DMCA.com Protection Status Selamat Datang Di Catatan dan Tugas kuliah S1/S2 Fak.Hukum: HUKUM PIDANA Part 1 : Pasal 1 ayat (2) KUHP, Waktu Terjadinya TIndak Pidana/ lex tempus delicti, PERBUATAN PIDANA (tindak pidana, Pertanggungjawaban Pidana).

Kamis, 28 September 2017

HUKUM PIDANA Part 1 : Pasal 1 ayat (2) KUHP, Waktu Terjadinya TIndak Pidana/ lex tempus delicti, PERBUATAN PIDANA (tindak pidana, Pertanggungjawaban Pidana).



Perundang-undangan harus ada sebelum perbutan dilakukan. Dengan rasio dasar pemikiran dari pembentuk UU :
a.       Untuk kepastian hokum dan mengantisipasi perbuatan sewenang-wenang dari penguasa
b.      Adanya UU yang mencantumkan sanksi pidana dimaksudkan pula untuk mencegah terjadinya kejahatan, ini berhubungan dengan teori an selm van feurbach (Jerman) atau teori paksaan piskis , dalam moeljatno disebut pengereman batin. Ini pun berhubungancttnkulhukumadedidikirawan dengan politik hokum pidana pembentuk UU.
Psl 1 ayat (2) KUHP:
Apabila terjadi perubahan UU setelah terjadiprbuatan dilakukan maka terhadap terdakwa haruslah dikenakan ketentuan yang paling menguntungkan. Keuntungan disini bias UU yang lama atau bias juga UU yang baru pada waktu ia diadili. Hal ini berhubungan dengan hokum transito/hokum peralihan karena dalam kasus tersebut UU yang lama lebih menguntungkan maka lalu dikatakan disini berlaku asas retro aktif. Mengenai masalah pasal 1 ayat 2 KUHP ini ternyata tidak semua sarjana mensetujuinya ada yang menentang dan ada pula yang menyarankan cttnkulhukumadedidikirawanagar pasal 1 ayat 2 KUHP tersebut ditiadakan saja karena dalam praktiknya menimbulkan ketidakadilan menurut Hazeurinkel Suringa. Kalau dibandingkan ketentuan pasal 1 KUHP dengan inggris, maka inggris tidak mengenal rumusan seperti KUHP tersebut, sehingga kalau ada perubahan maka UU yang dipakai adalah tetap yang lama dengan alas an demi kepastian hokum lain halnya dengan sewedia kalau ada perubahan UU yang dipakai adalah yang baru dengan alas an UU baru sifatnya lebih baik dair pada yang lama. Walaupun psl 1 ayat 2 KUHP memunculkan banyak teori namun yang dipakai dalam praktiknya adalah teori yang lebih menguntungkan terdakwa kcuali yaitu apabila suatu peraturan cttnkulhukumadedidikirawanyang dibuat oleh pembenuk UU hanya berlaku untuk masa temporer saja maka disini bukanlah perubahan PerUUan (perubahan UU yang bersifat temporer bukan temasuk pengerian perubahan dalam pasal 1 ayat 2 KUHP).
Waktu Terjadinya TIndak Pidana/ lex tempus delicti.
Locus delicti, diatur dalam pasal 2 s/d 9 KUHP. Penting dipelajari karena berhubungan dengan hal-hal:
1.       Apakah perundang-undangan kita berlaku untuk WNI yang melakukan tindak pidana di luar negeri.
2.       Kejaksaan ngeri mana dan pengadilan negeri mana yang berhak menutut dan mengadili seseorangcttnkulhukumadedidikirawan.
Dikenal dengan adanya beberpa asas-asas :
1.       Asas territorial, artinya KUHP berlku untuk setiap orang baik ia WNI maupun WNA yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah territorial RI. Pasal 2 KUHP: untuk terjadinya tindak pidana di wilayah RI tidak perlu selalu pelaku ada di wilayah RI bias juga diwilayah asing tapi korban berada diwilayah RI maka ia dinyatakan bersalah melakukan kejahatan diwilayah territorial RI. Kemudian Psl 2 KUHP ini diperluas dengan adanya Psl3 KUHP : ini berlaku untuk WNA melakukan kejahatan di atas cttnkulhukumadedidikirawankapal RI (dulu kapal itu hanya di air sedangkan sekarang termasuk di udara).
2.        Asas personal asas nasionalaktif, Psl 5 KUHP : KUHP Indonesia berlaku untuk warga Negara yang melakukan kejahatan di luar negeri. Psl 5 ini dibatasi oleh psl 6 yang menyatakan perbuatan dilakukan menurut hokum Indonesia dinyatakan sebagai kejahatancttnkulhukumadedidikirawan sdangkan diluar negeri tempat perbuatan itu dilakukan dinyatakan sebagai dapat dipidana.
3.       Asas nasional pasif, asas ini disebut juga dengan asas perlindungan karena bukan saja melindungi kpentingan nasional RI tapi juga kepentingan Negara asing.
4.       Asas universal, dalam asas universal ini terkandung pengertian menyelenggarakan tertib dunia.
Locus delicti menganut pula beberapa teori anatara lain:
1.       Teori perbuatan, dilkukannya aktiitas perbuatan
2.       Teori perbuatan diluaskan dengan alat disini  dilihat tempat alat bekerja.
3.       Teori akibat; tempat akibat itu terjadicttnkulhukumadedidikirawan.
PERBUATAN PIDANA
ADA tiga inti perbuatan pidana anatara lain: tindak pidana, pertanggungjawaban, pidana dan pmidanaan.
Tindak Pidana / Strafbaar feit
Pengertian dari tindak pidana menurut dualistis adalah tindak pidana tidak mencakup pertanggungjawaban pidana. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang tidak boleh dilakukan dan kepada yang melanggar dikenkan sanksi. Tindak pidana ini mrupakan pengertian yuridis sifatnya dapat dippidana beda dengan perbuatan jahat kalau perbuatan jahat merupakan cttnkulhukumadedidikirawanperbuatan dalam kimonologis sifatnya patut dipidana karena perbuatan tersebut belum diatur dalam UU tetapi masyarakat mencelanya. Yuridis : UU melarang masyarakat mencela. Kriminologis: UU tidak melarang masyarakat mencela. Tindak ppidana /strafbaar feit memiliki unsure-unsur :
1.       Unsure objektif yaitu unsure yang tidak mlekat pada diri pelakunya, bias terdiri dari perbuatan akibat sifat melawan hokum syarat tambahan untuk mempidana seseorang dalam hal yang memberatkan dari tindak pidana
2.        Unsure subjektif yaitu unsure yang melekat pada diri orang yang berbuat misalnya sengaja,niat, sepatutnya menduga,lalai, cttnkulhukumadedidikirawanmaksud alpa, mengetahui.
Tindak pidana dirumuskan dalam UU cara merumuskan UU :
1.       Hanya menyebutkan norma-norma saja tanpa menyebutkan nama tindak pidana.
2.       Hanya menyatakannama tindak pidananya saja tanpa unsure-unsurcttnkulhukumadedidikirawan
Yang paling banyak dipakai adalah disamping mencantumkan unsure-unsure sekaligus kualifikasi nama dari tindak pidana diluar KUHP dalam perUUan pidana khusus norma dan sannksi dipisah tetap berlakucttnkulhukumadedidikirawan berdasarkan asas leglitas pasal 1 ayat 1 KUHP. Tindak pidana memiliki unsure:
1.       Perbuatan manusia
2.       Perbuatan tersebut harus memenuhi rumusan delik
3.       Bersifat melawan hokum formil dan materiilcttnkulhukumadedidikirawan
Ketiga ini merupakan bagian inti dari delik . ada pula yang berpendapat bahwa perbuatan pidana memiliki unsure ke 4 yaitu tidak ada alas an pembbenar. Ada 3 pandangan atas perbuatan pidana ini:
1.       Prof. Moeljatno; setiap perbbuatan pidana harus ada sifat melawan hokum, sifat melawan hokum ini merupakan sifat yang mutlak harus ada bila tak ada unsure ini maka putusannya bebas. Jika tindak pidana terbukti kesalahan/pertanggungjawaban tak ada maka putusannya adalah lepas. Tindak pidana sifat melawan hokum tak terbukti maka jelascttnkulhukumadedidikirawan putusannya adalah bebas.
2.       Prof. Vrij; apabila unsure-unsur itu/syarat dalam tindak pidana dirumuskan maka ini disebut bagian inti delik, dan apabila bagian inti delik ini tidak terubukti maka putusannya harus berbunyi dibebaskan. Sedangkan unsure-unsur tercantum di luar rumusan delik misalnya asas-asas umum atau masalah kesalahancttnkulhukumadedidikirawan dan unsure ini tidak terbukti putusannya berbunyi dilepaska. Menurut Prof. Vrij terdapat:
a.       Inti (betendelen) bila ada dalam rumusan delik
b.      Unsure (elemen) bila tidak termuat dalam rumusan delik
Sdangkan yang dianut oleh kita bahwa (a) dan (b) menurut Prof. Vrij diatas adalah merupaakan unsure delik. Bagian inti delik tidak terbukti maka putusannya adalah bebas. Sedangkan apabila sifat melawan hokum bukan merupakan inti delik karena tidak dirumuskan dalam delik sedangkan sifat melawan hokum tersebut tidak terbukti maka putusannya adalah lepas. Karena sifat melawan hokum disini bukanlah inti delik hal ini sangat cttnkulhukumadedidikirawanbertentangan dengan pandangan Prof Moeljatno bahwa sifat melawan hokum adalah mutlak jadi putusanbebas diberikan apabila unsure sifat melawan hokum ini tak terbukti.
3.       Mahkamah Agung; apabila seseorang yang melakukan tindk pidana tidak terbukti perbuatannya artinya perbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan yang dibenarkan secara melawan hokum maka putusannya berbunyi dilepaskaan sebaliknya apabila perbuatan tersebut terbukti sebagai tindak pidana namun perbuatan tersebut dapatdipertanggungawabkan artinya orang tersebut tidak mempunyai kesalahan maka putusannya berbunyi dibebskan. Perbuatan melawan hokum terbukti namun cttnkulhukumadedidikirawanada alas an pembenar mka putusannya adalah lepas. Perbuatan terbukti tapi tak mempunyai unsure kesalahan pertanggungjawaban maka putusannya bebas. Hal ini bertentangan dengan pandangan Moeljatno dimana putusan bebas hanya diberikan apabila tidak ada unusr sifat melawan hokum sedangkan menurut pandangan MA di atas bahwa perbuatan terbukti berarti sudah mengandung unsure sifat melawan hokum namun karena tidak cttnkulhukumadedidikirawanmengandung unsure kesalahan maka putusannya bebas.
Dari tiga pandangan tesebut berpengaruh pada putusan :
1.       Bebas (vrijsprach) Psl 191 (1) KUHAP
2.       Lepas dari segala tuntutan hokum (onslag van alle rectuer volging) Psl 191 (2) KUHAP
Sebagai subjek hokum tindak pidaa dalam KUHP menganut subjek hokum berupa orang manusia sedangkan diluar KUHP menganut lebih dari satu subjek hokum tegas nya orang atau korporasi/ badan hokum dalam KUHP psl 59 mengatakan ttg badan hokum namun apa yang disebut dengan pasal tersebut hanya fictive saja seakan-akan badan hokum itu subjek saja ini dapat dilihat lebih lanjut menurut psl tersebut karena ternyatacttnkulhukumadedidikirawan yang mempertanggungjawabkan adalah pengurus badan hokum tersebut. Dalam RUU KUHP ternyata subjek hokum pidana di samping orang jugabadan huku,m. dianutnya orang sebagai subjek hokum dalam menganut ajaran kesalahan pribadi seseorang artinya hanya orang yang bersangkutan saja yang harus mmpertanggungjawabkan karena itu disini dalam pembuktiannya berlakulah ajaran kesalahan cttnkulhukumadedidikirawanpertanggungjawaban. Jenis tindak pidana antara lain:
1.       Rechtdelicten- mala perse (kejahatan) Sifat: krimilogis
2.       Wwetsdelicten- mala qua prohibits (pelanggaran), sifat: yuridis.
Konsep rancangan UU KUHP tidak lagi membedakan antara kejahatan dengan pelnggaran. Menurut doktrin perbedan aari keduanya adalah:
1.       Kuantitas (berat ringannya ancaman)
2.       Kualitas (sifatnya)
Memorie van toelichting tidak mmberikan penjelansan tentang perbdan antara kehatan buku II dengan pelanggaran buku III. Dalam RUU KUHP hnya dua buku saja yaitu:
1.       Buku I ttg ketentuan umum
2.       Buku II ttg tindak pidana
Pelanggaran termuat dalam UU. Kejahatan ada yang termuat ada juga yang tidak termuat. Jenis tindak pidana lainnya:
1.       Delik formil; esensinya adalah perbuatan /feit menyangkut poging/ajaran percobaan.
2.       Delik materiil; esensinya adlah akibatnya menyangkut causaliteit/ajaran;hubungan sebab akibat
Dalam KUHP;
1.       Ketentuan Umum (Psl 1 – Psl 103)
2.       Kejahatan (Psl 104 – Psl 448)
3.       Pelanggaran (Psl 489 – Psl 569)
Psl 103 KUHP merupakan pasal yang sangat penting karena merupakan landaan hokum bagi terjadinya penyimpangan diluar kUHP.
Pertanggungjawaban
Hokum pidana mengacu pada orang tanpa melupakan perbuatan . pertanggungjawaban pidana dalam arti luas disebut kesalahan / ajaran kesalahan. Ia mengacu pada satu asas pokok yang sifatnya tidk tertulis /karena tidak diaturdalam UU yaitu asas tiada pidana tanpa kesalahan. Jadi dalam peradilan pidana (Indonesia Belanda) cttnkulhukumadedidikirawan mengandung asas pokok penting yaitu :
1.       Unsure asas legalitas /legaliteit
2.       Unsure kesengajaan/opzet
3.       Unsure alas an pembenar dan pemaaf
Uraian:
1.       Unsure asas legalitas . asas ini berlaku sebagai pegangan bagi polisidan jaksa sedangkan tiada pidana tanpa kesalahan dipegang oleh hakim. Didalam hokum pidana asas tidak tertulis ini dinyatakan dengan bebagai istilah hokum secara cttnkulhukumadedidikirawanbervaraiasi:
a.       Geen straf zonder schuld
b.      Nulla poena sine culpa
c.       Kerine stafre sine schuld
d.      Actus non facit reum russi mens sitrea
e.      An act does’nt make a person guilty unless the mind is guilty
Walaupun sifatnya tidak tertulis namun eksistensinya dalam peradilan pidana diakui psl 6 ayat (2) UU No.14/1970. Tak ada suatu perbutan pun yang cttnkulhukumadedidikirawandpat dipidana kecuali setelah hakim dalam persidangan meneliti bukti-bukti yang ada keyakinan bersalah.      


Tidak ada komentar:

Posting Komentar