I.
KONSEP KEBENARAN
A.
Juliene
Ford (1975): Kebenaran mempunyai 4 makna:
1.
Kebenaran
diartikan/maknai sebagai “kebenaran empiris” à oleh para ilmuwan
2.
Kebenaran
sebagai sebuah “claim”, klaim dalam bentk
hipotesis/hipotesa atau prediksi (mengafirmasi atau menolak sesuatu)
3.
Kebenaran
dimaknai sebagai “jika
sesuatu itu konsisten dengan alam (nature)”
4.
Kebenaran
dimaknai sebagai “apa
yang tersaji/tampak”,
apa yang dapat dilihat itu yang benar
II.
APA ITU KEBENARAN
Kebenaran adalah
kenyataan adanya (being) yang menampakan diri sampai masuk akal. Kebenaran
pertama-tama berkedudukan dalam diri si pengenal (subyek). Kebenaran diberi
batasan sebagai penyamaan akal dengan kenyataan, yang terjadi pada taraf
indrawi maupun akal budi, tanpaadedidikirawan pernah sampai pada kesamaan sempurna, walaupun
kebenaran sempurna itu yang dituju dalam pengalaman manusia. Ilmu
empiris memegang peranan penting dalam usaha mengejar kesamaan tersebut.
Kebenaran ilmu bersifat sementara.
III.
BENAR DALAM ILMU EMPIRIS
A.
Correspondence
theory of truth, persesuaian antara si pengenal dengan apa yang dikenal.
Tokohnya: Herakleitos, Aristoteles, Thomas Aquinas. Alurnya sbb.
B.
Coherence
theory of truth, kebenaran sebagai keteguhan. Tokohnya: Phytagoras, Parmenides,
Spinoza, dan Hegel.
C.
Pragmatic theory of the truth, kebenaran
terwujud atau tampak dalam praktek ilmu. Tokohnya: Charles Peirce (1839-1914),
William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952).Bila hasil materi ilmu pengetahuan maupun hasil
spiritual agama berdaya upayaadedidikirawan, maka terlaksanalah kebenaran à kebenaran sebagai “tempelan”, Benar sebagai “dibenarkan”.
D.
Performance
theory of truth, kebenaran terlaksana dalam ungkapan manusia. Sebutan “benar” atau “salah” dimaksudkan untuk “mengadakan”
kalimat “benar” dan “salah” itu, sebagai kalimat yang benar dan yang salah. Salah berarti tidak berarti sama
sekali. Benar berarti bahwa benar, tepatlah sesuatu itu.
IV.
KARL RAIMUND POPPER (1902).
A.
Masalah “makna” dan “tidak bermakna”
“makna” dan “tidak bermakna” diganti dengan apa yang
disebut garis batas atau demarkasi antara ungkapan “ilmiah” dan “tidak ilmiah”.
Dimana garis batasnya? Garis batasnya adalah pada “ada tidaknya dasar empiris”
dari ungkapan tersebut. Ungkapan “tidak ilmiah” bisa saja bermakna (meaningful). Suatu
ungkapan bersifat empiris atau tidak, tidak dapat ditentukan berdasarkan azas
pembenaran yang dianut positivisme logis. Peralihan dari yang partikular ke
yang universal itu, secara logis tidak sah. Pembenarannyaadedidikirawan harus
menggunakan Prinsip Falsifiabilitas, harus dibuktikan salah (it can to be
falsified) à
(note: bandingkan dengan cara-cara silogisme) Contoh:“Orang tidak dapat sampai
pada kesimpulan bahwa semua angsa berwarna putih, tapi cukup dengan satu kali
observasi terhadap seekor angsa berwarna hitam untuk menyangkal pendapat di
atas, betapun besarnya jumlah angsa berwarna putih”.Hukum ilmiah berlaku,
bukannya dapat dibenarkan, melainkan dapat dibuktikan salah”. Dengan cara di
atas ilmu pengetahuan berkembang maju.
B.
Prinsip
falsifikasi:
1.
Bila suatu hipotesa telah
dibuktikan salah, maka hiptesa itu ditinggalkan dan digantikan oleh hipotesa baru
2.
Bila hanya salah satu unsur hipotesa yang dibuktikan salah (ditunjuk
ketidakbenarannya), sedangkan inti hipotesa dapat dipertahankanadedidikirawan,
maka unsur hipotesa tadi ditinggalkan, dan digantikan dengan unsur baru
(diperbaiki). Hipotesa tersebut disempurnakan, walaupun tetap terbuka untuk
dibuktikan salah.
3.
Suatu teori baru akan diterima kalau sudah
ternyata bahwa ia dapat meruntuhkan teori lama yang ada sebelumnya. Pengujian
kekuatan teori itu dilakukan melalui suatu tes empiris, yaitu tes yang
direncanakan untuk membuktikan salah (menunjuk ketidakbenarannya, kesalahannya)
apa yang diujinya (memfalsifikasi – difalsifikasi). Kalau dalam tes tersebut, sebuah teori terbukti salah (tidak
benar), maka teori tersebut akan dianggap batal. Sedangkan teori yang lolos dan
bertahan dalam tes tersebut akan diterima sampai ditemukannya cara pengujian
yang lebih ketat. Dengan demikian pengetahuan maju bukan karena akumulasi
pengetahuan, melainkan lewat proses eliminasi yang semakin keras terhadap
kemungkinan kekeliruan dan kesalahan à
pengetahuan maju/berkembang dengan cara error elimination terus-menerus. Bukan hanya hipotesis, tapi juga
hukum dan teori yang bisa kalah dalam proses falsifikasi. Dan hukum, teori,
hipotesis itu akan ditinggalkan. Ternyata tidak ada suatu ungkapan, hipotesa, hukum, maupun teori ilmiah
yang bersifat definitif. Segala pengetahuan ilmiah bersifat sementara, maka
terbuka untuk dibuktikan salah. Jika tidak begitu, maka ilmu akan merosot
menjadi ideologi, yakni bersifat tertutup (Karl R. Popper: The open society and
its enemy). Bahwa selama suatuadedidikirawan hipotesa, hukum, teori tahan (dapat bertahan) dalam upaya falsifikasi,
selama upaya itulah hipotesa, hukum, teori tersebut diperkokoh (IS
CORROBORATED).
C.
Dimana
letak sistem ilmu pengetahuan (hipotesa, hukum, teori) itu?, Popper
membedakan 3 dunia, Adalah (1) kenyataan fisis dunia,(2) Segala kejadian dan kenyataan psikis
dalam diri manusia, (3)Segala hipotesa, hukum teori ciptaan. Manusia dan hasil kerja antara dunia
1 dan dunia 2, serta seluruh bidang ipoleksosbud. Dunia 3 hanya ada selama dihayati
yaitu dalam karya dan dalam penelitianadedidikirawan ilmiah, dalam studi, membaca buku, dalam ilham
yang mengalir dalam diri seniman. Dunia 3 dihayati dan “mengendap” dalam bentuk fisik alat-alat ilmiah,
buku-buku, karya seni, dan kitab suci.
V.
THOMAS
S. KUHN
Terjadinya
perubahan-perubahan mendalam dalam ilmu justru tidak pernah terjadi berdasarkan
upaya empiris untuk membuktikan salah suatu teori, sistem, hukum, melainkan
terjadi melalui revolusi-revolusi ilmiah.Ilmu berkembang bukan secara kumulatif
(seperti dijelaskan Karl R. Popper), tetapi ilmu berkembang secara
revolusioner. Konsep sentral Kuhn adalah PARADIGMA. Paradigma merupakan cara pandang terhadap
dunia dan contoh-contoh prestasi atau praktik ilmiah konkrit. Paradigmalah
yang membimbing kegiatan ilmiah dalam masa ilmu normal (normal science), dimana
ilmuwan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkan paradigma adedidikirawansecara rinci dan mendalam. Pada saat ilmu normal, ilmuwan tidak
bersifat kritis terhadap paradigma yang membimbing aktivitas ilmiah .Kemudian,
dalam menjalankan riset, ilmuwan menemukan, menjumpai berbagai fenomena yang
tidak bisa diterangkan dengan teorinya. Disinilah terjadi Anomali. Anomali
kian menumpuk, kualitas kian tinggi, maka timbul krisis. Dalam krisis, paradigma mulai
diperiksa dan dipertanyakan. à ilmuwan keluar dari ilmu normal. Untuk
mengatasi krisis, ilmuwan kembali pada cara-cara ilmiah sambil mengembangkan
paradigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset
berikutnya. Jika paradigma tandingan itu terjadi, maka terjadilah Revolusi Ilmiah. Dalam
revolusi ilmiah terjadi proses peralihan komunitas ilmiah, dari paradigma lama
ke paradigma baru. Peralihan paradigma tidak semata-mata karena alasan logis – rasional,
tapi mirip seperti “pertobatanadedidikirawan dalam agama” . Kesimpulannya adalah: Menurut Kuhn, ilmu tidak berkembang secara
kumulatif dan evolusioner, tetapi ilmu berkembang secara revolusioner.
VI.
PAUL
FEYERABEND
Pada
dasarnya ilmu pengetahuan dan perkembangannya tidak bisa diterangkan ataupun
diatur oleh segala macam aturan, sistem dan hukum. Upaya semacam itu sia-sia
dan tidak sesuai dengan kenyataan. Perkembangan ilmu terjadi karena
kreativitasadedidikirawan
individual, maka satu-satunya prinsip yang tidak menghambat kemajuan ilmu
pengetahuan ialah “ANYTHING
GOES”. Tidak ada
keteraturan dalam perkembangan ilmu, apalagi diwujudkan dalam sistem, hukum,
atau teori. Sebab, situasi dan realitas dalam ilmu pengetahuan itu amat kompleks à maka tidak mungkin mengandalkan
perkembangan ilmu pada suatu metodologi atau hukum manapun. Dalam menjalankan riset, sebaiknya ilmuwan
tidak dibatasi oleh metode-metode yang ada. Ilmuwan harus bebas. Kegiatan
ilmiah atau ilmu pengetahuan adalah suatu upaya yang ANARKISTIK. Ilmu
pengetahuan harus membebaskan, ia tidak boleh menguasai atau memperbudak
manusia. Itu sebabnya harus ada kebebasan Individu, sehingga dalam aktivitas
pencarian/pengembangan ilmu harus terjadi penyingkiran segala kungkungan
metodologis. Sebab, ilmu pengetahuan bukanlah satu-satunya bentuk pengetahuan yang
paling unggul dibandingkan bentuk-bentuk lainnya. Tidak ada superioritas ilmu
atas bentuk-bentuk pengetahuan lainnya. Sikap “otoriter” ilmu tidak dibenarkan dalam bentuk apapun. akibatnya,
adedidikirawanilmu-ilmu
atau teori-teori tidak bisa saling diukur dengan standar yang sama. Makna dan
interpretasi tentang keterangan (evidence) observasi tergantung kepada konteks
historis.
VII.
IMRE
LAKATOS
Lakatos
mempertemukan gagasan Thomas S. Hun dan Karl R. Popper. Bukan teori tunggal
yang harus dinilai sebagai ilmiah atau tidak ilmiah, melainkan rangkaian
teori-teori. Rangkaian teori-teori itu sendiri, satu sama lain dihubungkan oleh suatu
kontinuitas yang menyatukan teori-teori tersebut menjadi program riset. Kontinuitas teori-teori memegang
peranan penting dalam pengembangan ilmu. Masalah pokok yang berhubungan
dengan logika penemuan tidak bisa dibahas secara mememuaskan, (bila) kecuali
dalam kerangka metodologi program-program riset.
Aturan-aturan
Metodologi, aturanadedidikirawan metodologi dapat dibedakan menjadi dua.
A.
Aturan
metodologi yang memberitahukan cara atau jalan yang harus dihindari (Heuristik
Negatif);
B.
Aturan
metodologi yang memberitahukan cara atau jalan yang harus dijalankan/dilalui
(Heuristik Positif).
Heuristik positif merupakan inti pokok program
riset, yang dilindungi dari ancaman falsifikasi, yakni lapisan pelindung berupa
hipotesa-hipotesa pendukung, kondisi-kondisi awal, dan sebagainya.Lapisanadedidikirawan pelindung inilah yang harus
menanggung serangan, pengujian, penyesuaian, perubahan, atau pergantian demi
mempertahankan inti pokok. Keberhasilan dan kegagalan program riset.
(1) Suatu program riset berhasil bila
menghasilkan perubahan problema progresif
(2)Suatu program riset gagal jika menghasilkan
perubahan problema yang justru merosot
Merosot
atau meningkatnya perubahan problema itu ditentukan oleh peningkatan atau
kemerosotan perubahanadedidikirawan empirisnya (empirical growth). Program riset yang menang adalah
program yang mampu mengembangkan isi empiris lebih besar dan derajat koroborasi
(pengukuhan) empirisnya lebih tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar