I.
kausalitas hubungan kausal
A.
Arti kausalitas dan delik-delik materieel
Menurut John Stuart Mill dalam bukunya “System of Logic” bahwa sebab (causa)
adalah “the whole of the antecedents” yang
melahirkan suatu keadaan baru. paham causaliteit mencari jawaban atas
pertanyaan “kapan sesuatu perbuatan itu dapat dianggap sebagai sebab dari suatu
akibat yang dilarang undang-undang”.Hal causaliteit ini sangat berhubungan
dengan delik-delik materieel, karena dalam delik materieel yang dilarang oleh
adedidikirawanundang-undang adalah akibatnya misalnya matinya orang lain dapat disebabkab
dari bermacam-macam perbuatan.
B.
Teori-teori Causaliteit
Teori conditio sine quanon, dikemukakan oleh Von Buri
dalam bukunya :
1. Ueber
Kausalitat und deren Verantwortung,1873 dan
2. Die
Kausalitat und ihre strafrechtlichen Bezie hungen,1985.
Von Buri
berpendapat bahwa semua faktor, yaitu semua syarat, yang turut serta menyebabkan
suatu akibat dan yang tidak dapat weggedacht (dihilangkan) dari rangkaian
faktor-faktor yang bersangkutan, harus dianggap causa (sebab) adedidikirawanakibat tersebut.
Contoh :
1. A
meminjamkan pistolnya kepada B;
2. B
memaksa C dengan ancaman akan dibunuh kalau tidak mau membunuh D dengan pistol
terebut. Karena takut ancaman, maka C menembak D.
3. D
karena lukanya itu diangkut ke rumah sakit, tetapi di tengah jalan mobil
ambulan yang menyangkut itu ditabrak oleh sebuah truck hingga D mendapat
tambahan luka dikepalanya retak sesampainya di rumah sakit D diberi suntikan
yang salah makaadedidikirawan berakibat D meninggal dunia.
Dalam contoh
diatas, peminjaman pistol, maupun penembakan oleh C terhadap D harus juga
dianggap sebagai sebab dari matinya. Tiap faktor yang, umpamanya dapat
dihilangkan (weggedecht) dari rangkaian faktor-faktor terssebut, yaitu tiap
faktor yang adanya tidak perlu untuk terjadinya akibat yang bersangkutan, tidak
diberi nilai. Tetapi tiap faktor , yang umpamanya tidak dapat dihilangkan (niet
weggedacht) dariadedidikirawan rangkaian faktor-faktor tersebut, yaitu tiap faktor yang
adanya perlu untuk terjadinya akibat yang bersangkutan harus diberi nilai sama
. semua faktor yang masing-masing menjadi syarat mutlak untuk terjadinya akibat
yang bersangkutan harus diberi nilai yang sama maka teori Von Buri terkenal
dengan nama teori ekuivalensi (aequivalentie leer). karena adanya faktor-faktor
yang tidak dapat dihilangkan untuk terjadinya akibat yang bersangkutan, maka
teori Von Buri juga diberi nama teori conditiosine quanon.
Teori Adequat,
Menurut Traeger tidak tiap syarat dianggap sebagai sebab dari akibat yang
dilarang oleh undang-undang. Antara syarat-syarat itu harus dipilih. dan hanya
syarat yang mempunyai pengaruh terbesar
atas timbulnya akibat atau yang pada umumnya menurut perhitungan manusia yang
layak akan menimbulkan akibat, dapat dianggap sebagai sebab. Dalam teorinya ituadedidikirawan
diadakan lagi perbedaan antara :
1. masalah
yanng harus dapat dibayangkan oleh sipembuat dan
2. masalah
yang pada umumnya harus dapat diketahui oleh tiap-tiap orang.
Simon
berpendapat bahwa suatu perbuatan hanya dapat dianggap sebagai sebab dari suatu
akibat , kalau menurut pengalaman manusia yang waspada dengan melihat keadaan
yang meliputi perbuatan itu dapat menimbulkan akibat. kitab undang-undang hukum
pidana menganut teoriadedidikirawan adequat dari Trager walaupun tidak dinyatakan dengan
tegas.
II.
Perubahan Pengenaan Hukuman
A.
Alasan-alasan menghapuskan Hukuman
Dalam KUHP
tidak disebutkan istilah-istilah alasan ppembenar dan alasan pemaaf.
Titel 3 dari buku pertama KUHP hanya menyebutkan alasan-alasan yang
menghapuskan pidana.
1. Dalam
teori hukum pidana biasanya alasan-alasan yang menghupuskan pidana ialah:
a. alasan
pembenar yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan,
sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan
benar.
b. alasan
pemaaf yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa. perbuatan yang
dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum, jadi tetap merupakan
perbuatan pidana, tetapi dia tidak dipidana. karena tidak ada kesalahan.
c. alasan
penghapus penuntutan disini soalnya bukan ada alasan pembenar maupun alasan
pemaaf, jadi tidak ada pikiran mengenai sifatnya perbuatan maupun sifatnya
orang yang melakukan perbuatan, tetapi pemerintah menggap bahwa atas dasar
utilitas atau kemanfaatanya kepada masyarakat, sebaiknya tidak diadakan
penuntutan. Yang menjadi pertimbangan disini ialah kepentingan umum. kalau
perkaranya tidakadedidikirawan dituntut ,tentunya yang melakukan perbuatan tidak dapat
dijatuhi pidana. Contoh Pasal 53 KUHP kalau terdakwa dengan sukarela mengurungkan niatnya
percobaan untuk melakukan sesuatu kejahatan
2. Menurut
Memorie van Toelichting (MvT = memori
penjelasan) alasan-alasan penghapus
pidana dibagi menjadi:
a.
alasan-alasan yang terdapat dalam bathin
terdakwa yaitu Pasal 44 KUHP
b.
alasan-alasan yang diluar bathin terdakwa yaitu
Pasal 48 – 51 KUHP.
Alasan-alasan
pembenar adalah pasal-pasal 49 ayat 1 mengenai pembelaan terpaksa (noodwer);
pasal 50 KUHP mengenai melaksanakan ketentuan undang-undang; pasal 51 ayat 1
tentang melaksanakan perintah dari pihak atasan. Sedangkan yang dianggap
sebagai alasan pemaaf adalah pasal 49 ayat 2 tentang pembelaan yang melampui
batas. Pasal 51 ayat 2 alasan penghapus penuntutan pidana tentang perintah
jabatanadedidikirawan yang tanpa wenang.
Alasan-alasan
(dasar-dasar) yang menghapuskan hukuman dapat disebabkan karena:
a. keadaan
pribadi dari orang yang melakukan perbuatan itu, dan
keadaan pribadi =) hal-hal dari dalam atau jiwa atau
psychische overmacht) dijelaskan dalam pasal –pasal 44 ayat 1 dan 45 KUHP.
Pasal 44 ayat 1 berbunyi:
Tidak dikenakan hukuman terhadap barang siapa yang
melakukan sesuatu perbuatan pidana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya,
disebabkan karena kurang sempurna kemampuan berpikir atau karena sakit
ingatannya.
apakah sudah cukup alasan untuk menggap bahwa orang
yang melakukan perbuatan hukum pidana itu kurang sempurna pikirannya atau tidak
sehat ingatannya hakimlah yang memutuskan. Pompe berpendapat, pertimbangan
dalam hal ini bersifat juridis dan bukan medis. Misalnya seorang yang
dihinggapiadedidikirawan penyakit kleptomanie (ia tidak menginsyafi bahwa perbuatan itu
melanggar hukum umpamanya mengambil barang-barang ditoko, baru setelah sampai
dirumah diinsyafi bahwa barang itu bukan miliknya. Bilamana seseorang yang
dihinggapi penyakit kleptomanie itu membunuh orang , ia tidak dapat dilepaskan
dari penghukuman (harus dihukum).
Pasal 45 berbunyi:
jika seorang yang belum dewasa dituntut karena
perbuatan pidana yang dilakukannya pada saat umurnya belum enam belas tahun,
maka hakim dapat memutuskan supaya anak itu dikembalikan kepada orang tuanya,
wlinya atau diserahkan kepada pemerintah untuk dididik.”
b. ada
yang disebabkan oleh keadaan-keadaan yang mempengaruhi orang yang
melakukan perbuatan terlarang itu
sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat dianggap berdosa
keadaan sekitarnya (uitwendige oorzaak) (= hal-hal
dari luar keadaaan sipembuat atau physieke overmacht) dijelaskan dalam
pasal-pasal 48,49, 50 dan 51 KUHP.
1)
Pasal 48 KUHP (karena berat lawan atau overmacht
atau forcemajure) berbunyi :
tidak dikenakan hukuman kepada barang siapa melakukan
sesuatu perbuatan pidana karena terdorong oleh keadaan yang tidak dapat
dikuasainya.
Orang yang melakukan perbuatan karena terdorong
sesuatu sebabpaksaan terhadap mana ia tidak dapat melawan tidak dapat dihukum.
Disini tidak dinyatakan oleh pembuat undang-undang apakah yang diartikan. Menurut
MvT Negeri Belanda memberi petunjuk apa yang dimaksudkan dengan overmacht
itu,ialah tiap-tiap kekuatan tiap-tiap dorongan (paksaan) terhadap mana menurut
perhhitungan yangadedidikirawan layak maka orang tidak mampu mengadakan perlawanan. Menurut Jonkers,
Handboek van NI.Strafrecht overmacht ada dua bentuk:
a)
yang bersifat mutlak, dalam hal ini orang itu
tidak dapat berbuat lain. Ia mengalami sesuatu yang sama sekali tidak dapat
mengelakan. Ia tidak mungkin memilih jalan lain. Misalnya si Ali dipegang oleh
siadedidikirawan Badu yang lebih kuat, kemudian dilempar ke jendela kaca sehingga kacanya pecah
dan mengakibatkan kejahatan merusak barang orang lain.
b)
yang bersifat relatif (nisbi). Disini kekuasaan
atau kekuatan yang memaksa orang itu tidak mutlak, tidak penuh. Orang yang
dipaksa itu masih ada kesempatan untuuk memilih untuk berbuat yang mana.
Misalnya, A ditodong pistol oleh B
disuruh membakar rumah C jika A tidak segera membakar rumah itu, pistol yang
ditodongkan kepadanya akan ditembakan. Kontradiksi yang adaadedidikirawan dalam pikiran A,
dari pada ditembak mati, lebih baik membakar rumah C. Walaupun si A melakukan
kejahatan membakar rumah, toh tidak dapat dihukum karena paksaan tersebut.
Jadi
perbedaan antara kekuasaan yang bersifat absolut dan relatif itu ialah :
a)
yang bersifat absolut, dalam segala
sesuatunya orang yang memaksa itu
sendirilah yang berbuat semuanya, sedang.
b)
yang bersifat relatif, maka orang yang dipaksa
itulah yang berbuat, meskipun dalam paksaan kekuatan.
2)
Keadaan darurat
(noodtoestand), Hal ini termasuk pengertian umum dari keadaan berat
lawan (overmacht) Soal inipun
(noodtoestand) juga tidak dinyatakan dengan tegas oleh undang-undang.
sifatnya menurut anggapan umum adalah sama dengan overmacht. namun disini
perbuatan harus dikerjakan dalam keadaan darurat ini, iaadedidikirawan melanggar
undang-undang untuk menyelamatkan dirinya.Dipandang dari sudut hukum maka
keadaan darurat ini dapat disebabkan karena
a)
Adanya pertentangan antara 2 kepentingan hukum.
Contoh sebuah perahu berlayar ditengah lautan, didalamnya ada dua orang
penangkap ikan. Kemudian perahu dihanyutkan oleh ombak besar sehingga perahunya
tenggelam. Dua nelayan tersebut terapung-terapung dilaut, hanya berpegang pada
sebilah papan. Papan itu tidak cukup kuat dan lebar untuk memikul lama-lama dua
orang itu.Untuk menyelamatkan dirinya salah seorang dari keduanya mendorong
kawannya dengan badannya, sehingga orang itu terlepas dari papan tenggelam.
b)
adanya pertentangan antara kepentingaan hukum
dan kewajiban hukum (rechtsbelang en rechts plicht). Contoh, ada peristiwa
kebakaran di sesuatu rumah. Untuk memandamkan api tersebut, maka yang punya
rumah itu mengambil air dari sungai, dan untuk keperluan itu terpaksa
menginjak-injak tanaman orang lain, yang berada di antara rumahnya dengan
sungai.
c)
adanya pertentangan antar dua keewajiban hukum.Contoh
seorang saksi dipanggil menghadap ke pengadilan negeri di bandung dan pada
waktu dan hari yang sama ia kebetulan harus menghadap juga sebagai saksi ke
pengadilan Jakarta. Ia hanya mungkin memenuhi salah satu panggilan saja, dan
olehadedidikirawan karenanya harus memilih pergi ke Bandung atau ke Jakarta. Ia terpaksa
harus mengabaikan salah satu panggilan, dengan demikian ia melanggar Pasal 224
KUHP.
3)
Dalam keadaan membela diri (noodweer). Dalam
Pasal 49 berbunyi:
(1) Tidak
dikenakan hukuman kepada barang siapa melakukan perbuatan pidaana karena bela
paksa untuk mempertahankan diri atau diri oranglain kehormatan sendiri atau
orang lain, harta benda kepunyaan sendiri atau kepunyaan orang lain, dari
serangan yang melawan hukum dan mengancam pada ketika juga, mala orang itu
tidak dapat dihukum.
(2) Tidak
dikenakan hukuman terhadap perbuatan yang melampaui batas-batas pembelaan yang
sangat perlu jika hal ituadedidikirawan disebabkan perasaan rusuh seketika sebagai aka=ibat
dari perkosaaan terhadapnya.
Ayat (1)
mengenai hak bela paksa (bela diri) dengan perbuatan, yang sesungguhnya
merupakan perbuatan pidana (delik); dan ayat (2) mengenai exes dari sesuatu
perbuatan didalam pembelaan yang tidak dapat dihindari. Untuk dapat mengatakan
adanya bela paksa (bela diri) yang dimaksud pasal 49 KUHP tersebut harus
dipenuhi tiga syarat:
a)
Harus ada serangan atau ancaman yang dilakukan
secara mendadak.
b)
Serangan itu ditujukan terhadap
kepentingan-kepentingan yang disebut dalam undang-undang, yaitu keselamatan
diri kehormatan atau milik, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Dengan keselamatan dimaksudkan keselamatan badan. dengan kehormatan tidak
dimaksudkan kehormatan yang bersifat umum (seperti nama baik, prestige, pangkat
dan sebagainya) tetapi kehormatan yangadedidikirawan mengenai bagian tubuh yang berhubungan
dengan sex.
c)
Untuk mempertahankan diri terpaksa memberi
perlawanan.
4)
Melaksanakan peraturan perundang-undangan
(wettelijk voorschrift), Pasal 50 KUHP: Barang siapa melakukan perbuaan untuk
menjalankan peraturan undang-undang tidak boleh dihukum. Contoh seorang polisi
yang menahan orangadedidikirawan karena dituduh melakukan kejahatan. Polisi ini tidak dapat
dipersalahkan.
5)
Melakukan perintah jabatan yang syah (ambtelijk
bevel).
Pasal 51 KUHP :
(1) Barang
siapa yang melakukan perbuatan untuk menjalankan perintah jabatan yang
diberikan oleh kuasa yang berhak tidak
boleh dihukum.
(2) Perintah
jabatan yang diberikan oleh kuasa yang tidak berhak , tidak membebaskan dari
hukuman (dapat dihukum).
Jadi
melaksankan perintah yang diberikan olehadedidikirawan yang berwajib, tidak dapat dihukum.
Disini menjumpai beberapa syarat :
a)
Bahwa orang itu melakukan perbuatan atas suatu
perintah jabatan
b)
Perintah tersebut harus diberikan oleh kuasa
yang berhak untuk memberikan perintah
tersebut.
c)
Pelaksanaan perintah itu harus termasuk
lingkungan kekuasaannya.
B.
Alasan-alasan yang mengurangi Beratnya hukuman
1. Alasan-alasan
yang bersifat umum : percobaan (Pasal 53 ayat 2 dan 3 KUHP), membantu
(medeplichtigheid), (Pasal 57 ayat 1dan 2 KUHP), belum dewasa (minderjarigheid)
(Pasal 47 KUHP).
2. alasan-alasan
yang bersifat khusus : Pasal 308, 341,342 KUHP).
C.
Alasan-alasan yang menambah beratnya hukuman
Alasan-alasan umum yang menambah beratnya hukuman
yaitu:
1. Kedudukan
sebagai penjahat (ambtelijke hoedanigheid)(Pasal 52KUHP)
2. recidive
(perulangan delik bromocorah), titel XXXI Buku II).
3. gabungan
(samenloop)titel VI Buku I).
Menurut
Jonkers, tidak mengenak suatu recidive umum (hanya perualangan beberapa
kejahatan saja menjadi alasan recidive. pengertian antara recidive umum
(general recidive) dan recidive khusus (speciale recidive). Recidive umum
(general recidive), di mana tidak diperhatikan sifatnya perbuatan pidana yang
diulangi, artinya: asal saja terdakwa kembali melakukan perbuatan pidana dari
macam apapun. Recidive umum diaturadedidikirawan dalam
pasal 486,487, 488 KUHP yang isinya bahwa ancaman hukuman dapat ditambah spertiganya
apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. orang
itu mengulangi kejahatan yang sama atau oleh undang-undang dianggap sama
macamnya.
2. antara
melakukan kejahatan yang satu dengan yang lain sudah ada putusan hakim (jika
belum, akan merupakan gabungan atau samenloop).
3. yang
dijatuhkan harus hukuman penjara (bukan kurungan atau denda).
4. antaranya
tidak lebih dari lima tahun.
Peraturan
recidive yang bersifat khusus (speciale recidive), diatur khusus dalam pasal
sendiri-sendiri, dan umumnya mengenai pelanggaran-pelanggaran (Pasal 489 ayat
2; 492 ayat 2 dan lain-lain). Misalnya Pasal 489 ayat 2 KUHP : “jika ada waktu
melakukan pelanggaran ini (kenakalan) belumadedidikirawan lalu satu tahun, sejak keputusan
hukuman yang dahulu bagi si tersalah karena pelanggaran yang serupa, maka denda
itu dapat diganti dengan hukuman kurungan maksimum tiga hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar