MENENTUKAN LEX CAUSAE BAGI BENDA.
Lex rei sitae mempunyai arti
bahwa perkara-perkara yang menyangkut benda-benda tidak bergerak (unmoveeable)
tunduk pada hokum dari tempat dimana benda ituu berada/terletak. Dasar hokum asas lex rei sitae adalah psl 17
AB. Untuk benda bergerak maka sebelumnya tunduk pada asas mobilia personan
sequuntur yaitu benda-benda bergerak mengikuti status orang cttnkulhkmadedidikirawanyang
menguasainya namun selanjutnya maka untuk benda bergerak pun berlaku asas lex
rei sitae. Pengecualian berlakunya asas lex rei sitaeterhadap benda bergerak
tidak berlaku jika:
1. Hokum
dari tempat pemegang hak atas benda tersebut tidak berkewarganegaraan (asas
nasionalitas)
2. Hukuum
dari tempat pemegang hak tas benda tersebut tidak berdomisili (asas domisili)
3. Bukan
hokum dari tempat benda terletak (bukan lex situs).
Terhadap benda tidak berwujud
tidak berlaku jika:
1. Kreditur
atau pemegang hak atas benda itu tidak berkewarganegaraan atau berdomisili (lex
patriae atau lex domicile).
2. Gugatan
atas benda itu tidak diajukan (lex fori) cttnkulhkmadedidikirawan
3. Tidak
ada perbuatan perjanjian hutang piutang (khusus untuk perjanjian hutang piutang
(lex loci contractus))
4. Yang
system hukumnya tidak dipilih oleh para piak dalam perjanjian yang menyangkut
benda-benda itu (choice of law) cttnkulhkmadedidikirawan
5. Tidak
ada yang memiliki kaitan yang paling nyata dan substansial terhadap transaski
yang menyangkut benda tersebut (the most substantial connection).
Berkaitan dengan hokum mana yang
berlaku untuk benda maka HPI mengenal dua asas utama yang menetapkan
kualifikasi itu harus dilakukan berdasarkan:
1. Hokum
dari tempat gugatan atas benda itu diajukan (lex fori)
2. Hokum
dari tempat benda terletak/berada (lex situs).
MENENTUKAN LEX CAUSAE BAGI KONTRAK.
Menentukan hokum yang berlaku
(lexcausae) bagi kontrak meliputi:
1. Pilihan
hokum (choice of law)
2. Hokum
yang berlaku menurut lex loci contractus
3. Hokum
yang berlaku menurut lex loci solutionis
4. Hokum
yang berlaku menurutcttnkulhkmadedidikirawan the proper law of the contract
5. The
must characteristic connection
The proper law of contract
(menurut Cheshire) adalah hokum apa yang harus diberlakukan untuk mengatur
masalah-masalah yang ada dalam suatu kontrak. Untuk menentukan the proper law
of contractcttnkulhkmadedidikirawan maka berlaku asas –asas hokum yaitu:
1. Asas
lex loci contractus
2. Asas
lex loci solutionis
3. Asas
kebebasan para pihak (dasar hokum bagi kita adlah pasal 1338 (KUHPdt)
Pembatasan terhadap pilihan
hokum:
1. Bila
pilihan hokum dimaksudkan hanya untuk membentuk atau menafsirkn
persyaratan-persyaratan dalam kontrak maka kebebasn para pihak pada dasarnya
tidak dibatasi
2. Pilihan
hokum tidak boleh melanggar public policy atau public order (ketertiban umum)
dari system-sistem hokum yangcttnkulhkmadedidikirawan mempunyai kaitan yang
nyata dan substansial
3. Pilihan
hokum hanya dapat dilakukan terhadap suatu system hokum yang berkaitan
secarasubstansial dengan kontrak
4. Pilihan
hokum tidak boleh dimaksudkan sebagai usaha untuk menundukan seluruh kontrak
atau bagian tertentu dari kontrak mereka pada suatu system hokum asing
sekedaruntuk menghindarkan diridari suatu kaidah hokum yang memaksacttnkulhkmadedidikirawan
dari system hokum yang seharusnya berlaku seandainya tidak ada pilihan hokum
(penyelundupan hokum/fraus legis).
5. Pilihan
hokum hanya dapat dilakukan untuk mengatur hak dan kwajiban yang timbul dari
kontrak.
6. Pilian
hhukum kea rah suatu system hokum tertentu harus dipahami sebagai pemilihan kea
rah kaidah-kaidah hokum intern dari system hokum yang bersangkutan
The most characteristic
connection adalah suatu asas yang menentukan bahwa yang menjadi the proper law
of contract adalah system hokum yang dianggap member system perstasi yang khas
dalam suatu jenis kontrak tertentu missal; dalam kontrak jual beli maka
hukumpenjual dianggap lebih kuatcttnkulhkmadedidikirawan (center of gravitiy)
sehingga hokum penjuallah yang digunakan.
MENENTUKAN LEX CAUSAE BAGI PERBUATAN MELAWAN HUKUM
Perbuatan melawan hokum diatur
psl 1365 kUHpdt adapun dikatakan perbuatan melawan hokum yaitu apabila
mengandung unsure:
1. Adanya
perbuatan yang mengandung kesalahan.
2. Adanya
kerugian’
3. Ada
hubungan causal antara perbuatan dan kerugian
Berkaitan dengan hokum yang
berlaku bbagi perbuatan melawan hokum maka terdapat beberapa prinsip:
1. Prinsip
lex loci delicti commissi
2. Prinsip
lex fori
3. Prinsip
kombinasi antara lex loci dengan lex fori
4. Prinsip
lex loci delicti dengan pelembutan.
Uraian :
1. Prinsip
lex loci delicti commisi. Bahwa hokum yang berlaku bagi perbuatan melawan hokum
adaalah hokum dimana perbuatan tersebut dilakukan atau trjadii. Alas an-alasan
proprinsip ini antara lain:
a.
Alas an dipermudahkannya menemukan hokum
b.
Alas an perlindugan harapan sewajarnya bagi
khlayak ramai. Masyrakat suatu ngara ingin menggunakancttnkulhkmadedidikirawan
hokum negaranya
c.
Alas an preventive. Oleh pembuat hokum agr
perbuatan melawan hokum tersebut tidak dilakukan/
d.
Alasan demi kepentingan si pelanggar. Bahwa apa
yang dipandang sah oleh hokum suatu negra tidak akan dianggap tidak sah olehcttnkulhkmadedidikirawan
hokum Negara lain
e.
Alas an uniformitas keputusan. Akan menciptakan
harmonisasi dari keputusan-keputusan.
Alas an-alasan
kontra prinsip ini antara lain:
a.
Tidak sesuainya hard and fast rule. Dalam
penemuan hukumnya maka hakim akan cendrung tidak memperhatikan sgala segi
kehidupn hokum yang beraneka ragam dan fakta0-fakta realitas kehidupan sekitar
peristiwa yang bersangkutan (werktuiglijk).
b.
Perlindungan harapan public. Bahwa kita tidak
dapat mengatakan harapan itu h arus ilindungi manakala belum ada kepastian
hokum mengenai hokum yang akancttnkulhkmadedidikirawan diberlakukan.
c.
Prevensi yang relative
d.
Tidak ada kesatuan universal. Bahwa prinsip ini
tdak diakui secara universal
e.
Sukarnya
penentuan locus
f.
Tidak sesuai dengan milieu social
2. Prinsip
lex fori. Bahwa penentuan keualitas syuatu perbuatan hokum sebagai perbuatan
melwan hokum harus ditentukan oleh forum hokum. Hl ini disebabkan karena
kaidah-kaidah yang mengatur perbuatan melwan hokumcttnkulhkmadedidikirawan dan
akibatnya yaitu menganai ganti rugi bersifat memaksa
3. Prinsip
kombinasi antara lex loci dengan lex fori.harus memnuhi 2 syarat:
a.
Actionability. Yaitu seorang penggugat
dipengadilan negeri harus dapat membuktikan bahwa tindakan tergugat merupakan
suatu perbuatan yang membawa kewajiban untuk memberikan ganti kerugian.
b.
Justifiability. Yaitu perbuatan yang
dipersengketakan harus juga merupakan perbuatan yang melanggarhukum ditempat
dimana perbuatan tersebutcttnkulhkmadedidikirawan dilaksanakan.
4. Prinsip
lex loci delicti dengan pelembutan. Merupakan prinsip lex loci delicti commissi
yang tidak diberlakukan secara kaku melainkann dapat diadakan perubaan
seperlunya dalam pengevvaluasian beratnya titik-titik taut yang bersangkutan.
Cara menentukan tempat (locus) cttnkulhkmadedidikirawan suatu perbuatan melawan
hokum ada beberapa teori :
a.
Tempat terjadinya kerugian
b.
Tempat dilakukannya perbuatan
c.
Kommbinasi dengan kebebasan memilih. Yaitu
korban dapat memilih hokum mankah yang akan diterapkan.
MENENTUKAN LEX CAUSAE BAGI BENTUK FORMAL SUATU PERBUATAN HUKUM.
ASAS yang berlaku bagi bentuk
formil suatu perbuatan hokum adalah locus regit actum. Bentuk formil dari
perbuatan hokum merupakan sebagai sifat-sifat lahiriah yang harus dipenuhi
waktu dilakukannya perbuatan-perbuatan hokum dan yang menentukan pada umumnya
apakah perbuatan yang bersangkutan telah dilakukan secaracttnkulhkmadedidikirawan
sah atau tidak. Dasar hokum asas tersebut adalah Psl 18 AB: “bentuk dari tiap
perbuatan ditentukan menurut hokum dari Negara atau tempat diamana perbuatan
itu dilakukan. Suatu contoh pemaikaian prinsip locus regit actum oleh pembuat
UU BW Indonesia dapat kita lihat dari pasal 183 BW:” perkawinan dari warga
Negara Indonesia di luar negeri berlaku jiak mengenai vormnya sesuai dengan lex
loci celebretionis” cttnkulhkmadedidikirawan. Asas locus regit actum memiliki
fungsi social:
1. Memberikan
perlindungan kepada masyarakat pada umumnya (kepentingan umum tidak dapat
dikorbankan demi kepentingan individu)
2. Perlindungan
terhadap individu
Pengecualian berlakunya asas
locus regit actum:
1. Apabila
bertentangan dengan ketertiban umum
2. Untuk
semua peraturan tentang bagaimana perbutan-perbuatan itu harus dilakukan
dihadapan atau dengan bantuan pejabat-pejabat Negara (terhadap kaidah-kaidah
yang bersifat public dan juga perdata). Dalam hal ini berlaku adalah hokum dari
Negara yang pejabat-pejabatnya diikutsertakan dalamcttnkulhkmadedidikirawan
perbuatan-perbuatan yang beersangkutan (lex magistratus).
3. Jika
sifat dari peprbuatan hokum tersebut bertentangan dengan hokum Negara setempat
maka hokum Negara setempat akan diabaikan. Contoh pada benda-benda tak bergerak
berlaku asas lex rei sitae maka apabila terdapat perbuatan yang bertujuan untuk
menciptakan mengalihkan merubah atau menghapuskan hak-hak milik atau kebendaan
atas benda-benda tak bergerrak maka yang berlaku adalah hokum dimana
benda-bendacttnkulhkmadedidikirawan tak bergeerak itu berada tanpa
memperhatikan apakah yang memiliki hak itu orang asing atau bukan.
4. Apabila
hokum nasional dari pihak yang melakukan menentang dipakainya asas lex loci
actus maka lex loci actus tersebut tidak boleh digunakan.
KEDUDUKAN HUKUM ASING SEBAGAI LEX CAUSAE.
Ada beberapa dasar teoritis yang
menjadi dasar bagi berlakunya hokum
asing yaitu :
1. Hokum
asing ini dianggaop sebagai suatu fakta sebagai suatu hal yang seperti juga
fakta-fakta lainnya harus didalilkan dan dibuktikan dalam suatu perkara perdata
2. Hokum
asing ini dianggap sebagai suatu hokum (law recht) yang oleh hakim harus cttnkulhkmadedidikirawandipergunakan
secara karena jabatan lex officio.
3. Hokum
asing ini dimasukan dalam lex fori dan karenanya dianggap menjadi bagian dari
pada lex fori (menurut teori inkorporasi atau resepsoi maka hokum asing ini
harus dipergunakan karena jbatan).
Pada orakteknya
keputusan-keputusan luar negeri tidak dapat dilaksankan (not enforceable) di
Indonesia pendapat tersebut merupakan perwujudan asas kedaulatan territorial
(principle of territorial sovereignity). Demikian bahwa ada perlunya suatu
persetujuan internasional untuk dapat melaksanakan suatu hokum asing dalam
suatu Negara /lex fori atau juga dengan penerapan prinsip resprositas. Adapun
ketentuan hokum yang menjadi dasarcttnkulhkmadedidikirawan hokum bagi penerapan
prinsip tersebut diatas psl 22a A.B., yang menyatakan bahwa kompetensi
pengadilan dan pelaksanaan keputusan-keputusan serata akta-akta otentik
dibataskan oleh prinsip-prinsip yang dikenal dalam hokum antar bangsa. Pelaksanaan
dari keputusan-keputusan asing hanya dimungkinkan jika disesuai kan dengan
prinsip teritorialitas sebagaimana tersirat diatas. Ketentauan lainnya adalah
psl 436 R.V. kecuali dalam hal-hal yang ditentukan oleh psl 724 W.v.K. dan
lain-lain perundangancttnkulhkmadedidikirawan. Tidak dapat dilaksanakan
keputusan-keputusan yang diucapkan oleh hakim-hakim asing atau
pengadilan-pengadilan asing di Indonesia di dalam wilayah RI. Tidak semua
keputusan dapat dilaksanakan di Indonesia kebanyakan ahli hokum berpendapat bahwa
pada umumnya keputusan-keputusan yang bersifat declaratoir dan konstitutif
dapat diakui dalam wilayah RI. Karena keputusan-keputusan yang bersifat
declaratoir dan konstitutif tidak memerlukan pelaksanaan. Berkenaan dengancttnkulhkmadedidikirawan
keputusan arbitrase maka ketentuan intersnasional yang mengaturnya adalah New York Covention 1958 yang selanjutnya bagi
Indonesia sendiri pengaturannya diatur lebih lanjut dalam Keppres No.34/1981
adapun yang berwenang menangani eksekusi adalah pengadilan Jakarta pusat.
Hak-hak Yang Tidak Diperoleh.
Hak-hak yang telah diperoleh
merupakan terjemahan langsung dari istilah yang dipergunakan dalam ilmu hokum
belanda verkregen rechtn dalam bahasa preancis dipergunakan istilah
wohlerworbene rechte dan dalam bahsa inggris dinamakan vested ights atau
acquired rights. Istilah dalam bahasa Indonesia diantaranyaadalah pelanjutancttnkulhkmadedidikirawan
kkeadaan hokum. Yang mendjadi dasar hokum bagi pengakuan terhadap hak-hak yang
telah diperoleh adalah tersirat dalam psl 3 dan 16 A.B mengenai nasionalisasi
dan psl 17 A.B menngenai asas lex rei sitae. Sudargo berpendapat bahwa kita
menjadi penganut teori vested rights yang qualified rtinya tidak cttnkulhkmadedidikirawandianut
lagi secara mutlak melainkan secara terbatas.
Hukum Asing Sebagai Fakta.
Hokum luar negeri sebagai suatu fakta belaka (non
legal fact) dianut dalam Negara-negara anglo saxon. Mengandung konsekuensi
bahwa terhadap hokum asing tersebut harus didalilkan/disebutkan dalam gugatan
pihak yang berperkara kemudian harus dibuktikan bahwa hokum asing ini
benar-benar adalahcttnkulhkmadedidikirawan fakta dalam perkara tersebut.
Sebagai konsekuensi lain dari hokum luar negeri sebagai fakta adalah bahwa
dengan demikian maka hokum domestic sajalah yang dianggap sebagai hokum.
Hukum Asing Sebagai Hukum.
Hokum luar negeri sebagai suatu
hokum dianut dalam Negara-negara eropa continental . hokum sebagai hokum
mengandung konsekuensi:
1. Tidak
perlu diadakan pembuktian lagi karena hikm harus mempergunakan hokum asing
tersebut karena jabatannya (lex
officio). Meskipun pemakaian hokum asing itu tidak didalilkan atau dibuktikan
oleh pihak –pihakcttnkulhkmadedidikirawan yang berpekara.
2. Hokum
asing tersebut diperkenankan untuk diajukan pertama kali pada tingkat kasasi.
Apabila hakim yidak menentukan
isi dari pada hokum asing ada 4 kemungkinan yang dapat dilakukan hakim:
1.
Hakim dapat mempergunakan lex fori. Paling banyak
dianut baik di Negara yang menganggap hokum asing sebagai fakta maupun sebagai hokum.
2.
Hakim mempergunakan suatu sangkaan hokum (rechtsvermoeden)
bahwa hokum asing bersangkutan adalah sama dengan lex fori. Merupakan pemakian
lex fori secara tidak langsung. Negara-negara anglosaxon pada umumnya membatasi
cttnkulhkmadedidikirawanfictie bahwa hokum asing adalah sama dengan lex fori
pada Negara-negara common law.
3.
Hakim mempergunakan hokum asing yang paling berdekatan
dengan hokum asing bersangkutan. Hokum dari sister state atau hokum dari negra
yang termasuk dalam family cttnkulhkmadedidikirawanhokum yang bersamaanlah yang
dipergunakan.
4.
Hakim secara mudah mengalahkan pihak yang telah
mendalilkan pemakian hokum asing ini (gugatan ditolak). Tidak memenuhi rasa
keadilan. Yang menjadi dasar pemikiran konsepsi ini adalah bahwa hokum asing
innicttnkulhkmadedidikirawan dipandang sebagai fakta dalam hal para pihak tidak
berhasil membuktikannya maka ia akan dikalahkan
Konsekuensi lainnya dalam hal hokum
asing sebagai hokum adalah yaitu berkaitan dengan kasasi yang dalam hal ini
maka konspsi hokum asing sebagai hokum telah membuka pintu untuk kasasi tetapi
kebanyakan Negara-negara eropa continental tidak menerimnyacttnkulhkmadedidikirawan
dengan alas an bahwa lembaga kasasi ini hanya dimaksudkan untuk membentuk dan
mempertahankan kesatuan interpretasi darai pada lex fori. Pengecualian berlakunya
hokum asing:
1. Ketertiban
umum’
2. Penyelundupan
hokum
3. Penyesuaian
4. Asas
timbale balikdan pembalasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar