PENDAHULUAN.
Ilmu perUUan merupakan terjemahan
dari Gesetzgebungslehre adalah suatu cabang ilmu baru yang mula-mula berkembang
di eropa barat terutama di Negara-negra yang berbahasa Jerman.
Dasar Hukum
Yaitu; Tap MPRS No. XX/MPRS/1966
tentang momerandum DPRGR meengenai sumber tata tetrib hokum RI diperbaharui
dengan Tap MPR NO III /MPR/2000 tentang sumber hokum dan tata urutan perUUan.
Peraturan perUUan dalam system UUD1945 tidak disebutkan hirarkinya oleh karena
itu dikaitkan dengan system UUD 945 harus disesuaikancttnkulhkmadedidikirawan
apakah bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak.
Pengertian.
Ilmu perUUan memiliki pengertian
yaitu:
1. Dalam
arti luas: mencakup teori perUUan dengan pemahaman kognitif
2. Dalam
arti sempit; sebagai hokum positif atau normative.
Ilmu perUUan yang akan dipelajari
yaitu ilmu PerUUan dalam arti luas. Menurut aliran positivism; tidak ada hokum
di luar UU, UU adalah astu-satunya hokum. Menurut ilmu perUUan pendapat
tersebut tidak benar, karena hokum itu tidak hanya UU saja melainkan banyak
sumber hokum cttnkulhkmadedidikirawanlainnya.
Istilah.
Selain istillah perUUan juga
dikenal:
1. Peraturan
perUUan
2. Peraturan
perundangan
3. perUUan
4. perundangancttnkulhkmadedidikirawan
5. peraturan
Negara
uraian :
1. peraturan
PerUUan. Istilah ini digunakan oleh Bagirmanan, sri soemantri, hamid S. Attamimi.
Istilah ini merupakan terjemahan dari istiah Belanda Wettelijk regeling, secara
harfiah berarti wet (UU) dan telijk (sesuai atau berdasarkancttnkulhkmadedidikirawan),
maka rtinya sesuai atau berdasarkan UU. Dalam arti teori UU dibedakan menjadi :
a.
UU dalam arti formil; adalah keputusan penguasa yang diberi nama UU
disebabkan bentuk yang menjadikan UU. Ini berdasarkan teori positivism yang
mengatakan bahwa UU adalah satu-satunya hokum
b.
UU dalam arti materiil; adalah keputusan
penguasa yang dilihat dalam segi isisnya mempunyai kekuatan mengikat umum.
Dibuat oleh pejabat pada lingkungannya. Mengandung konsekuensi bahwa hokum itu
tidak hanya uUcttnkulhkmadedidikirawan saja UU muncul harus memenuhi cirri-ciri materiil.
Hakikat UU
menurut Rosseau (kebenaran mutlak). Bahwa tujuan Negara adalah untuk menegakan
hokum dan menjamin kebebasan dari para waranegaranya dalam pengertian bahwa
kebebasan dalam batas-batas perUUan sedangkan UU disini yang berhak membuatnya
adalah takyat itu sendiri (teori kedaulatan rakyat). UUD 1945 menganutcttnkulhkmadedidikirawan
system UU materiil karena substansi dan materii yang terkandung didalamnya
memenuhi cirri-ciri undang-undang meateriil dan menganut UU dalam arti luas.
Artinya hokum tidak hanya UU saja. Solly Lubis tidak setuju dengan istilah
peraturan PerUUan dan peraturancttnkulhkmadedidikirawan Perundangankarena
istilah tersebut lebih banyak berkaitan dengan tata cara pembentukan UU atau
proses pembuatan UU.
2. Peraturan
perundangan. Istilah ini digunakan dalam Tap MPRS NO. XX/MPRS/1966. Tapi Tap
ini tiak konsekuen karena ada pasal-pasal yang juga menyebut dengan istilah
peraturan perUUan. Kelemahan dari istilah ini adalah berkaitan dengan tata cara
pembuatancttnkulhkmadedidikirawan UU. Sedang kata dasar undang (dari
perundangan) tidak mempunyai aspek yuridis.
3. perUUan.
Istilah ini lebih sempit dari istilah Peraturan Perundangan tetapi leih luas
bila disbanding dengan istilah pearturan cttnkulhkmadedidikirawanperUUan.
Dikatakan lebih sempit karena kata dasarnya adalah UU. UU yang dimaksud adalah
wettelijk regeling dalam arti formal jadi hanya berbicara ttg UU saja.
4. Perundangan.
Memiliki arti yaitu hal-hal yang berkaitan dngan UU seluk beluk UU. Perundangan
juga mencakup bentuk-bentuk selain juga sifat-sifat perUUan tetapi juga
mencakup hal-hal diluar UU misalnya keputusan, ketetapan, putusan suatucttnkulhkmadedidikirawan
ketetapan /beschiking (yang ditemukan dalam UU 1945 dan konstitusi RIS).
5. Peraturan
Negara. Istilah ini adalah istilah yang digunakan oleh Solly Lubis tapi kurang
mendapat dukungan karena istilah ini dianggap terlalu luas dapat mencakup hal-hal
yangcttnkulhkmadedidikirawan bersifat mengatur, tidak mengatur, bersifat
individual.
Istikah yang
banyak digunakan dalam praktik :
1. perUUan
2. peraturan
PerUUan
adapun yang
menjadi alas an dasar istilah ini banyak digunakan dalam praktik yaitu:
1. merupakan
terjemahan langsung dari wettelijk regeling.
2. Lebih
banyak menggambarkan UU dalam arti materiil/ luas
3. Kedua
istilah tersebuut tidak termasuk peraturan yang bersifat penetapan (beschikingcttnkulhkmadedidikirawan)
4. Memandu
pengertian mengenai system atau proses pembuatan UU.
Definisi.
-
Menurut Hamid S. Attamimi: peraturan perUUan
adalah semua aturan hokum yang dibentuk oleh semua tingkat lembaga dalam bentuk
tertentu mungkin disertai sanksi berlaku umum serta mengikat rakyatcttnkulhkmadedidikirawan.
-
Menurut Bagirmanan; peraturan perUUan adalah
keputusan tertulis Negara atau pemerintah yang brisi petunjuk atau pola tingkah
laku yangcttnkulhkmadedidikirawan bersifat mengikat secara umum.
-
Menurut hokum positif. Dalam penjelasan psl 1
ayat 2 UU No.5 1986 ttg PTUN dikatkan; peraturan PerUUan adalah semua peraturan
yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh badan perwakilan
rakayat bersama pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah serta semua
keputusan badan atau pejabat pusat atau daerah cttnkulhkmadedidikirawanyang
juga bersifat mengikat secara umum.
-
Dari batasan UU No.5 1986 tersebut di satu pihak
memberikan batasan (ditingkat pusat). Tapi dimungkinkan juga ada pembuatan UU
di tingkat daerah. Peraturan perUUan di tingkat daerah mempunyai pengertian; cttnkulhkmadedidikirawanperaturan
perUUan yang dibuat oleh lembaga yang berwenang didaerah dan mengikat penduduk
didaerah bersangkutan. Yaitu UU yang
dibuat oleh pemda dengan pesetujuan DPRD. Dapat dilihat dalam UU ttg pemda UU
No. 22/1999 ttg otonomi daerah. Tolak ukur apa yang cttnkulhkmadedidikirawandimaksud
peraturan perUUan adalah yang mengandung kesamaan dari batasan-batasan di atas
missal;
1. Berlaku umum (universal). Tidak hanya berlaku bagi
orang tertentu saja.
2. Mengikat
secara umum. Tidak mengidentifikasikan individu tertentu.
3. dibentuk
oleh lembaga atau badan yang mempunyai fungsi legislative. MPR; UUD, cttnkulhkmadedidikirawanDPR;UU,
presiden;perpu.
4. Tertulis.
Tidak semua peraturan tertulis termasuk peraturan perUUan missal tata tertib
DPR (disebut konvensi).
Perbedaan batasan antara definisi
peraturan perUUan dari Hamid S. Attamimi dengan Bagirmanan yaitu antara lain:
1. Mengenai
keberadaan UUD1945 dan Tap MPR. Hamid S. Atamimi: UUD1945 dan Tap MPR tidak
termasuk ke dalam peraturan perUUan. Bagirmanan memasukan UUD1945 dan Tap MPR
kedalam peraturan PerUUancttnkulhkmadedidikirawan.
2. Mengenai
urutan PerUUan. Hamid S, Attamimi urutanya adalah:
a.
UU atau perpu
b.
PP
c.
Keppres
d.
Kepmen
e.
Keputusan Lembaga Pemerintah Non DEpartemen
f.
Keputusan Dirjen
g.
Keputusan Badan Negara diluar badan pemerintah
yangcttnkulhkmadedidikirawan dibentuk dengan UU
h.
Pera Provinsi
i.
Perda Kabupaten/Kotamadya
j.
Keputusan Gubernur
k.
Keputusan Bupati/walikota
Bagirmanan:
a.
UUD
b.
Tap MPR
c.
UU/perpu
d.
PP
e.
Keppres
f.
Peraturan Menteri
g.
Keputusan Menteri
h.
Prda Provinsi
i.
Keputusan Gubernur
j.
Peda Kabupaten/kotamadya
k.
Keputusan Bupati/walikotacttnkulhkmadedidikirawan
l.
Keputusan Desa
m.
Keputusan Kepala DEsa
Komentar Hamid S. Attamimi:
1. Mengenai
keberadaan UUD 1945 dan Tap MPR. Bergerak dari teori yang dikemukakan Hans
Nawiansky, Hamid S. Attamimi berkesimpulan bahwa UUD1945 dan Tap MPR itu bukan
peraturan perUUan tapi merupakan peraturan pokok dasar Negara yang aturannya
mungkin tidak bersanksi karena tidak bersanksi itulah maka UUD1945 dancttnkulhkmadedidikirawan
Tap MPR tidak termasuk dalam peraturan perUUan. Beliau menemukan dasar
sekaligus bentuk macam-macam dari peraturan perUUan.
2. Mengenai
bentuk peraturan perUUan. Keputusan atau ketetapan;supaya tidak keliru dengan
Tap MPR maka digunakan istilah penetapan, ketatapan ini lebih bersifat
penetapan (bukan UU). Putusan; peraturan dan penetapan. Peraturan yang sifatnya
mengatur hal yang belum pasti atau berlaku umum atau abstrak missal pada
tanggal 18 agustus 1945 PPKI menetapkan UUD1945cttnkulhkmadedidikirawan.
Penetapan sipatnya konkrit ditujukan pada individual missal MPR menetapkan GBHN
memilih presiden. Mengenai Keppres maka menurut perUUan masuk peraturan perUUan
tetapi apabila dilihat dari substansinya
tidak.
3. Mengenai
keputsan lembaga non deepartemen, bukan termasuk bentuk perUUan
4. Mengenai
keputusan menteri ; lebih tinggi derajatnya dari lembaga pemerintah non
departemen.
Mengenai peraturan pokok
sebagaimana dimaksud oleh Hamid S. Attamimi daoat kita ambil contoh: apabila
dilihat UU No.14/1970 ttg ketentuan-ketentuan pokok kekuasan kehakiman maka
seolah-olah UU ini lebih pokok dari UU lainnya cttnkulhkmadedidikirawansedangkan
sebagaimana diketahui bahwa yang pokok hanyalahUUD1945. Tap MPR No. 1/MPR/1973
ttg tata tertib maka dilihat dari bentuknya merpukan peraturan pokok Negara
tetapi apabila dilihat dari substansinya hanyalah mengatur tata tertib. UUD 1945 dan Tap MPR tidak termasuk peraturan
per UUan karena tidak memuat sanski (sanski pidana )ttapi sebenarnya ada sanksi
administrative (sanksi politiscttnkulhkmadedidikirawan). Eksistemnsi UUD dalam
perUUan tidak bersumber dari kaidah tertentu tapi merupkan konsekuensi logis
dari proklamasi RI (bukan jaidah hokum tapi memuat norma), sedangkan menurut
bagirmanan bahwa bukti UUD sebagai
eksistensi dari proklamasi adalah UUD1945 terbentuk setelah proklamasi. Perpucttnkulhkmadedidikirawan
ditetapkan oleh pemeintah atau presiden tetapi muatannya UU instruksi hanya
secara teoritis dasar hukumnya tidak ada. Maklumat bil dilihat dari
substansinya bias merupakan UUD karena mengisi atau mengubah UUD. Menurut Solly
Lubis dasar maklumat adalah konvensi sedangkan menurut sarana lain ada
yang berpendpat bahwa dasar hokum
maklumat adlah psl 4 aturan peralihan (sekarang tidak berlaku yang berlaku
adalah psl 2-nya).dengan demikian dari pembahasan di atas maka sebagaicttnkulhkmadedidikirawan
suatu kesimpulan bahwa mengenai urutan perUUan Hamid S. Attamimi mendasarkan
pada sudut bentuk urutan lembaga sedangkan bagirmanan selain dari sudut bentuk
juga substansinya. Jika kita mlihat pada hokum positif yaitu dengan melihat Tap
MPR No. XX/MPRS/1966 maka suusunan nya :
1. UUD1945
2. Tap
MPR
3. UU/perpu
4. PP
5. Keppres
6. Peraturan
pelaksanannta
7. Peratuan
Menteri
8. Instruksi
mentericttnkulhkmadedidikirawan
Tap tersebut diubah dengan Tap
MPR No.III/MPR/2000 maka susunannya menjadi:
1. UUD1945
2. Tap
MPR
3. Perpu
4. PP
5. Kepprescttnkulhkmadedidikirawan
6. Perda
Secara teoritis maka kedudukan UU
dan perpu adalah sama sedang pada Tap MPR No. III/MPR/2000 maka keddukannya
tidak sama. Jika kita cttnkulhkmadedidikirawanmenggunakan hokum positifnya UUD
1945 maka susunannya adalah:
1. UUD1945
(psl 3)
2. UU
(Psl 5 ayat 1)
3. PP
(Psl 5 ayt 2)
4. Perpu (Psl 22)
Yang penting dlam urutan tersebut
adalah adanya dasar kewenangan dari legislative untuk mengeluarkan peraturan
perundang-undangan.
HAK UJI.
Dalam ilmu perundang-undangan
dikenal adanya hak uji :
-
Hak uji materiil (judicial review); menguji
undang-undang dilihat substansinya (muatannya)
-
Hak uji formil; menguji UU dilihat dari tata
cara pembentukannyacttnkulhkmadedidikirawan.
Menurut UU No.14 Tahun 1985 ttg
MA maka yang melakukan judicial review hanyalah MA tetapi menurut UU No. 5
/1966 maka pengadilan tinggi TUN bias
melakukan judicial review. Peraturan MA No I /1999 bahwa MA dapat memberikan
sanksi keras terhadap instansi yang tidak mau mencabut peraturan yang
dinyatakan tidak sah mellui judicial review. Hak uji materiil; MA menetapkan
suatucttnkulhkmadedidikirawan peraturanituboleh dilaksanakan atau tidak
(dibatalkan demi hokum atau tidak (dibatalkan demi hokum atau dibatalkan karena
bertentangan dengan konstitusi atau regeling).
PERANAN PERATURAN PERUUAN
Peranan peraturan perUUan
tergantung pada system hokum yang digunakan. Berdasarkan sember pembentukannya
dibedakan 2 sistem hokum yaitu:
1. System
anglosaxon/common law/judge made law/precedent
2. System
eropa continental/ civil law
Berdasarkan historis dan akademis
dikenal pula yaitu:
1. System
hokum sosialis
2. System
hokum islm
System Hukum Anglo Saxon
Berasal dari inggris selanjutnya
menyebar melalui penjaahan di AS Australia, Malaysia, india, dll. Berlaku asas
precedent artinya hakim tunduk pada putusan hakim terdahulu (berkembang melalui
yurisprudensi). Putusan hakim /yurisprudensi menjadi sendi utuama pembentukan
hokum. Istilah yurisprudensi berbeda dengan cttnkulhkmadedidikirawanjurisprudence
dalam hal ini maka istilah jurisprudence bias diartikan sebagai filsafat hokum
atau teori hokum. Indonesia mengakui yurisprudensi sebagai sumber hokum yang
dengan demikian maka Indonesia tidak menganut system eropa continental secara
penuh utuh. Contoh yurisprudensi: di Indonesiacttnkulhkmadedidikirawan kasus
mochtar mengenai waris di padang. Di Australia kasus mabo care (seorang suku
aborgini) yang menggugurkan asas tera nullius.
System Eropa Kontinental.
Berasal dari Romawi dilanjutkan
oleh kebanyakan oleh Negara-negara Eropa kemudian menyebar melalui penjajahan
termasuk ke Indonesia yang dibawa oleh belanda. Peraturan perUUan menjadi sendi
utamaa pembentukan hokum. Disebut civil law karena kodifikasi yang dilekukan
pertama kali adalah pada hokum perdata. Kodifikasi sangat dipengaruhi oleh
aliran positivism (udang-undang sebagicttnkulhkmadedidikirawan satu-satunya
sumber hokum). Perbedann antara system hokum anglo saxon dan eropa continental
sangatlah tipis malahan dianggap saling melengkapi. Kelebihan dan kekurangannya
yaitu:
Kelebihan:
1. Peraturan
perUUan merupakan kaidah hokum yang mudah dikenal
2. Kaidah
hokum memberikan kepastian hokum lebih nyata karena kaidah mudah
diidentifikasikan
3. Memberikan
kejelasan struktur dan sistematika sehingga memungkinkan untuk diuji baik segi
formil maupun segi materiilcttnkulhkmadedidikirawan
4. Mudah
direncanakan.
Kekurangan:
-
Tidak fleksibel (merupakan kelemahan utama)
karena perkembangan masyrakat sangat cepat
-
UU tidk mampu mengatur segala kehidupan manusia
secara lengkap hal ini menimbulkan kekossongan hokum (legal vacuum). Kekurangan
ini menuntutcttnkulhkmadedidikirawan peranan hakim yang lebih banyak penemuan
hokum.
System Hukum Indonesia
Pada masa orde baru maka politik
hokum kita adalah kodifikasi secara utuh dan unifikasi adapun kodifikasi secara
utuh sudah tidak dapat dipertahankan lagi (tidak relevan). Akibat
perubahan-perubahan yang sangat cepat. Sekarang yang relevan adalah kodifikasi
partial. Kita mengenal 3 sistemcttnkulhkmadedidikirawan hokum yaitu:
1. System
hokum adat
2. System
hokum agama
3. System
hokum barat
FUNGSI PERATURAN PERUUAN.
Antara lain:
1. Fungsi
internal
2. Fungsi
eksternal
Penjelasan:
1. Fungsi
internal, Yaitu fungsi peraturanperUUan sebagai hubungan system hokum yaitu
hokum perUUan terhadap system kaidah hokum pada umumnya. Terdiri dari:
a.
Fungsi pencipta hokum. Dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu; peraturan perUUan , kebiasaancttnkulhkmadedidikirawan,
Yurisprudesi, doktrin.
b.
Fungsi pembaharuan hokum (lgal reform). Peraturan
perUUan merupakan instrument yang efektif dalam melakukan pembaharuan hokum
karena pembentukan peraturan-peraturan dapat direncanakan maka setidaknya
pembaharuan itu dapat dilaksanakan. Juga dapat dilakukan dengn kebiasan,
yurisprudensicttnkulhkmadedidikirawan. Fungsi ini dilakukan yaitu dengan cara
menggantikan peraturan-erperaturan colonial. Pembaharuan hokum dapat dilakukan
dengan cara:
i.
Memberlakukan peratauran colonial yang masih
relevan (pasal II aturan peralihan UUD1945)
ii.
Mengganti peraturan yang sudah tidak relevan.
c.
Fungsi integrasi pluralism system hokum pulurarisme
pada dasarnya merupakan warisan colonial. Plurarisme system hokum adanya system
hokum yang majemuk. Pluralism kaidah hokum ; pemberlakuan hokum (pada orangnya)
yang berbeda pada waktu yang sama dan tempat yang berbeda. Missal dijawa dan
Madura dengan diluar jawa cttnkulhkmadedidikirawandan Madura memiliki hokum
acara yang berbeda. Pembangunan system hokum pada dasarnya mengintegrasikan
berbagai system hokum sehingga tersusun harmonis satu sama lain. Mengenai plualisme
system kaidah hokum; maka itu tergantung pada kebutuhan masyarakat.
d.
Fungsi kepastian hokum. Merupakam asas penting
dalam tindakan hokum dan penegakan hokum . peraturan perUUa memiliki daerajat
kepastian hokum lebih tinggi dari pada yurisprudensi, kebiasaan, dll. Namun
derajat kepastian hokum itu bukan karena ia sebgai peraturan cttnkulhkmadedidikirawantertulis.
Peraturan tertulis harus memenuhi syarat:
i.
Jelas dalam rumusannya
ii.
Konsisten dalam perumusannya:
1.
Konsisten internal; dalam rangka UU itu sendiri
(mencakup; istilah, bahsa, sistematika). Contoh inkonsistennsi : pada batang
tubuh pasal 1ayat 2 UUD1945 bahwa kedaulatan cttnkulhkmadedidikirawanada
ditangan rakyat, sedangkan dalam penjelasan ditangan MPR.
2.
Konsisten eksternal; konsistensi dengan
peraturan yang lainnya, missal penggunaan istilah suatu UU yang digunakan juga
pada UU lain dengan istilah yang sama dengan pengertian yang berbedaacttnkulhkmadedidikirawan.
3.
Penggunaan hokum yang tepat dan mudah dipahami.
2. Fungsi
Eksternal. Keterkaitan praturan perUUan dengan lingkungan tempatnya berlaku.
Fungsi eksternal disebut juga fungsi social hokum. Fungsi ini bukan semata
untuk undang-undang tetapi juga untuk kebiasaan, yrisprudensi, dll. Fungsi
eksternal cttnkulhkmadedidikirawanterdiri dari:
a.
Fungsi perubahan dikalangan ahli hokum dikenal
hokum sebagai sarana pembaharuan masyarakat (roscoe pound; law isa tool of
social engineering). Pembaharuan identik dengan perubahan.
b.
Fungsi stabilitas. Berbagai peraturan perUUan
merupakan kaidah-kaidah yang menjamin stabilitas di masyarakat. Kaidah
stabilitas dapat mencakup social, ekonomi, dsbcttnkulhkmadedidikirawan.
c.
Fungsi kemudahan. Peraturan perUUan dapat
dibentuk untuk memberikan kemudhan midal dalam ketentuan mengenai pajak dikenal adanya istilah pajak insentif. Tujuan
kemudahan tercapai apabila syarat lain ddipenuhi,
ASAS-ASAS PERATURAN PERUUAN.
Peraturan perUUan dikatakan baik apabila
memenuhi :
1. Dasar
yuridis
2. Dasar
sosiologis
3. Dasar
filosofis.
Dasar yuuridis
MELIputi:
1. Keharusan
adanya kewenangan dari pembuat peraturan perUUan contoh PP yang seharusnya
dibuat oleh presiden dibuat oleh menteri.
2. Keharusan
adanya kessesuaian bentuk atau jenis peraturan perUUan dengan materi diaturnya
terutama apabila diperintahkan oleh peratuaran perUUan tingkat lebih tinggi
atau sederajat. Contoh suatu UU mengatur materi muatancttnkulhkmadedidikirawan
UUD
3. Keharusan
mengikuti tata cara tertentu contoh gubrnur membuat perda dengan tidak
dibicarakan terlebih dahulu dengan dprd.
4. Keharusan
tidak bertentangan dengan peraturan perUUan yang lebih tinggi tingkatannya.
Contoh ketentuan suatu PP bertentangan dengan UU
Tidak terpenuhinya syarat adanya
dasar hokum maka peraturan perUUan tersebut batal demi hokum.
Dasar Sosiologis.
Meliputi:
1. Mencerminkan
kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian diharapkan peratuaran
perUUan tersebut akan diterima oleh masyarakat secara wajar dan mempunyai daya
berlaku efektif. Penegakan hokum akan memberikan umpan. Balik (feed back)
terhadap pembentukan hokum berfungsi sebagai dinamisator. Sebagai cttnkulhkmadedidikirawansuatu
contoh; maka UU No.14/1992 ttg lalu lintas tidak efektif.
2. Memenuhi
landasan teoritis. Antara lain
a.
Teori kekuasaan; berlakunya kaidah karena adanya
paksaan dari penguasa
b.
Teori pengakuan; kaidah hokum berlaku karena
penerimaan dari masyarakat dimna tempat hokum itu berlaku.
c.
Sesuai dengan rechtide yaitu apa yang kita
harapkan dari hokum missal untuk mewujudkan keadilan ketertiban keseajahteraancttnkulhkmadedidikirawan.
d. Cita
hokum tersebut tumbuh dari system nilai masyarakat mengenai baik dan buruk
pandangan mengenai hubungan individual dan masyarakat.
PROSES PEMBENTUKAN UU.
Proses pmbentukan UU terdiri dari
tiga tahap antara lain:
1. Proses
penyiapan rancangan UU yang merupakan prosses penyusunan dan perancangan
dilingkungan pemerintah atau dilingkungan DPR (dalam RUU usul inisiatif)
2. Proses
mendapatkan persetujuan yang merupakan pembaahasan di DPR
3. Proses
pengesaahan (oleh presiden) dan pengundangan oleh menteri cttnkulhkmadedidikirawanNegara
sekretaris atas perintah presiden.
TEKNIK PERANCANGAN PERATURAN PERUUAN.
Prosedur pembuatan UU inisiatif
baik berasal dari eksekutif ataupun dari legislative, prosedurnya dimulai
dengan:
1. Penyusunan
nskah akademik
2. Rancangan;
antar departemen
3. Pembahasan;
antar eksekutif dan legislative.
Teknik perancangan peraturan
perUUan teridiridari:
1. Tahap
I: penyusunan naskah akademik; naskah akademik berisi pertanggungjawaban secara
akademik mengenai perancangan suatu praturan perUUan. Naskah akademik memuat :
a.
Dasar yuridis; sosiologis, dan filosofis
b.
Manfaat atau akibat yang akan ditimbulkan
seperti beban keuangan
c.
Kerangka pokok; isi yang akan dimaksukan ke
dalam peeraturan perUUan yang hendakcttnkulhkmadedidikirawan dibuat.
2. Tahap
II: perancangan. Tahap ini mencakup aspek procedural dan
penulisan rancangan. Aspek procedural adalah hal-hal yang dikaitakan dengan
izin prakarsa pembentukan panitia antar departemen dsb. (lihat lebih jelas
keppres No. 188/1998 ttg tata cara mempersiapkan RUU). Penulisan rancangan
adalah menerjemahkan gagasan naskah akademik atau bahan lain kedalam bahsa dan
struktur normative yang mencerminkan asas hokum tertentu atau pola tingkah laku
tertentu. Bahasa normative tunduk pada cttnkulhkmadedidikirawankaidah bahasa Indonesia
dan bhasa hokum. Struktur normative artinya mengikuti teknik penulisan
peraturan perUUan seperti pertimbangan dasar hokum, pembagian bab, dsb. 9LIHAT
LEBIH JELAS DALAM KEPPRES No. 44/1999 ttg teknik penyususnan peraturan perUUan.
Bentuknya RUU, rancangan PP, rancangan keppres. Ragam bahasa peraturan perUUan meliputi;
a.
Bahwa peraturan perUUan pada dasarnya tunduk
pada kaidah tata bahasa Indonesia
b.
Teknik penuliasan peraturan perUUan mengikuti pedoman penggunaan
bahasa Indonesia.
c.
Dalam merumuskan ketentuan peraturan perUUan digunakan kalimat yang tegas, jelas, singkat,
dan mudah dimengerti.
d.
Beberapa indikasi yang menunjukan ketidak
sempurnaan suatu cttnkulhkmadedidikirawanperaturan perUUan antara lain:
i.
Mengandung arti ganda
ii.
Mengandung kekaburan
iii.
Terlalu luas
iv.
Penggunaan ungkapan yang tidak tepat
v.
Berlebihan
vi.
Terlalu panjang lebar
vii.
Membingungkan
viii.
Tanda-tanda yang tidak memudahkan pemahaman.
SISTEMATIKA PERATURAN PERUUAN.
Sistematikanya meliputi:
1. Judul
2. Pembukaan
3. Batang
tubuh
4. Penutupan
5. Penjelasan
(jika perlu)
6. Lampiran
(jika perlu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar