Dari ketentuan diatas dapat diketahui
modal saham PT dibagi dalam pecahan saham dengan nilai nominal tertentu.
Sedangkan jumlah minimal moodal yang harus ada jika mendirikan PT, dijelaskan
dalam Pasal 32 UUPT sebagai berikut:[72]
(1)
Modal dasar perseroan
paling sedikit Rp 50. 000.000 (lima puluh juta ruupiah) makalahadedidikirawan
(2)
Undang-undang yang
mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal
perseroan yang lebih besar dari pada ketentuan modal dasar sebagimana dimaksud pada Ayat (1)
(3)
Perubahan besarnya
modal dasar sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.
Selanjutnya dalam Pasal 33 UUPT
disebutkan :[73]
(1)
Paling sedikit 25%
(dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
harus ditempatkan dan disetor penuh
(2)
Modal ditempatkan dan
disetor penuh sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dibuktikan dengan bukti
penyetoran yang sah
(3)
Pengeluaran saham
lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkan
harus disetor penuh.
Jika semua persyaratan, baik formal
maupun materiil telah dipenuhi oleh para pendiri PT, selanjutnya yang harus
dilakukan untuk mendapatkan status badan hukum PT adalah mengajukan permohonan
pengesahan akta pendirian PT. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 9 UUPT, yaitu
sebagai berikut:[74]
(1)
Untuk memperoleh
keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum makalahadedidikirawanperseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (4), pendiri bersama-sama mengajukan permohonan
melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara
elektronik kepada menteri dengan mengisi format isian yang memuat
sekurang-kurangnya:
a.
Nama dan tempat
kedudukan peseroan
b.
Jangka waktu
berdirinya perseroan
c.
Maksud dan tujuan
serta kegiatan usaha perseroan
d.
Jumlah modal dasar,
modal ditempatkan, dan modal disetor;
e.
Alamat lengkap
perseroan
(2)
Pengisian format lain
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus didahului dengan pengajuan nama
perseroan
(3)
Dalam hal pendiri
tidak mengajukan sendiri permohonan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat
(2), pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris
(4)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pengajuan dan
pemakaian nama perseroan diatur dengan peraturan pemerintah.
Jika PT sudah menjadi badan hukum,
keberadaan PT dalam lalu lintas hukum diakui sebagai subjek hukum, artinya PT
dapat menuntut dan dituntut di muka pengadilan (persona Standi Injuddicio).[75]
Dalam hal ini, menarik
untuk dicermati Putusan Mahkamah Agung makalahadedidikirawanRepublik Indonesia Nomor 297/K/Sip/1974
tanggal 12 Januari 1974 mengemukakan
bahwa belum diumumkannya PT dalam berita negara, tidaklah berarti bahwa PT
belum merupakan badan hukum, tetapi pertanggung jawabannya terhadap pihak
ketiga adalah sama seperti Pasal 39 KUHD dan hal ini tidaklah mempunyai akibat hukum bahwa PT tersebut
tidak mempunyai Persona Standi in
Judicto.[76]
Badan hukum PT dalam
melakukan aktivitasnya diwakili oleh pengurusnya. Inilah makalahadedidikirawankarakteristik PT
sebagai subjek hukum. Oleh karena itu, untuk mengetahui jati diri PT sebagai
badan usaha, apakah sudah berstatus sebagai badan hukum positif bagi PT dan
pihak yang mengadakan kontak dengan PT.[77]
4. Pendaftaran dan Pengumuman
Keharusan mendaftarkan
dan mengumumkan pada masing-masing daftar perseroan dan pada tambahan Berita
Negara adalah wajar untuk memenuhi azas publisitas ini, pihak ketiga menjadi
terikat dengan apa yang ditentukan dalam akta pendirian termasuk Anggaran Dasar
Perseroan Terbatas. Karena semua pihak (masyarakat umum) yang tidak ikut di
dalam pembuatan akta pendirian PT ini dapat mengetahui apakah perihal PT ini,
sebab pendaftaran di daftar Perseroan yang terbuka untuk umum dan pengumuman
dalam tambahan Berita Negara bertujuan agar diketahui oleh masyarakat umum,
seperti dicantumkan dalam setiap Pasal akhir pada produk makalahadedidikirawanperundang-undangan,
bahwa “Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.”[78]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar