SISTEMATIKA PERATURAN PERUUAN.
Sistematikanya meliputi:
1. Judul
2. Pembukaan
3. Batang
tubuh
4. Penutupan
5. Penjelasan
(jika perlu)
6. Lampiran
(jika perlu)
Uraian:
1. Judul.
Setaiap peraturan perUUan diberi judul. Nama peraturan perUUan dibuat secara
singkat dan harus mencerminkan isi peraturan PerUUannya.
2. Pembukaan.
Meliputi:
a.
Jabatan pembentuk peraturan perUUan “…dengan
nama tuhan yang maha esa. Presiden RI…”
b.
Konsideran, menimbang, memutus, latar belakang.
c.
Dasar hokum. Asas utama dalam membhat peraturan
perUUan adalah memperhatikan hierarki; memuat peraturan perUUan yang lebih
tinggi dari peraturan perUUan tersevbut (minimal ; UUD1945, psl 5 ayat 1 dan
psl 20). Dikenal umbrella act (UU payung). Missal ; UU No. 14/1970ttg
ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman merupakan paying bagi UU No.
5/1986 (UU NO. 5/1986 sebagai UU dengan materi khusus). Dasar hokum cttnkulhkmadedidikirawanharus
disusun berdasarkan kronologi waktu jika dasar hukumnya sudah tidak berlaku
maka suatu peraturan perUUan tetap diberlakukan sepanjang tidak bertentangan
dengan UU (aturan peralihancttnkulhkmadedidikirawan). Suatu peraturan perUUan
dapat diganti minimal dengan [eraturan perUUan yang sederajat.
d.
Memutuskan
e.
Menetapkan
f.
Nama praturan perUUan
3. Batang
Tubuh. Meliputi:
a.
Ketentuan umum. Batasan pengertian
definisi,singkatan, biasa diletakan di Bab I. ruang lingkup yang lebih dahulu.
b.
Materi pokok yang diatur: ketentuan asas dan
tujuan tidak perlu dicntumkan karena
asas-asas dan tujuan bukannorma atau kaidah hokum justru isi dari pada
pasal-pasal yang ada dalam peraturan perUUancttnkulhkmadedidikirawan harus
dijiwai asas-asas dan tujuan 9TERREFLEKSI dalam pasal-pasal.
c.
Ketentuan pidana. (JIKA perlu)
d.
Ketentuan peralihan (jika perlu). Aturan
peralihan merupakan asas dari pembentukan hokum tertulis jadi dalam hokum yang
tidak tertulis tidak ada aturan peralihan.
Alasan lahitnya aturan peralihann yaitu:
a.
Adanya suatu asas umum yang menyatakan bahwa
setiap ada hokum baru maka ia akan mengenyampingkan hokum yang lama ( untuk
menjembatanicttnkulhkmadedidikirawan antara hokum baru dengan hokum lama maka
dibuatlah aturan peralihan).
b.
Adanya suatu asas yang menyatakan bahwa dimana
ada masyarakat disitu ada hokum ubi socuietas ubi ius). Ditinjau cttnkulhkmadedidikirawandari
asas tersebut maka hokum tidak berdiri atau terbentuk pada ruang kosong. Artinya
sebelum ada UU yang baru pasti sebelum nya ada UU yang lama yang mengatur
materi yang sama.
Fungsi aturan
peralihan antara lain:
a.
Sebagai dasar hokum agar peraturan perUUan lama
tetap berlaku (nyawa baru bagi ketentuan hokum yang lama).
b.
Untuk menghindari atau meniadakan kekosongan
hokum atau peraturan perUUan . fungsi ini terutama berkaitan dengan berbagai
peraturan pelaksana atau peraturan kebijakan dari peraturan induknya.
c.
Sebagai instrument yang mengatur keadaan hokum
dari peraturan perUUan lama akibat kehadiran peraturan perUUan baru. Berfungsi
menetapkancttnkulhkmadedidikirawan kedudukan hokum dari segala keadaan yang
telah timbul.
d.
Untuk kepentingan kepastian dan perlindungan
hokum
e.
Menjamin ketertiban sebagai akibat perubahan
peraturan perUUan
Sifat aturann
peralihan pada umumnya bersifat temporer.
e. ketentuan penutup.
4. penuutupan
meliputi;
a.
rummusan perintah pengundangan dan penempatan
peraturan perUUan dalam lembar Negara (LN) RI atau berita Negara RI.
b.
Penandatnganan pengesahan atau penetapancttnkulhkmadedidikirawan
peraturan PerUUan
c.
Pengundangan atau prngumuman peratuaran perUUan
d.
Akhir bagian penutup.
5. Penjelasan
Meliputi;
a.
Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi atas
materi tertentu
b.
Penjelasan idak memuat noram atu kaidah
c.
Penjelasan tidak dapat dijadikan dasar hokum
untuk membuat peraturan peUUan yang lebih lanjut
d.
Penjelasan terbagi atas penjelasan umum dan
penjelasan pasal demi pasal.
e.
Dalam penyusunan penjelasan pasal demi pasal
harus diperhatikan agar cttnkulhkmadedidikirawanpenjelasan itu tidak;
i.
Tidak bertentangan dengan materi pokok yang
diatur dalam batang tubuh
ii.
Memperluas atau menambah norma yang ada dalam
batang tubuh
iii.
Melakukan pengulanngan atas materi pokok yang
diatur dalam batang tubuhcttnkulhkmadedidikirawan
iv.
Tidak mengulangi uraian kata istilah atau
pengertian yang telah dimuat dalam ketentuan umum.
KEWENANGAN.
Kewenagan di bagi menjadi 2:
1. Wewenang
terikat. Tidak membuat peraturan perUUan lain selain yang telah diberikan
kewenangan. Semua tertulis dalam peraturan cttnkulhkmadedidikirawanperUUan.
2. Wewenang
bebas. Contoh pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah atasannya.
Dalam kenyataannya baik yang
terikat maupun yang bebas tidak ada yang mutlak tetapi biasanya bebas terikat. Macam-macam
pendelegasian kewenangan:
1. Atribusi.
Ialah pemberian kewenangan membentuk peratuaran PerUUan yang diberikan oleh
UUD1945 atau UU kepada suatu lembaga Negara atau pemerintah. Merupakan wewenang
yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perUUan. Missal pasla 5 ayat
1UUD 1945 memberikan kewenangan kepada presiden untuk membentuk UU dengan
persetujuan DPR.
2. Delegasi.
Ialah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan perUUan yang dilakukan oleh
peraturan yang lebih rendah baik dinyatakan secara tegas maupuan tidak. Merupakan
kewenangan yang diturunkan oleh pejabat yang lebih tinggi yang memindahkan
kewenangan kepada pejabat yang lebih rendah dalam lingkungan atau instansi yang
sama missal presiden mengalihkan sebagian wewenang kepaada menteri.penerima
wewenang cttnkulhkmadedidikirawanbetanggungjawab (dan dapatbertindak sendiri) yang
member tidak berwenang lagi. Missal psl 5 ayat 2 UUD1945 memberikan kewenangan
delegasi bagi suatu PP untuk melaksankan suatu UU.
3. Mandate.
Terjadi apabila atasan menugasi bawahan untuk bertindak atas nama atasan. Karema
itu jabatan presiden sebagai mandataris MPR merupakan hal yang keliru karena
memang jika demikian maka tetaplah MPR yangbertanggungcttnkulhkmadedidikirawan
jawab. Contoh atas nama, atas beliau, dsb.
Langsung dan tidak langsung.
Berkenaan dengan pendelegasian wewenang. Perturan perUUan dapat mendelegasikan
kewenangan mengatur lebih lanjut kepada peraturan perUUan yyang lebih rendah.
Pendelegasian kewenangan harus menyebut dengan tegas; jenis peraturan perUUan
dan ruang lingkup materi yang diatur. Hindari adanya delegasi blanko missal
hal-hal yang belium cukupcttnkulhkmadedidikirawan diatur dalam UU ini diatur
lebih lanjut dengan PP (yang blanko disini adalah mrnysngkut msterinya). Pembatasan
lain; tidak boleh ada delegasi pengaturan mengenai hal-hal yang secara tegas
atau yang karenacttnkulhkmadedidikirawan sifatnya harus diatur dalam peraturan
perUUan tertentu missal; UUD, Tap MPR, maupun UU. Tidak boleh ada dua kali
pendelegasian (sub delegasi) kecuali oleh peraturan perUUan tersebut
dibolehkan. Makin banyaknya deelegasi disebabkan oleh beberapa hal;
1. Adanya
kemungkinan DPR kekurangan waktu untuk membahas dan merumuskan secara rinci
hal-hal yang perlu diatur dengan UU
2. Factor-faktor
yang bersifat teknis
3. Factor
kecepatan atau uregensi
4. Factor
elastisitas.
ASAS PERATURAN PERUUAN
Ada beberapa asas yang perlu
diperhatikan dalam pembentukan peratura perUUan yang baik ;
1. Asas-asas
formil
2. Asas-asas
materiil
Uraian:
1. Asas-asas
formil;
a.
Asas tujuan yang jelas biasanya tercantum dalam
konsideran menimbang.
b.
Asas organ atau lembaga yang tepat harus
memenuhi syarat yuridis
c.
Asas perlunya peraturan berkenaan dengan mengapacttnkulhkmadedidikirawan
suatu peraturan perUUan dikeluarkan
d.
Asas dapat dilaksanakan contoh UU NNo.14/1992
belum dapat dilaksanakan
e.
Asas kesepakatanatau consensus contoh psl 10
UUPA mengatakan bahwa ttg hak milik akan diatur dengan UU ini menunjukan
seolah-olah UU tersebut tidak tuntas padahal inicttnkulhkmadedidikirawan boleh
mngkin saja.
2. Asas-asas
materiil;
a.
Asas ttg termonilogi dan sistematika yang benar
harus konsisten tidak menimbulkan keragu-raguan
b.
Asas dapat dikenali agar dapat dikenal harus
dapat diundangkan (berlaku teori fiksi)
c.
Asas perlakuan yang asama di depam hokum
berkitan hak asasi
d.
Asas kepastian hokum sebagai tujuan peraturan
perUUancttnkulhkmadedidikirawan (bukan keadilan karena keadlan itu relative).
e.
Asas pelaksanaan huukum sesuai dengan keadaan individual
sesuai dengan syarat sosiologis.
Aasas yang harus dipenuhi bagi
berlakunya suatu peraturan perUUan antara lain harus memperhaitikan beberapa
asas antara lain;
1. Asas
peraaturan perUUan tidak berlaku surut (non retro aktif)
2. Asas
suatu peraturan PerUUan tidak dapat bertentangan dengan peraturan perUUan yang
lebih tinggi (lex superior derogaat lex inferior)
3. Asas
suatu peraturan perUUan hanya dapat diubah oleh suatu peraturan perUUan yang
leihcttnkulhkmadedidikirawan tinggi derajatnya
4. Asas
peraturan per UUan terbaru mengalahkan peraturan peruUUan terdahulu (lex
posterior derogate lex priori)
5. Asas
peraturan perUUan khusus mengenyampingkan peraturan perUUan yang umum (lex
specialis derogate lex generalis) cttnkulhkmadedidikirawan istilah UU pokpk
adalah tidak tepat melainkan yang lebih tepat adalah UU payuang merupakan
peraturan pelaksana dari UU payuang melainkan sederajat.
6. Asas
bahwa UU tidak dapat diganggu gugat berkaitan dengan pengujian terhadap
peraturan perUUan jadi kalau suatu Negara menganut judicial review maka tidak ada
asas UU tidak dapat diganggu gugat (artinya UU tidak dapat diuji) maka
keberlakuan asas ini di Indonesia perlu dipertanyakan. Sebagai contoh ini
dijumpai dalam ketentuan KUHD yang menyatkan bahwa selama terhadap KUHD ini
tidak terdapat penyimpangan cttnkulhkmadedidikirawanterhadap KUHpdt maka dalam
hal ini selain KUHpdt juga berlaku KUHD di sini terlihat adanya asas ini
aarytinya bukan berarti tidak berlaku seluruhny melainkan kelalu diadakan
pengecualian maka KUHpdt (sebagai lex generalis) tetap berlaku bagi aturan tingkah
laku dalam KUHD (sebagai cttnkulhkmadedidikirawanlex specialis)sepanjang tidak
dilakkan pengecualian oleh KUHD jadi peratauran khusus ini tetap tunduk pada
kaidah umum. Jadi adanya ketentuan
khusus ini baru dapat dilaksankan apabila memenuhi sayarat-syarat:
a.
Terletak dalam bidang hokum yang sama contoh
KUHD dan KUHpdt sama-sama bidang perdata.
b.
Harus dalam bentuk peraturan perUUan yang
sederajat.
c.
Ketentuan yang khsusu tidak boleh menyimpang
dari asas-asas hokum pada umumnya.
d.
Ketentuan yang khusus tidak bertentangan dengan
asas-asascttnkulhkmadedidikirawan hokum yang umum
e.
Ketentuan yang khusus harus secara menunjukan
kekhususnanya
JENIS PERATURAN PERUUAN.
Pengundangan adalah penempatan
peraturan perUUan tingkat pusat tertentu dalam lembaran Negara LN dan tambahan
lembaran Negara sebagai syaratsupaya mempunyai kekuatan mengikat. Lembaran Negara
adalah lembaran resmi yang dikeluarkan oleh Negara sebagai tempat yang
mengudndangkan peraturan perUUan ditingkat pusat tertentu. Tambahan lembaran Negara
adalah lembaran resmi yang dikeluarkan Negara yang berisi penjelasan dari
peraturan perUUan tingkat pusat tertentu yang dicantumkan dalam LN. pengumuman
adalah penempatan peraturan perUUan tingkat pusat yang tidakcttnkulhkmadedidikirawan
diundangkan dalam LN dan tambahan LN serta hal-hal lain yang dianggap penting
oleh umum. Berita Negara adalah lembaran resmi yang dikeluarkan oleh Negara sebagai
tempat untuk mengumumkan peraturan perUUan tingkat pusat yang tidak diumumkan
dalam LN dan tambahan LN. istilah materi muatan pertama kali diperkenalkan di
kita oleh Hamid S. Attamimi. Diterjemahkan dari het onderwerp adalah muatan
yang sesuai dengan bentuk peraturan perUUan tertentu. Belum ada kaidah (ajaran)
yang menentukan bahwa suatu hal menjadi materi muatan peraturan perUUan
tertentu tapicttnkulhkmadedidikirawan lebih bersifat asas-asas umum missal Ham
b3lum tentu harus diatur atau menjadi materi muatan UU. Jenis peraturan perUUan
yang dimaksud diantaranya:
1. UUD
2. Tap
MPR
3. UU
4. Perpu
5. PP
6. Keppres
7. Dll
Uraian:
1. UUD.
Menurut K.C. Wheare:
a.
paling
tidak harus memuat aturan-aturan umum
b.
Tidak ada bentuk konstitusi yang berlaku sama
c.
Materi muatan konstitusi berbeda sesuai dengan
bentuk negaranya (cttnkulhkmadedidikirawanfederal berbeda dengan kesatuan)
-
Menurut sri soemantri:
o
Jaminan HAM dan warga Negara
o
Ssunan ketatanegaraan suatu Negara yang bersifat
fundamental
o
Pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan
yang juga bersifat fundamental. Dalam psl 28a s/d j UUD1945 psl 28j menerapkan
psl penerobosan terhadap psl 28i. psl 28j seharusnya tidak digunakancttnkulhkmadedidikirawan
karena pembentuk UUD tidak dapat menderogasi ketentuan yang sudah ia buat
sendiri.
-
Klasifikasi UUD;
o
Written-unwritten
o
Flexible-rigid
o
Parliamentary- presidential
o
Federal-unitary
2. Ketetapan
MPR atau Tap MPR. Dasar hokum Tap MPR tidak disebutkan secara tegas dalam UUD
1945. Istilah ini mungkin dari psl 3 UUD1945 (dasar hokum Tap MPR tidak
disebuutkan secara tegas dalam UUD1945). Mulai dikenal tahun 1968 sejak siding-sidangcttnkulhkmadedidikirawan
MPRS. Kehadiran Tap MPR didasrkan pada dua hal;
a.
Ketntuan –ktentuan yang tersirt dalam uUD1945
adanya ktentuan tersirat yang sekligus mengundangkekuatan tersirat (implied
power) diakui oleh setiap seistem UUDcttnkulhkmadedidikirawan
b.
Praktik ketatanegaraan atau kebiasaaan
ketatanegaraan
Dalam praktik tredapat
berbagai macam Tap MPR missal Tap MPR ttg pemberantasan KKN, Tap MPR ttg
pemilu, dsb. Sifat Tap MPR;
a.
Pengaturan atau regulator. Missal Tap MPR ttg
tata tertib MPR. Pendapat lain bahwa Tap MPR bukan peraturan perUUan sehingga
tidak bersifat mengatur.
b.
Materinya mengikat secara langsung. Missal Tap
MPR ttg pemilu. Syarat suatu peraturan perUUan dapat mengikat secara umumataucttnkulhkmadedidikirawan
langsung adalah diundangkan sedangkan Tap MPR itu sendiri tidak diundangkan
karena itu sulit dikatkan bahwa Tap MPR dapat mengikat secara umum atau
langsung.
c.
Merupakan beschiking. Missal Tap MPR ttg
pengangkatan presiden
d.
Bersifat pernyataan (deklarasi)
e.
Perencanaan
f.
Pedoman missal Tap MPR ttg P-4.
Materi muatan
Tap MPR meliputi;
a.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang tersurat
dalam UUD 1945 putusan DPR hanya meliputi empat hal yaitu:
a.
Menetapkan UUD
b.
Menetapkan GBHN
c.
Memilih presiden dan wakilnya
d.
Menetapkan perubahan UUD
b.
Nateri muatan Tap MPR lebih tepat jika mengenai
hal-hal yang berhubungan cttnkulhkmadedidikirawandengan pembentukan susunan
tugas dan wewenang lembaga Negara
Didalam praktik
maka tap MPR dapat berisi tentang missal Tap MPR ttg pemberantasan KKN, Tap MPR
ttg pemilu. Jenis-jenis putusan Tap MPR;
a.
Ketetapan (Tap.). sifatnya mengikat ke luar dan
kedalam (bagi anggota MPR)
b.
Keputusan. Sifatnya mengikat kedalam missal keputusan
MPR ttg jadwal siding.
3. Undang-udndang
atau UU dasar hukumnya adalah psl 5 ayat 1 UUD 1945. Dibandingkan dengan
peraturan perUUan lain mka UU mempunyai materi muatan yang sangat luas. UU yang
mengatur lebih lanjut dari UUDcttnkulhkmadedidikirawan disebut UU organic. Materi
muatan UU meliputi;
a.
Materi yang menurut UUD 1945 harus diatur dengan
UU
b.
Materi yang menurut Tap MPR yang memuat GBHN di
bidang legislative harus dilaksankan dengan UU
c.
Materi yang menurut ketentuan UU ttg pokok-pokok
kekuasaan kehakiman harus lebih lanjut diatur dengan UUcttnkulhkmadedidikirawan
d.
Materi lain yang mengikat umum lainnya seperti
yang membebankan kewajiban kepada penduduk yang mengurangi kebebasan warga Negara
yang memuat keharusan dan atau larangan.
Menurut Joeniarto:
a.
Materi yang memuat UUD 1945 harus diatur dengan
UU
b.
Hal-hal yang mnurut pembentuk UU perlu diatur
dengan UU
Menurut Hamid S,
Attamimi;
a.
Yang tegas- tegas diperintahkan olehUUD 1945 dan
Tap MPR
b.
Yang mengatur lebih lanjut ktentuan UUD
c.
Yang mengatur HAM
d.
Yang mengatur hak dan kewajiban warga Negara
e.
Yang mengatur pembagian kekuasaan Negara
f.
Yang mengatur organisasi pokok lembaga tertinggi
ataucttnkulhkmadedidikirawan tinggi Negara
g.
Yang mengatur pembagian wilayah daerah atau Negara
h.
Yang mengatur siapa warga Negara dan cara
memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan
i.
Yang dinyatakan oelh suatu UU untuk diatur
dengan UU
Menurut Bagirmanan:
a.
Materi yang ditetapkan dalam UUD1945
b.
Materi yang oleh UU terdahulu akan dibentuk UU. Missal
psl 12 UU No.14/1970 menyatakan bahwa susunan,kkuasaan serta acara dari
badan-badan peradilan seperti tersebut pada psl 10 ayat 1 berdasarkan psl
tersebutmaka dibentuk UU ttg PTUN cttnkulhkmadedidikirawandan Peradilan Agama..
c.
UU dibentuk dalam rangka mencabut atau menambah
UU yang sudah ada. Hal innnnni didasarkan padaprinsip bahwa suatu praturan
perUUan hanya dapat dicabut atau diubah
oleh peraturan perUUan yangcttnkulhkmadedidikirawan sederajat atau lebih
tinggi.
d.
UU dibentuk karena menyangkut ha;l-hal dasar
HAM.hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan atau kewajiban orang banyak yang
menimbulkancttnkulhkmadedidikirawan beban terhadap anggota masyarakat missal pajak.
4. Peraturan
pengganti UU (perpu). Landasan hokum perpu adalah psl 22 UUD 1945 . dilihat
dari pengertian bentuknya sama dengan PP tetapi ada beberapa perbedaan. Praktik
ketatanegaraan menjadikan perpu sedrajat dengan UU. Perpu sederajat dengan UU
karena materi muatannya harus diatur dengan UU dalam arati sama dengan materi
muatan UU tetapi kareana ada halcttnkulhkmadedidikirawan ikhwal yang memaksa
maka materinya diatur dalam prpu. Didalam UUDS1950 dan kosnstitusi RIS 1949 perpu dikenal dengan UU darurat. Dasar wewenang
untuk mengeluarkan perpu didasrkan pada keadaan kepentingan memaksa sehingga
pesidn tadinya tidak berwenang menjadi berwenang. Apabila DPR menilaibahwa
perpu tersebut tidak didasrkan kepentingan memaksa maka perpu tersebut batal
demi hokum. Mengenai kepentingan memaksa ini makacttnkulhkmadedidikirawan
menurut Bagirmanan harus mempunyai cirri;
a.
Adanya krisis dan krisis itu terjadi apabila ada
satu gangguan yakni menimbulkan kepentingan bersifat mendadak.
b.
Mendesak (emergency) yaitu suatu keadaan yang
tidak cttnkulhkmadedidikirawandiperhitungkan sebelumnya dan menuntut suatu
tindakan segera menunggu permusyawaratan terlebih dahulu
Perpu memiliki
sifat kedaruratan hal ini dapat dilihat dari:
a.
Tata cara pembentukannya yang tidak normal
b.
Ketidaksesuaiannya antara bentuk dan isi
c.
Jangka waktu terbatas
5. Peraturan
Pemerintah (PP). dasar hukumnya adalah psl 5 ayat 2 UUD1945. Menurut ketentuan
psl ini PP adalah peraturan yang dibentuk oleh presiden untuk menjalnkan UU .
jadi tidak ada PP untuk melaksanakan UUD 1945 Tap MPR atau semata-mata
didasarkan pada kewenangan mandiri (original power). Presiden dalam membenuk
peraturan perUUan harus ada keterkaitan antara PP dan U artinya setiap
ketentuancttnkulhkmadedidikirawan dalam PP harus berkaitan dengan satu atau
beberapa ketentuanUU. Adapun kuasa UU bagi PP ;
a.
Menurut Bagirmanan;pengaturan ttg peraturan
perUUan yang lebih rendah hanya dilakukan apabila ada kuasa dari UU. Adad dasarnya
dari UU yang membolehkan diatur dengan peraturan perUUan yang lebih rendah atau
delegasicttnkulhkmadedidikirawan peraturan perUUan yang lebih rendah.
b.
Menurut Hamid S.Attamimi; PP adalah wadah yang
disediakan olh UUD1945 psl 5 ayat 2 untuk menjalankan atau mengatur lebih
lanjut suatu atau beebrapa ketentuan UU yang lebih tinggi. Pendelegasian tersebut
dapat berlangsung meski UU yang bersangkutan tidak menyeatakan dengan tegas
suatu ketentuaan pengaturab lebih lanjut dirasakancttnkulhkmadedidikirawan
perlu oleh suatu UU sudah cukup member alas an untuk pembentukan PP. menurut
Bagirmanan, delegas jelas-jelas harus dinyatakan secara tegas sedangkan menurut
Hamid S. Attamimi tidak harus secara tegas.
6. Keputusan
Presiden (keppres). UU tidak secara tegas menyebutkan peraturan tingkat rendah
yang mengatur dengan demikian presiden cttnkulhkmadedidikirawanmemilikikebebasan
untuk memilih bentuk antara PP atau keppres. Dalam hal tertentu maka presiden
harus memilih bentuk PPyaitu ;
a.
Peraturan pelaksana tersebut perlu diperkuat
dengan ancamann pidana.
b.
Materi muatan menganudng hal-hal yang menyangkut
hak dan kewajiban rakyat banyak.
Keppres yang ada
sifatnya; mengatur dan menetpkan
7. Peraturan
kebijakan. Wewenang membentuk peraturan perUUan merupakan kekuasaan yangselalu
melekat atau diletakan pada pemerintah dalam arti luas (Negara). Hanya Negara yang
dapat membuat peraturab perUUan wewenag ini tidak biascttnkulhkmadedidikirawan dialihkan.
Putusan dapat dibedakan :
a.
Putusan negarakarena putusan ini dikeluarkan
atas nama Negara (bukan atas nama jabatan)
b.
Putusan pemerintah bertindak sebagai pejabat
administrasi Negara
Mengenai pejabat
mana yang berwenang mengeluarkan putusan yang merupakan peraturan perUUan maka
:
-
Menurut Solly Lubis; yang berwenang adalah
presiden dan DPR
-
Menurut BagirManan; Negara melalui
jabatan-jabatannya missal peradilan membuat putusan dan ketetapan hakim ; MPR
mengeluarkan keputusan yang berupa ketatapan MPR yang dari sifatnya ada yang berupa
peraturan perUUan missal Tap MPR ttg tata tertibcttnkulhkmadedidikirawan
sedangkan yang bukan peraturan perUUan adalah Tap MPR ttg pengangkatan presiden
dengan wakilnya; DPR bersama presiden menetapkan UU, putusan DPR mengenai pengangkatan
calon-calon anggota BPK dan MA; prsiden mengeluarkan putusan Negara (berupa
grasi, amnesty, PPatas nama jabatan mengenai perjanjian dengan Negara lain) cttnkulhkmadedidikirawan.
Putusan MPR ; pengadilan; dPR bersama presiden merupakan putusan Negara selain
itu terdapat putusan Negara yang terdapat pada putusan pemerintah. Putusan tersebut
ada yang berbentuk peraturan perUUan ada juga yang bukan peraturan perUUan
dalam hal ini maka missal vonis; Tap MPR ttg pengangkatan pesiden dan wakilnya.
Putussan DPR ttg calon hakim aggung bukan merupakan peraturab perUUan tapi merupakan
peraturancttnkulhkmadedidikirawan kebijakan. Suatu peraturan perUUan harus
melalui rumusan dan batasan tertentu. Peraturan kebijakan adalan ketentuan atau
rules yang dibuat oleh pemerintah sebagai administrasi Negara (anya pemerintah
dalam arti sempit; eksekutif). Dalam hal ini bahkan presiden pun (jabatan
kepala Negara) tidak bisamengeluarkan kebijakan. Kewenangan mengeluarkancttnkulhkmadedidikirawan
peraturan kebijakan juga didasari asas kebebasan bertindak atau disebut freies
ermessen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar